Chapter 45 - Pembalasan

Zacznij od początku
                                    

"Aku tak ingin jatuh di lubang yang sama wahai cecunguk Alstro, kau pikir akan semudah itu mengalahkan aku?" tanyanya dengan pongah. 

"Ini bukan curang, ini adalah strategi," sambung Xavier tertawa. 

"Kalian pikir aku akan diam saja saat wanita itu menolakku? Cih dia harus memberikan pampasan padaku seumur hidupnya. Aku akan membuatnya kembali padaku dan bergantung padaku," ucap Xavier dengan sorot mata kebencian. Meski ia menyebutkan cinta, tapi sepertinya rasa itu tak ada lagi di hatinya, berganti menjadi amarah, dendam dan obsesi. 

"Kau yang harus memberi pampasan pada Alstro!" teriak Feyra tak terima, pasalnya meski Alstro menang dan Almeta kalah dengan berhasil dipukul mundur, kehilangan dipihak Alstro juga besar. Selama beberapa waktu Alstro bagai mati, warna hijau sebagian menjadi abu, pohon-pohon terbakar habis, warga Alstro berguguran, keluarga menangis histeris. Itu pemandangan yang memilukan, terlebih ayah Feyra adalah salah satu korban ketamakan Almeta. 

oOo

Tubuh lemah tergeletak dengan darah mengalir dari kening dan kakinya, menjadikan pemandangan itu menyadarkan Axcel bahwa waktu mereka tak banyak. Melihat kekasihnya terluka penuh goresan di kaki dan tubuh juga di beberapa tempat yang membuat bercak darah itu meresap dan mewarnai pakaiannya dengan warna merah. 

Axcel tak bisa lagi menyembunyikan amarahnya, warna hijau pada irisnya muncul bersama bangkitnya tubuh lemahnya seolah mendapat kekuatan baru. 

"Kalian membuatku marah." 

Ucapan yang seperti bisikan disertai gemeletuk gigi tanda ia manahan emosi tak dapat di sembuyikan, beberapa pria berjas hitam mundur terkejut, tapi lainnya langsung siaga. Axcel mengarahkan tangannya pada Aruna yang terkulai lemas di sebuah kursi, tubuh Aruna tiba-tiba terlepas dari ikatan dan melayang bersama dengan gerakan tangan Axcel. 

Axcel melihat gerakan kecil dari kening Aruna, membuatnya yakin bahwa Aruna masih bernapas, jadi ia meletakkan tubuh mungil kekasihnya dengan hati-hati di belakang tubuhnya dan menyelimutinya dengan baju miliknya. Semua itu ia lakukan tanpa beranjak dari tempatnya berdiri, semua bergerak menuruti pikirannya. 

"Jangan pikir kalian akan lolos, kalian harus membayar pampasan atas apa yang kalian lakukan pada Aruna … dengan nyawa kalian," ucap dingin Axcel terutama pada kata terakhir menatap mereka yang berada di hadapannya. 

Jelas mereka gemetaran tapi tak ada yang bisa pergi dari sana karena jika mereka pergi ia pasti akan di hukum oleh sang Pemimpin. Namun hal itu di abaikan satu orang, dia si anak bulan tadi.

Tubuh Axcel terangkat beberapa sentimeter di udara. Mata dengan iris hijau muda itu menatap kursi yang tadi diduduki Aruna kini melayang menghantam dua orang bersamaan. Mereka tersungkur karena terkejut juga karena tak bisa menahan serangan tiba-tiba itu. 

Kelompok pria lain di sebelahnya langsung bersiap mengokang senjata apinya dan mengarahkan ke Axcel laku menarik pelatuknya. 

Dorr!

Suara tembahan terdengar beberapa kali, namun tidak ada satupun yang mengenai Axcel. Cermin kecil yang berada di ruangan itupun menjadi senjata Axcel, ia memecahkan dan salah satu pecahannya melayang membabi buta melukai para penyerang. 

Darah mengotori lantai, melihat itu Axcel tak ada niat untuk berhenti. Potongan cermin itu kembali melaksanakan tugasnya untuk menghabisi semua pria berseragam hitam yang kini meringis kesakitan. Tangan terluka mereka masih menjadi tameng tapi  hal itu hanya menambah luka pada lengan, jari dan punggung tangan mereka, membuat darah makin banyak mengalir. Erangan mereka bagai obat, senyum puas di bibir Axcel tercipta melihat mereka terkapar bergelimpangan tak berdaya. Axcel makin tak terkendali.


oOo

Pertarungan sengit masih terjadi, Felix mencari kesempatan untuk bisa melukai Arkan, sepertinya dia punya amarah tersediri dengan Arkan akibat perlakuan Arkan kepadanya. Ia merampas senapan laras panjang salah satu anggota Almeta, bersiap membidik Arkan dari kejauhan.

"Awas kau Arkan, mati kau!" maki Felix bersiap menarik palatuknya, namun darah di pelipisnya menetes mengenai mata kanannya hingga membuat ia meleset saat menyerang Arkan. 

"Sialan!

Felix mengusap kasar pelipisnya, kini nyeri benar-benar ia abaikan, tujuannya hanya satu menghabisi Arkan. Mulai membidik lagi kali ini dengan persiapan penuh, dan … 

"Akh!" 

Arkan memekik kesakitan, ada peluru menembus bahunya, membuat ia kesulitan mengendalikan akar itu dengan cepat dan sempurna. Feyra yang mendengar bergegas menghampiri Arkan, darah keluar dari bahunya merembes lalu mengalir, seketika baju di lengan kanannya berubah menjadi merah oleh darahnya. Sederas itu aliran darahnya, membuat Arkan meringis kesakitan.

"Sial! Gue kurang ati-ati," misuh Arkan pada dirinya sendiri. 

"Arkan lu gak apa-apa?" tanya Feyra masih berusaha membagi kekuatannya melindungi mereka dan menolong Arkan. Feyra yang melihat darah yang begitu banyak, menjadi panik. Ia marah karena keadaan ini, lalu ia bangkit, bersiaga dan mengarahkan tangannya ke kerumunan penyerang yang masih saja mencari celah untuk melukai Arkan dan Feyra. 

"Kalian bener-bener bikin gue marah!" 

Dengan kekuatan akar, air dalam gelas di meja  yang tak jauh dari mereka bertarung, lalu meja itu juga tak luput dari kekuatan Feyra karena dalam beberapa detik meja itu terbalik dan membantu menjadi tameng Arkan yang tertunduk lemah. Feyra tahu bahwa Arkan adalah sosok yang kuat dan kebal, tapi jika dia sampai lemah begini, artinya peluru itu memang beracun dan kini racun itu tengah menyebar di tubuh Arkan.

"Kalian harus mendapat ganjaran dari apa yang kalian perbuat," ucap Feyra kepada mereka juga kepada Xavier yang kini masih duduk menyaksikan semua, sayangnya Arkan dan Feyra tak ada yang bisa menyerang Xavier, sosok jahat itu seolah mempunyai tameng yang tak terlihat. 

Akar-akar yang berjalan pelan tapi pasti, masuk ke dalam rumah melilit mereka semua tanpa terkecuali. Bunyi gemeretek tulang yang mungkin saja patah menghiasi ruangan itu. Xavier pun melanjutkan langkahnya untuk melarikan diri. 

Belum sampai niat itu dilakukan, ada seseorang datang menghampiri dirinya, dengan tergesa ia melaporkan sesuatu. 

"Ketua maaf kan saya, Axcel tak terkendali dia-" 


Tbc

Okeeeee chap 45

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Okeeeee chap 45. Berarti tinggal 5 hari lagi. Kalian jangan lupa follow akun instagramnya Moonseed yak, biar nanti kalian bisa vote tim WTF sebanyak-banyaknya.

I Did [VMin]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz