Chapter 22

1.4K 74 19
                                    


"Jadi kau benar-benar tidak mau?" Deo bertanya. Nan mengangkat bahu sebelum tersenyum pada gadis itu.

"Maaf, nona cantik, tapi aku sedang tidak mood dengn wanita untuk hari ini," kata Nan sambil tersenyum, menyebabkan banyak orang yang mendengarnya menafsirkan kata-katanya dengan berbagai cara, termasuk Mac, yang tersipu ketika bawahan Nan menoleh untuk melihat padanya. .

"Aku baru sadar kau juga punya selera seperti itu," kata Deo pada Nan, tapi menatap Mac dengan mata cerah.

"Sekarang aku tahu itu, jadi di masa depan, aku akan menemukan sesuatu untuk dipertaruhkan untukmu. Sesuatu yang mungkin menyenangkanmu," kata Deo lagi, membuat Mac terlihat kesal, memahami bahwa Deo ingin Nan mengajaknya bermain lagi. Tapi Mac tidak punya waktu untuk mengatakan apa-apa ketika lengan Nan yang kuat melingkari lehernya.

"Oh aku menyukainya, sebutkan saja." kata Nan menatap Deo dengan serius. Ini menyebabkan Deo berhenti sejenak sebelum tersenyum ketika dia menyadari sesuatu.

"Ah, kau yakin akan mengalahkanku, makanya kau berani bertaruh." kata Deo. Mac sedikit mengernyit dan memandang Nan dengan curiga pada kata-kata Deo.

"Naiklah, aku akan kembali ke kantor." Nan menoleh ke Mac, jadi mau tidak mau Mac memaksakan dirinya di punggung Nan.

"Sampai jumpa lagi!" Kata Nan dan berjalan pergi. Deo menoleh untuk melihat bawahan Nan.

"Sialan, di mana dia menemukannya?"

..

..

..

"Keluarkan uang dari amplop dan hitung. Jumlahnya harus 200.000 bath." kata Nan kepada Mac ketika mereka memasuki kantor.

Mac berjalan untuk duduk di sofa lalu mengeluarkan uang dari amplop ke atas meja kaca dan menatap uang di depannya dengan kaget. Sementara itu, Nan pergi untuk mencuci muka dan tangannya di kamar mandi. Mac duduk dan menghitung uang, berpikir bahwa Nan menghasilkan banyak uang dan memiliki begitu banyak tabungan sehingga mungkin dia adalah orang kaya.

Tapi Nan menjalani kehidupan normal seperti orang lain, mengenakan pakaian dari pasar loak dan makan nasi kari di pinggir jalan. Meski interior rumahnya cukup nyaman, ia tetap terlihat seperti orang yang membumi. Itu membuat Mac duduk dan berpikir sendiri bahwa setiap uang yang dia habiskan untuk membeli pakaian desainer, makan di mal, menjalani kehidupan mewah adalah semua uang yang diperoleh ayahnya. Mac menyadari bahwa hidupnya bersama Nan sangat berbeda.

"Kenapa kau hanya duduk dan melamun seperti itu, apa kau akan menghitungnya?" Suara Nan menyerbu pikirannya, membuat Mac menarik napas dalam-dalam sebelum mulai menghitung lagi, karena dia tidak ingat dimana dia berhenti. Nan mengangkat alisnya sedikit dan mengulurkan tangan untuk meletakkan tangannya di dahi Mac, yang sedikit terkejut.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Mac.

"Kupikir kau sakit. Biasanya kau marah kalau menjawab pertanyaanku, bukan?" Nan berkata dengan lantang.

"Apa kau pikir aku akan selalu memiliki temperamen buruk denganmu?" jawab Mac, yang membuat Nan tersenyum.

"Huh, itu berarti kau baik-baik saja," kata Nan sambil duduk di sofa. Mac meliriknya sedikit dan terus menghitung uang.

"Di mana kau akan menyimpan uang itu?" tanya Mac penasaran.

"Kenapa? Apa kau akan menyelinap masuk dan merampokku?" Nan bertanya sambil tersenyum.

"Yang benar saja!" kata Mac dan Nan tertawa kecil di tenggorokannya.

"Besok aku akan membawanya ke bank... Yah, setidaknya ada yang membayar gaji anak laki-laki itu," kata Nan sambil mengangkat kedua tangannya untuk menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

NAN MAC 1 [END]Where stories live. Discover now