***

"Noval!" Teriak sang Bunda saat masuk ke dalam ruang rawat Noval. Memeluk sang anak dengan erat.

"Astaga, Nak... Kenapa kamu bisa sampe kayak gini sih?! Hm?! Siapa yang berani-beraninya nyakitin kamu gini?! Ayok, kasih tau Ayah sama Bunda." Noval hanya diam saat kedua bahunya di guncang oleh Bundanya.

"I-itu..."

Tanpa sadar, Noval menautkan kedua tangannya. Memberikan rasa berani untuk dirinya sendiri bisa bercerita. Tapi tetap saja, Noval tetap bungkam dan memilih diam tanpa memberikan petunjuk si pelaku yang membuat Noval seperti ini.

Sedangkan Aji, pria tampan itu memilih keluar dan menunggu di kursi tunggu yang ada di lobi. Jauh dari kamar rawat sang kekasih. Menunduk dan merenungi apa yang sedang terjadi sekarang. Kisah cintanya memang sedikit itu.

Tapi, percayalah, rasa cintanya sedang x diuji sekarang. Dan hal itu membuat Aji semakin yakin dengan perasaannya pada Noval memang sebesar itu. Walaupun kini tengah terombang-ambing di tengah-tengah lautan fakta bak galiung besar yang terombang-ambing ambinh di lautan akibat badai.

Kini, aku semakin takut dengan ketakutan mu tentang perpisahan kita.

Apa yang harus kulakukan apabila aku berpisah denganmu?

Apa yang harus aku lakukan jika tak ada di sampingmu.

Di tengah-tengah kebingungan yang melanda, Aji meresahkan ponselnya terus bergetar dan ternyata Nisfya menghubunginya. Dengan sedikit malas Aji mengangkatnya dan langsung di sambut teriakan oleh gadis itu.

"Woy!! Kenapa lu kagak bilang udah ketemu sama Noval sih! Anjing lu ye, sekarang, Noval ada dimana? Gue kangen sama adek gue itu."

"Dia di rumah sakit xxx di Jakarta. Lu udah di Jakarta, kan? Gue tau."

"Hehehe iya. Gue ke sana sekarang ya."




***





"Angkat tangan kalian!!" Teriak salah seorang aparat keamanan yang sedang meringkus kelompok orang yang terlihat tengah memakan sarapan.

"Kami dari kepolisian, akan menangkap..."

Baik, ini terlalu mendadak. Aji yang sebenarnya ikut namun hanya diam di luar. Tak ingin hatinya tergoyahkan dan berakhir membebaskan kedua orangtuanya.

Setelah beberapa saat, hingga suara Ibunya menyapa gendang telinga Aji.

"Nak, Aji... Sayang... Dengerin Mamah, penjahat sebenernya tuh Zita dan orangtuanya... Kamu salah udah nuduh dan tahan kami kayak gini." Aji lagi-lagi hanya bisa menunduk. Dia tau kalau Zita lebih bersalah, tapi itu udah di atasi karena pihak kepolisian sedang mencarinya.


***




"Nak, kita pulang sekarang ya.." Noval langsung menggeleng pada kakak kelasnya yang mengajaknya untuk kobam dan mabuk di club sampai mampus.

"Yah... Badanku masih sakit-sakit... Kayaknya masih ga kuat, nanti dulu aja ya.. pliss...." Mohon Noval dengan wajah memelas. Membuat Ayahnya hanya bisa memejamkan matanya agar tetap pada pendiriannya tanpa perlu goyah dan mendengarkan sang anak.

"Ga. Kita harus pulang. Ke rumah. Di Bandung." Bertepatan dengan Aji yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang rawat Noval.

Ayah Noval mendekat pada Aji dengan tatapan tajam. Pria paruh baya itu dengan cekatan mencengkeram kerah bagian depan kemeja yang di pakai Aji.

"SAYA SUDAH UNTUK JAUHI ANAK SAYA! APAKAH KURANG JELAS?! HARUS DENGAN BAHASA APALAGI SAYA HARUS MENJELASKAN HAL ITU PADA ANDA?! DENGAR BAIK-BAIK, SAMPAI KAPAN PUN, NOVAL TETAP MILIK KAMI TANPA KAMU HARUS ADA DI DALAMNYA!." Noval berusaha melepaskan Aji yang hanya pasrah saat Ayah darinya hampir mencekik kekasih tampannya itu. Sedangkan Aji, yah, dirinya hanya pasrah. Dia tau dengan apa yang akan terjadi padanya saat masih nekat berpacaran dengan Noval.

"Yah! Udah Yah!! AYAH!! UDAH!! UDAH!!" Noval semakin panik saat Ayahnya yang memukuli Aji tanpa di lawan. Ah, bahkan di saat seperti ini pun, kekasihnya tak melawan sama sekali.

Dengan bantuan beberapa suster dan dan dokter, Noval berhasil membawa Aji pergi dari sana. Dirinya berjalan dengan tertatih satu tangannya menopang tubuh Aji dan tangan lainnya memegangi infus miliknya sendiri. Ayahnya kini bersama Bundanya.

"Maaf... Tolong maafin Ayah... Maaf... Maaf... Maaf Maaf Maaf..." Aji menggeleng sembari tersenyum teduh dan menatap Noval. Dirinya tidak apa-apa, di banding dengan rasa sakit hati yang diterima orang tua Noval.

Dirinya tahu, salah. Ia salah menjalin hubungan sesama jenis. Merebut Noval dari orangtuanya. Membuat dirinya kini sadar. Ia memang harus melepas Noval. Mereka tidak seharusnya bersama.

Tidak. Memang sejak awal, Jika Aji tidak memaksakan, maka, tidak akan ada hubungan ini.

Jika memang Noval tidak menyetujui, maka, tidak akan ada hubungan ini.

Jika keduanya tidak saling bertemu, maka, tidak akan ada hubungan ini.

Aji tersenyum miris. Jadi, begini? Kisah cintanya berakhir menyedihkan?










***





TO BE CONTINUE!!!!

GIMANA CHAPTER KALI INI????

SEE YOU IN THE NEXT CHAPTER!!!















Aji dan Semestanya Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora