Chapter 32 - Dua orang aneh

En başından başla
                                    

"Kamu benar, lalu lakukan apa yang menurutmu benar, Ayah akan selalu mendukungmu." 

"Baik Ayah." 

Kadang kala orang tua yang biasa di segani dan dianggap sebagai seorang bestari, seringkali salah dalam perlihatkan sikap mereka di depan anak-anak. Dan siapa sangka seorang anak yang baru berusia lima tahun itu bisa memiliki pemikiran seorang bestari tanpa harus diajari, sama seperti sang ayah yang kerap disegani karena sikapnya yang lembut dan selalu menghormati keputusan rakyatnya. 

"Kelak jangan ragu untuk mengambil keputusan yang menurutmu benar dan tepat, karena seorang pemimpin yang bestari tidak akan pernah menyia-nyiakan pengorbanan orang lain demi kebaikan bersama."

Kali ini Axcel terbangun tanpa peluh yang membasahi wajahnya, dia terbangun dari tidurnya dalam damai dan seperti telah dipertemukan dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Namun wajah sosok itu tidak terlihat cukup jelas dalam mimpinya, hanya kata-kata yang diucapkannya seolah melekat di benak Axcel. 

Sejak kepulangannya dari rumah Aruna, suhu tubuhnya meningkat drastis, dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Axcel bahkan terkejut dengan kemunculan garis hitam di tubuhnya yang seperti bergerak seolah akar yang sedang tumbuh. Axcel bahkan tidak tahu kapan dia tertidur hingga kini ia terbangun dalam gelap.

"Siapa dia? Pemimpin siapa?" gumam Axcel, lalu tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit dan telinganya berdengung. 

"Arh! Sakit!" erang Axcel menekan kepalanya berharap sakit itu berkurang yang ternyata gagal. 

Bak pemutar film yang bergerak dengan cepat, di memori Axcel  tiba-tiba terlintas seperti adegan tersebut adalah ingatan masa lalunya yang kembali. Dengung menyakitkan seolah kepalanya akan pecah, tidak teratur dan acak. Dari sekian wajah yang melintas, dia mengenali seseorang. 

"A-Arkan? Kenapa? Siapa dia sebenarnya?"

o0o

Sesuai janjinya, Axcel datang lagi untuk menemui Aruna dan memastikan keadaannya. Ia disambut oleh Darrel yang baru saja selesai membuat bubur instan untuk sang adik, Axcel duduk di sofa dan tak lama Aruna keluar dengan wajahnya yang masih terlihat pucat. 

"Gimana keadaan kamu?"

"Mungkin lebih baik, cuma ada memar di sekitar lengan sama punggungnya," Darrel yang menjawab, memberikan mangkuk berisi bubur pada Axcel. 

"Suapin, gue mau keluar bentar, tolong jagain Aruna, dari semalem dia gak mau ngomong apa-apa sama gue." 

Darrel pergi setelah memakai jaketnya, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan. 

"Aku bisa makan sendiri Cel."

"Gak apa-apa aku suapin, kamu yakin udah baikan?"

"Aku cuma masih shock aja, yang kemarin itu ... aku ... bodoh." 

"Gak, kamu gak bodoh, cuma terlalu percaya sama orang lain, kamu  itu terlalu baik." 

Terlihat sekali wajah Axcel yang masih sedikit menyimpan emosinya, Aruna yang sadar akan hal itu, memegang tangan Axcel yang bebas. 

"Makasih, aku nggak tau kalo gak ada kamu mungkin aku udah... " Aruna tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya dan memilih menundukkan kepalanya. 

"Gak usah dibahas lagi, yang penting kamu sekarang baik-baik aja." 

"Tapi Cel-"

"Kamu tau kan aku juga suka sama kamu?"

"Eh? Ma-maksudnya?"

"Sama kayak Felix, aku juga suka sama kamu, tapi aku gak seberani dia buat ngungkapin hal itu sama kamu selama ini. Aku pengecut," Axcel meletakkan mangkuk bubur di tangannya, karena Aruna enggan untuk ia suapi. 

I Did [VMin]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin