Chapter 46 - Kemarahan

Start from the beginning
                                    

Guratan hitam menghiasi sebagian tubuh Axcel, tatap tajamnya seolah menusuk lawan di depannya. Namun tidak ada rasa takut sama sekali terlihat di wajah sedikit keriput itu. Axcel bagai tak mengenali lagi pria di depannya itu. Sosok yang ia anggap ayah ternyata adalah orang yang paling ingin membinasakannya. Kemarahan dan kekecewaan membuat Axcel tak bisa mengedalikan perasaannya, rasa dikhianati menjadikan amarah Axcel perlahan tapi pasti bagai bola api yang membesar.

Axcel memejamkan matanya ketika mulutnya mulai merapalkan sesuatu dan Arkan terbelalak melihat kalung yang ada pada musuhnya juga ternyata mengeluarkan cahaya. Pria itu tersenyum melihat Axcel yang mengerahkan kekuatan seolah dia memang sedang menunggu moment ini, kemudian dia merogoh sakunya lalu mengeluarkan sebuah batu berwarna hitam.

"Cel berhenti!" teriak Arkan ketika ia juga melihat pria itu dengan mulut komat-kamit mengarahkan batu itu pada Axcel yang tak memperdulikan sekitarnya sekarang. Arkan merasakan ada bahaya dari kejadian saat ini.

"Fey cegah Axcel!" teriak Arkan pada Feyra yang masih tertegun.

Gadis itu tak pernah melihat cahaya menakjubkan seperti itu keluar dari tubuh seseorang, kini dia percaya jika memang kekuatan Aeris itu nyata kebenarannya. Bersama cahaya yang memancar kehijauan Aruna terbangun dari pingsannya secara tiba-tiba.

"Akkhh!" Feyra terpental dan merasakan sesuatu yang basah di perutnya ketika ia mencoba untuk mendekati Axcel.

"Fey!" teriak Arkan ketika melihat gadis itu terpental dengan perutnya yang ditembus dahan pohon yang keluar dari tangan musuhnya.

Lelaki itu menyeringai menatap tangan kirinya yang bisa ia gunakan untuk melawan Feyra. Tak ia sangka dirinya bisa mengendalikan kekuatan itu setelah ia menyerap hanya sedikit kekuatan Axcel. Ambisinya membuahkan hasil, ia terkekeh senang dengan apa yang baru saja terjadi.

Aruna yang baru membuka matanya terbelalak ketika melihat sahabatnya berlumuran darah dan napasnya mulai tersengal-sengal.

"Gak! Jangan Feyra!" histeris Aruna, dengan langkah sempoyongan dia mendekati Feyra yang masih bisa berdiri, padahal dirinya sedang terluka.

Namun saat Aruna semakin dekat, gadis itu telah roboh dengan mata terpejam rapat. Seketika itu juga Aruna melihat Axcel yang melayang rendah di depannya, bersama seorang laki-laki yang ia ketahui adalah ayah tiri Axcel. Bingung hanya itu yang Aruna rasakan. Semua yang ada di hadapannya terasa tak nyata, tapi saat ia melihat darah Feyra di tangannya, ia bagai tertampar kenyataan pahit. Sahabatnya tak bergerak di pangkuannya.

Belum selesai keterkejutan mereka tentang Feyra yang tumbang dan Axcel yang kehilangan kendalinya, kini sebuah lubang hitam terlihat. Lubang itu muncul ketika Xavier selesai mengucapkan kalimat aneh dan hanya dia yang bisa mengerti.

Yang mulanya kecil kini terlihat semakin membesar. Arkan tak tinggal diam, dia tahu itu apa. Merasa sudah diberikan amanat untuk menjaga Axcel juga portal Alstro ia segera mencegahnya dengan kekuatannya yang tersisa. Inilah saatnya ia mempertaruhkan hidup dan matinya untuk Alstro, negeri yang ia cintai.

Tak perlu waktu lama perang sengit Arkan dan pria itu tak terlewatkan dari pandangan Aruna yang membatu di tempatnya. Aruna shock atas apa yang terjadi, potongan-potongan kejadian tumpang tindih, dia bahkan tak bisa membedakan mana mimpi mana kenyataan. Telinganya berdengung, kepalanya seperti berputar, rasa kesal, marah, kecewa tapi juga ada bahagia ia rasakan bersamaan saat di pikirannya berjalan bagai film tentang sebuah negeri yang hijau penuh keindahan dan bunga Alstroemeria, senyum bahagia dari semua orang ikut membuatnya senang tapi entah kenapa air matanya justru bagai aliran sungai yang tak bisa berhenti. Hatinya terenyuh sakit karena tiba-tiba semua warna indah itu terbang menjadi debu hitam pekat, Aruna mencoba berteriak memanggil tapi ia juga tak tahu harus memanggil siapa, tubuhnya terasa sangat nyata ada di sana tapi tak bisa menyentuh apapun.

Tepat saat itu tubuh Axcel terjatuh dengan rambutnya yang kembali menghitam dan wajah yang memucat. Aruna yang tiba-tiba tersadar bersama lenyapnya semua bayangan itu tak berbekas sama sekali, menyisakan Aruna yang berteriak histeris.

"Hentikan!"

Suara teriakkan Aruna terdengar membahana, getaran bangunan yang mulai runtuh, juga kekacauan di depannya seperti waktu yang berhenti. Tak ada pergerakan sama sekali, Aruna masih frustasi dan tertekan hingga ia tak menyadari jika musuhnya sama sekali tidak bergerak. Aruna yang mulai menyadari keanehan itu perlahan menghampiri Axcel untuk membangunkannya, tapi tidak ada pergerakan sama sekali. Tapi akhirnya ia sedikit bernapas lega ketika mendengar detak jantung Axcel juga deru napasnya yang melambat.

Semuanya terdiam kecuali Aruna dan Arkan yang tercenung sambil memegangi tubuhnya yang terluka, dia segera menghampiri lawannya dan mengambil kembali Aeris untuk ia kalungkan kembali pada Axcel.

Aruna yang kini berada di dekat Axcel tanpa sadar menangis dan air matanya jatuh tepat di wajah Axcel. Semua belum berakhir ketika Axcel membuka matanya dan pemandangan yang Axcel lihat saat ia membuka matanya adalah Aruna yang telah berdiri kokoh mencekik leher suami ibunya hanya dengan satu tangan.

Sebenarnya perbedaan tinggi badan mereka sangat kontras, tapi entah kenapa Axcel seperti melihat jika Aruna mencekik pria itu hingga tubuh tegapnya melayang. Namun setelah mendapatkan penglihatan yang jelas, kini Axcel tahu jika Aruna tidak melayang di udara kakinya tetap menapaki tanah, tapi tanah yang menjadi pijakannya semakin meninggi hingga membuat pria itu semakin tercekik dengan kaki yang terus menendang gusar.

"Rasa benci dalam dirimu tidak seharusnya ditanggung banyak orang, kamu dengan segala ketamakan dan kemarahan seharusnya juga menyadari, jika di dunia ini tidak ada yang kekal! Semua pasti akan musnah!"

Suara Aruna terdengar aneh, kata-kata yang keluar dari mulut Aruna seperti diucapkan oleh dua orang dan samar terdengar seperti suara seorang wanita. Tangan Aruna yang bebas terangkat, ia menoleh ke arah lubang hitam yang masih terlihat meski ukurannya tidak sebesar tadi. Namun kini lubang itu lenyap dan Aruna melempar Xavier menjauh darinya setelah meremukkan sumber kekuatan pria itu yang bertengger manis di jemarinya.

"Aku akan mengabulkan permintaanmu wahai manusia. Kamu akan hidup abadi sesuai kemauanmu, tapi kau harus hidup dengan rasa penyesalan yang sangat menyakitkan sampai kau sendiri yang meminta pada sang Pencipta untuk mencabut nyawamu."

Bersamaan dengan itu guntur dan kilat tiba-tiba terjadi, hujan tidak deras sejak awal tapi bunyi langit yang bersahut-sahutan seolah merestui ucapan Aruna. Gelegar petir menyambar tepat saat Aruna melayangkan sumpahnya.

"Terimalah takdirmu."

Tbc

Yuhuu chapter 46

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yuhuu chapter 46. Akhirnya up juga. Jangan lupa ke IG moonseed publiser dan tap tap no 5 ya, tim WTF menunggu jempol2 kaleannnn...

I Did [VMin]Where stories live. Discover now