02 ; Schaduwen Van Het Verleden.

Start from the beginning
                                    

Aura menarik napas, "gue bisa sendiri!" mengembuskan napas kasar. Memutuskan untuk berlalu dari Ian, si menyebalkan.

Ian justru membuntuti langkah lebar Aura tetap bersama motornya tanpa menyalakan mesin. "Malem-malem gini yakin berani sendirian naik ojol?" Ian memang hanya bertanya tetapi terdengar dari nada bicaranya seperti sedang menggoda Aura.

"Diem, Kak."

"Cepet naik, Ra, gue pegel nih bawa motor pake kaki doang."

Aura berhenti. "Yaudah tinggal pergi apa susahnya?" Ketus Aura.

"Galak amat, Neng. Tawar baik-baik nih." Ian tertawa geli.

"Males ah kalo ketahuan cewek selusinnya elo, Kak. Nanti pada kerubungin gue. Ogah." Aura merotasikan bola mata malas. Ian justru cekikikan.

"Gampang masalah itu mah. Biar gue yang urus," Ian menstandarkan motor. Menarik pergelangan Aura, menyetop langkah. "Tinggal naik ke jok motor apa susahnya sih?" Ian menarik paksa Aura seakan menculik perempuan itu. Aura pasrah, malas ribut sebab tubuhnya amat lelah.

Aura berakhir duduk di atas jok motor.

"Peluk gue." Ujar Ian. Aura reflek meninju punggung Ian kesal. "Berisik ah!" Ian menanggapinya hanya tertawa kecil.

Jika Aura tak menuruti permintaan Ian 3 detik yang lalu sudah dipastikan Aura pingsan di tempat dengan keadaan kritis. Bagaimana tidak? pertama, Aura tidak pakai helm. Kedua, Ian tanpa ba-bi-bu mengekang gas motor berkecepatan tinggi. Tidak normal. Aura rasa nyawanya nyaris melayang. Kini perempuan itu memeluk Ian erat. Tuhan, Aura tidak mau mati konyol.

"GILA YA LO, KAK?! SENGAJA BIAR GUE MATI CEPET HAH???" Pekik Aura meski ia sudah berteriak sekencang ia bisa namun tetap saja terdengar samar akibat deru mesin serta suara terpaan angin.

10 menit perjalanan. Aura mengembuskan napas lega telah diberi keselamatan oleh Tuhan. Ia rasa harus bersujud syukur hari ini.

"Gak mau lagi gue dibonceng lo," Aura merapihkan rambutnya yang mengembang dan berantakan. "Lo bonceng cewek-cewek lo gini juga gak sih, Kak?"

Ian menggeleng di sela tawa. "Perasaan gue bawa nyantai dah."

Aura mendengkus sarkas. "Nyantai bagi lo yang demen motoran."

Tangan Ian menggapai pucuk kepala Aura. Mengusak rambut Aura tiba-tiba. "Lebih cantikan pas rambut lo berantakan deh, Ra,"

Aura menepis tangan Ian kasar. "Apasih!"

Tertawa geli menjadi kebiasaan Ian tiap kali menjahili Aura. Aura lucu, kalau kata Ian. Setia duduk di atas motor, Ian memandangi kepergian Aura sedang membuka gembok gerbang.

Selesai membuka gembok, Aura menghampiri Ian. "Makasih," Ian hanya menaiki kedua alis seraya tersenyum sebagai balasan. Setelah itu Aura berlalu meninggalkan Ian sendirian.

Ian merogoh sakut jaketnya, mengambil ponsel kemudian membuka aplikasi kamera. Mengarahkan lensa kamera tertuju pada satu objek yaitu Aura. Ian lantas mengulas senyum.

 Ian lantas mengulas senyum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AN ART GALLERY Where stories live. Discover now