Chapter 37 - Terluka

Start from the beginning
                                    

"Lu pikir bisa nipu gue? Gue juga bisa bikin lu sama kayak taneman lu tadi! Kalian orang-orang Alstro emang gak guna, seharusnya waktu itu kalian semua lenyap aja." 

Axcel tentu terkejut mendengar ucapan Felix, dia merasa tak asing dengan suara itu dan membuat kepalanya tiba-tiba berdengung, Axel merasakan sakit dan memegangi kepalanya. Aruna terkejut melihat Axcel kesakitan, ia mencoba memanggil Axcel tapi sepertinya hal itu tak membuat Axcel sadar.   

Sementara di dalam rumah, Arkan telah masuk dan disambut dengan bau menyengat dari mur yang memenuhi seisi rumah, tapi bau khas mur tak bisa menipu penghidunya, Arkan mencium bau anyir yang cukup menyengat dan mengikuti bau itu sampai ia menemukan sebuah pintu yang sedikit terbuka. 

Arkan hendak memasuki ruangan di hadapannya, tapi langkahnya terhenti saat Feyra mendekat dengan keadaan cukup memprihatinkan. Punggung gadis itu tertancap sebuah belati dan lukanya terus mengeluarkan darah. 

"Sial! Mereka ahli pake senjata! Lu harus waspada," Feyra mengingatkan Arkan. 

Arkan melihat luka di punggung gadis itu dan terkejut karena lukanya tiba-tiba membiru seperti ada racun yang menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. 

"Fey! Belatinya beracun!" panik Arkan. 

Arkan dengan hati-hati mencabut belati yang tertancap di punggung sahabatnya, berusaha agar darahnya tidak terlalu banyak yang keluar dan ternyata benar, ada racun di dalamnya. Namun beruntungnya itu adalah racun dari tanaman juga, jadi secara otomatis tubuh Feyra bisa menetralisir racun itu sendiri. 

"Gue gak apa-apa, lu masuk aja gue jaga di sini, bawa Darrel keluar, firasat gue buruk kalo kita tetep ada di sini lama-lama."

Arkan mengangguk, ia segera masuk dan menemukan Darrel pingsan dengan wajah yang semakin pucat, darah mengalir dari kepalanya membasahi bantal dan sprei. Melihatnya hati Arkan terasa sakit dan murka, tanpa ia sadari bibirnya mengeluarkan sedikit darah karena ia menggigitnya sendiri sebagai usaha diri menahan amarah. Entah itu berhasil atau tidak, karena gemeletuk giginya terdengar samar.

Ia segera membungkus tubuh setengah telanjang Darrel dengan selimut, Arkan mengangkat tubuh lemah itu keluar. Bersama-sama dengan Feyra yang terus waspada mereka keluar dari rumah dan di sambut wajah tersenyum Brianna dihadapan mereka. 

Gadis itu mendekap Aruna dengan lengan di lehernya dan belati yang mengarah pada kepala Aruna. 

"Sial! Gue benci saat firasat gue gak pernah meleset," umpat Feyra, keadaan tubuhnya tidak memungkinkan untuk melawan banyak orang di hadapannya, sedangkan Arkan membawa Darrel dalam gendongannya. 

Lalu kemana Axcel?

Pria itu masih meringkuk  lemah dengan memegangi kepalanya, sedangkan Felix terus melayangkan pukulan pada tubuhnya. 

Aruna menangis dan menjerit, meminta agar Felix berhenti, tapi sepertinya itu tak membuat Felix iba. Dia justru semakin menggila, menginjak dan menendang tubuh Axcel. 

"Kalian udah gak dibutuhin lagi, gue cuma mau bawa Amethyst." 

Brianna melepaskan Aruna setelah mengambil paksa kalung Amethyst dari lehernya. 

"Sial! Na seharusnya lu gak lepasin Aruna!" 

"Lu mau dia? Bawa aja sendiri!" dengan kasar Brianna menendang Aruna yang ingin berlari ke arah Axcel. 

Felix masih tak menyerah, dia mencoba untuk membawa Aruna bersamanya, tapi dengan bantuan Feyra hal itu tak terjadi, Feyra menjauhkan Aruna dari jangkauan Felix. 

Setelah kembali berdiri dan menghampiri Axcel yang terkulai lemah, Aruna membantu Axcel berdiri, memapahnya menjauh dari orang-orang tadi. Dengan tangan bergetar Aruna menyentuh lebam di wajah Axcel, ia berpikir mungkin juga ada banyak lebam di tubuhnya. 

Arkan sendiri masih berdiri mematung dengan Darrel di gendongannya, ia melihat kekacauan di hadapannya dan merutuki dirinya sendiri karena lalai menjaga orang-orang yang seharusnya ia jaga. Sampai semua orang pergi menyisakan mereka berlima, sebuah Ambulans datang atas permintaan Feyra, membawa Darrel bersama Arkan ke rumah sakit. 

o0o

Di dalam mobil Ambulans, Arkan terus memegangi jemari Darrel, beberapa kali ia memanggil-manggil nama  Darrel berharap ada sahutan tapi tubuh itu tetap diam dan semakin pucat. Melihat itu Arkan semakin merasa bersalah, hari ini ia gagal menjalankan tugasnya, baik sebagai penjaga Axcel, juga menjaga Darrel. 

Tak jauh di belakang ada Feyra, Axcel dan Aruna. Mereka menaiki mobil yang ada di rumah Felix, karena tak memungkinkan Axcel mengendarai motornya saat ini. 

Rumah Sakit tampak sepi, tak banyak pasien sepertinya tapi itu justru lebih baik karena Darrel langsung tertangani. Di belakang ada Aruna yang juga sudah sampai, langsung membantu Axcel turun, ia memaksa Axcel untuk diperiksa juga dan Feyra juga menyetujuinya meski ia tahu obat rumah sakit tak akan menyembuhkan Axcel. 

IGD menjadi tempat tujuan mereka, beberapa perawat tengah sibuk mengecek kondisi Darrel, seorang dokter pria dengan usia tak terlalu tua, mungkin sekitar 30 tahunan datang dan langsung ikut memeriksa, Arkan hanya bisa menunggu di luar.

Axcel berada di ranjang yang bersebelahan, ia masih tersadar sebenarnya hanya saja sakit di kepalanya membuat ia tak bisa berpikir jernih, luka lebam di tubuhnya tak seberapa meski ada beberapa yang parah dan mengeluarkan darah, seperti di sudut bibir dan juga lengan. 

"Bagaimana dokter?" tanya Aruna saat melihat dokter itu keluar. 

"Untuk pria dengan luka di kepala harus segera ditangani lebih serius, jika pria yang satunya dia hanya luka ringan, tidak perlu khawatir," ucap dokter itu menjelaskan. 

Arkan yang mendengar itu antara lega karena Axcel baik-baik saja tapi juga masuk khawatir karena Darrel mengalami luka serius. Feyra memberi izin dengan anggukan agar Arkan menjaga Darrel terlebih dahulu.

Aruna menjadi lebih tenang, dia masuk dan melihat Axcel yang tampak sedikit pulih.

"Kepala kamu masih sakit?" 

"Udah enggak," jawab Axcel.

"Maaf ya aku ga bisa ngelindungin kamu," sambung Axcel yang menyadari bahwa sakit di kepalanya membuat dia lemah dan lengah.

"Ssst, udah ga usah di pikirin, toh aku baik-baik aja," jawab Aruna dengan senyum teduhnya. 

"Kak Darrel gimana?" Axcel menyadari sekeliling dan melihat Darrel yang tengah terbaring dengan Arkan di sampingnya. Aruna menjelaskan keadaan Darrel, membuat Axcel merasa bersalah terlebih saat ia melihat Arkan. 

Sementara itu ruangan luas bercat abu-abu dan putih, bangunan yang cukup luas, seperti rumah dengan letak agak terpencil, terlihat senyum puas Brianna memandangi kalung Amethyst. Berbeda dengan Felix yang masih menggerutu kesal karena gagal mendapatkan Aruna, vas bunga di meja kaca itu menjadi sasaran kemarahannya akan sesuatu.

"Ini belum selesai Axcel! Gue harus dapetin Aruna apapun caranya!" 

Tbc. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
I Did [VMin]Where stories live. Discover now