Chapter 44 - Dalang

Mulai dari awal
                                    

"Mereka yang ditugaskan untuk pergi ke dunia manusia adalah akibat dari diri kalian juga wahai para manusia,  kalianlah yang selalu membuat ulah dengan alam. Kami hanya membantu kalian menyeimbangkan kehidupan dan jatuh cinta bukanlah kehendak kami, itu sudah takdir dari yang Maha Kuasa." 

Ucapan Arkan yang menggebu-gebu hanya ditertawakan oleh pria yang berstatus sebagai ayah tiri Axcel, Xavier Albert adalah pria yang selama ini tak pernah ia duga dalang dari semua kekacauan. Dengan mencoba menculik Aruna beberapa kali. Bahkan tak segan untuk membunuh atau kehilangan pengikutnya. Berdarah dingin, tapi bertampang bak malaikat. Sungguh sangat mengecewakan.

Karena terfokus pada pertemuan tak terduga itu, Arkan menjadi tak sadar jika Felix telah bebas. Kini keadaannya telah terkepung dengan Feyra yang masih berdiri kokoh dan waspada. Dua lawan puluhan orang, mungkin terlihat sangat tak seimbang, tapi keduanya telah bertekad akan terus berjuang demi menyelamatkan tanah kelahiran mereka. Jika harus mati di sini mereka ikhlas.

Diam-diam Arkan mengumpat karena dia lupa jika orang-orang ini bersekutu dengan ilmu hitam, karena tadi saat Arkan mencoba menggapai salah satu kerumunan  dengan mudah mereka membuat pengalihan dan melepaskan Felix begitu saja. 

"Yakin masih ingin melanjutkan semua ini?" 

Tak ada yang menjawab, Arkan dan Feyra justru saling pandang seolah sedang berdiskusi lewat tatapan mata. 

"Susah ngeluarin air di dalam ruangan Fey," bisik Arkan yang hanya bisa didengar Feyra. 

"Kalo gitu robohin aja rumah ini, buat mereka bertarung di atas tanah," balas Feyra agak panik. 

"Lu gila? Di dalem masih ada Aruna sama Axcel!"

Ucapan Arkan membuat Feyra diam-diam menggigit lidahnya sendiri, dia baru sadar jika tujuannya datang kesini untuk menyelamatkan keduanya. 

o0o

Axcel menggeram marah saat mendengar suara teriakan Aruna yang menggema, seperti kesakitan dan putus asa. Dia bahkan tidak pernah mendengar suara menyakitkan itu keluar dari mulut Aruna selama ini, karena pria itu selalu tersenyum dan bertutur kata lembut. Melihatnya menangis saja sudah membuat hatinya memanas dan kali ini perlakuan orang-orang biadab itu tidak bisa lagi membuatnya sabar. 

Brak Brak! 

Suara pintu yang coba Axcel robohkan tak mendapatkan respon dari orang-orang yang sedang menyiksa Aruna, dari celah kecil di pintu itu ia bisa melihat genangan darah yang mengalir dari kaki Aruna. 

"Arrrggghhh! Lepaskan dia! " teriak Axcel frustasi. 

Tapi sepertinya orang-orang itu tuli dan hanya tertawa ketika melihat Aruna telah tak berdaya. Axcel yang marah terus melayangkan pukulannya pada pintu itu hingga kemudian pintu itu roboh tepat di pukulan kelimanya. Tubuh lemahnya bahkan tidak dapat memanggil tumbuhan dan meminjam mereka untuk menyerang, ia pasrah hanya mengandalkan kekuatan fisik.

Entah apa yang mereka suntikkan ke tubuh Axcel hingga racun itu membuatnya melemah seperti ini. Sepertinya memang tujuan mereka membuatnya tak berdaya tapi tak membunuhnya. Mereka ingin Axcel mati perlahan-lahan.

Tak peduli dengan luka di buku tangannya, Axcel berjalan cepat dengan tangan yang terangkat seperti memanggil sesuatu, bagaimanapun usaha tak akan mengkhianati hasil kan?  Terlihat kemudian beberapa orang di dekat Aruna menggeliat dan berteriak kesakitan ketika ranting-ranting pohon dari luar masuk ke sela-sela ruangan, ada yang dari dalam tanah, jendela kecil, pintu bahkan dinding yang mulai membelit tubuh mereka. 

"Sialan! Kalian berani melukainya!" teriak Axcel marah.

Namun ternyata kekuatan tadi telah menguras sisa energi Axcel hingga ia lagi-lagi tersungkur tak jauh dari Aruna yang setengah sadar.

"Axcel .... "

"Aruna? Kamu gak apa-apa?"

"Hmm .... " hanya anggukan lemah dari Aruna yang coba Axcel pegang. Ia tak bisa memeriksa Aruna dan memastikan karena tubuhnya seolah di himpit ratusan kilo batu.

"Akh!"

Lagi-lagi jeritan Aruna terdengar, rupanya ada aliran listrik di kursi itu, terlihat ada kabel yang terhubung dengan listrik. Dan kini tombol pengendali ada pada salah satu orang di ruangan itu.

"Ugh!"

Axcel mengerang pelan saat salah satu maju untuk mewakilinya menendang dan memukul.

"Lepasin dia!"

Ucapan yang jelas tidak mungkin mereka turuti. Membuat mereka kesal dan marah.

"Hei monster! Hidupmu akan segera tamat. " ucap salah satu pengawal yang ternyata sangat membenci Alstro.

Pukulan demi pukulan di layangkan ke tubuh Axcel tanpa henti.

"Hei nanti dia mati, hentikan!" ucap pria lainnya takut.

"Itu bagus kan? Perintah ketua juga membunuhnya bukan mengurungnya."

"Tapi gue takut dia mati."

"Eh tapi gak apa-apa juga sih," sambungnya seperti bicara sendiri.

"Dasar Pedro!" umpat rekan setimnya.

Berganti ucapan  dan bertolak belakang seperti anak bulan, sedikit takut dengan niat teman-temannya ia memilih mundur. Tapi sikap anak bulan Pedro membuatnya menjadi sasaran empuk Axcel.

"Kehancuran akan terjadi jika kalian semua tidak pergi dari sini." ucap Axcel lirih.

"Pergilah selagi masih sempat." sambung Axcel

Pria yang lebih kecil itu bergerak lemah, Axcel berusaha sekuat tenaga memulihkan kondisi dirinya. Mengulur waktu dengan memprovokasi si anak bulan agar cepat berbelok tujuan.

Darah dari kaki Aruna akhirnya berhenti mengalir, Acxel mendekati tubuh Aruna. Tapi tiba-tiba Axcel berteriak kesakitan memegangi perutnya. Salah seorang maju dan bertindak sesuai arahan dan perintah.

"Dia bakal selamat kalo lu nya mau kerjasama sama kami,"

"Gak! Kalian pikir gue takut mati? Kalian salah!" sentak Axcel  mulai kesal dengan sifat-sifat manusia itu.

"Ooh oke, kalo gitu gak apa-apa kalau dia mati?" tanya salah satu dari kelompok hitam tersebut.

"Awas kalo berani sentuh dia."

Tepat saat itu Aruna mulai tersadar penuh, ia meringis kesakitan. Namun para pemuda jutru seperti mendapat mainan baru. Tiba-tiba seseorang merogoh kantong jasnya dan mengambil mainan lalu meminumkan secara paksa ke arah Aruna.

"Nah, jadilah anak baik sayang, racun itu tak akan membunuhmu kok." ujarnya tertawa.

Axcel sadar bahwa sangat bahaya membiarkan para pecundang itu tetep ada, ia harus bergerak cepat, terlebih ia sudah keduluan dengan pemberian racun itu.

oOo

Rupanya hujan juga tengah turun, membuat seringai licik itu terpatri, bagai mendapat energi baru ia tak akan berputus asa.

"Oke, ini bagus. Ayo anak-anak waktunya bersih-bersih, ini pasti akan menyenangkan," ucap Feyra.

Tbc

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Did [VMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang