Chapter 31 - Menyelamatkan

Start from the beginning
                                    

Meninggalkan pikiran negatifnya, Axcel memilih untuk bersiap-siap, meskipun malas rasanya tapi dia harus tetap berangkat ke kampus, karena ia mengemban tanggung jawab di sana sebagai ketua BEM. Ini adalah keputusannya untuk mengisi waktu dan tidak terlalu memikirkan semua hal yang mengganjal yg terjadi di hidupnya. 

oOo

Berbeda dengan Axcel yang tampak tak semangat di pagi harinya, Aruna justru telah sampai di kampus, menunggu sidang skripsinya berharap kali ini tidak ada yang harus direvisi lagi. 

"Tumben udah nangkring di sini Kak?" itu suara Felix yang tiba-tiba muncul dan duduk di sisi Aruna. 

"Nunggu sidang," jawab Runa masih dalam mode ramahnya, meskipun merasa tak enak karena telah menolak Felix, dia tetap berusaha agar tidak ada permusuhan diantara mereka. 

"Waahh, udah mau sidang ya~ bentar lagi Kakak lulus dong?" 

"Ya, bosen juga lama-lama ngampus mulu." 

Ucapan Aruna mendapat respon tawa dari Felix, tatapan memuja itu masih ada, Aruna juga sadar akan hal itu, tapi dia memilih abai dan bersikap biasa saja. Sungguh dia sedang dalam situasi yang tak mengenakkan kali ini. 

Perbincangan singkat terjadi dan berakhir dengan Aruna yang kembali tak bisa menolak ajakan Felix untuk pergi bersama, dengan alasan merayakan keberhasilan Aruna dalam skripsinya. 

o0o

Langit sore menyapa, meski belum ada warna jingga yang menghiasi langit bagian barat, tapi jam menunjukkan siang hampir berganti malam. Axcel melihat dengan jelas, siapa yang sedang bersama dengan Aruna dan entah kenapa dia memiliki perasaan aneh tentang kedekatan mereka. 

Axcel masih mengingat dengan jelas karena terakhir kali, mereka berakhir dengan ketegangan akibat penolakan Aruna. Hal ini membuat Axcel diam-diam kembali menjadi penguntit, setelah menyalakan mesin motornya ia memutuskan untuk mengikuti keduanya dari kejauhan. 

Tidak ada yang mencurigakan, mereka hanya membeli makan dan berjalan-jalan santai di sekitar alun-alun kota. Tak dipungkiri, Axcel merasa iri akan hal itu, karena sejauh ini kedekatannya dengan Aruna hanya sebatas makan siang bersama dan belajar di perpustakaan bersama. Belum lagi senyum Aruna yang ia tampakkan bukan hanya kepadanya membuat hati Axcel mencelos, apa ia cemburu? 

Dari kejauhan terlihat keduanya meninggalkan alun-alun kota, niat awal ia akan pulang karena mungkin setelah ini Felix akan mengantarkan Aruna kembali ke rumahnya. 

"Kenapa Kak?" Felix terlihat sedikit khawatir, namun terselip senyuman di sudut bibirnya. 

"Gak tau kenapa kok tiba-tiba pusing, pulang aja yuk!" tak ada rasa curiga di hati Aruna, dia hanya ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuhnya, mungkin pusing itu datang sebab dia kurang istirahat akhir-akhir ini. 

"Rumahku deket kok dari sini, kita cari obat dulu buat Kakak, abis itu aku anterin Kakak pulang," bujuk Felix dan diangguki oleh Runa. 

Mereka sampai di rumah Felix,  bangunan cukup besar dengan halaman yang luas, bentuk rumah yang umum hanya saja lebih besar dari sekitarnya. Aruna turun dari mobil dibantu oleh Felix, mereka memasuki rumah meninggalkan Axcel dengan rasa penasarannya di luar sana. Ya, Axcel tak jadi meninggalkan mereka karena ia merasa ada yang aneh kali ini. Karena rasa tak nyaman itu jadi ia kembali mengikuti keduanya dan berakhir di sini.

Rasa penasaran semakin menggebu ketika samar-samar Axcel seperti mendengar suara Aruna dari dalam rumah. Memutuskan turun dari motornya, Axcel mencoba mencari cela untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah itu. 

Pintu terkunci bahkan jendela pun tertutup rapat oleh gorden, Axcel mengumpat karena hal itu membuat rasa khawatirnya semakin besar. 

Dalam diamnya Axcel memperhatikan kedua tangannya sendiri mencoba untuk berkonsentrasi dan mengatur emosinya. Entah apa yang ia ucapkan di hatinya ketika melayangkan telapak tangannya pada daun pintu yang terkunci rapat dari dalam. Yang jelas tiba-tiba saja seperti ada angin kencang yang mendobrak pintu tersebut hingga rusak dan terbuka. Axcel tersenyum kecil melihat apa yang ia harapkan terjadi, setidaknya kali ini kekuatannya berguna, kemudian ia berlari memasuki rumah tanpa permisi. 

"Gak, aku gak mau~ lepasin! Kamu gak bisa maksa Felix! Aku gak suka sama kamu!" suara tegas namun cukup lemah terdengar di telinga Axcel. 

Berlari ke sumber suara, Axcel menemukan Felix di sebuah kamar sedang mengungkung Aruna di atas tempat tidurnya. Emosi yang sempat ia tahan tiba-tiba tak terkendali, warna mata Axcel berubah sedikit kehijauan, tangannya melayang tertuju ke jendela kaca di kamar itu. 

Beberapa detik kemudian jendela itu pecah dan muncul ranting pohon entah dari mana masuk ke dalam kamar tersebut, bergerak seolah hidup dan langsung menjauhkan tubuh Felix dari Aruna hingga Felix sedikit terpelanting. Felix terkejut dengan serangan tiba-tiba itu, ia menahan lilitan cabang pohon pada tubuhnya yang menghimpitnya ke dinding kamar.

Ringisan rasa sakit terlihat di sudut bibir Felix yang tak bisa bergerak, mulutnya tak bisa mengeluarkan suara, sebab ranting pohon yang mencekik lehernya semakin terasa kuat.

Aruna yang keadaannya tak lebih baik, meski terkejut melihat apa yang terjadi di depan matanya dengan wajah sembab dan baju yang berantakan, ia berlari ke arah Axcel dengan tubuh lemas akibat minuman yang di beri Felix sebelumnya, ia memang sedikit takut melihat ekspresi Axcel yang tampak berbeda dan penuh amarah tapi ia tetap melakukannya untuk menenangkan Axcel dengan memeluknya.

"Cel~ aku gak apa-apa, lepasin dia, aku mohon~" 

Seperti tersadar mendengar permintaan Aruna, Axcel dengan kasar melepaskan Felix dari jeratan. Iris yang saling bertemu perlahan merubah warna mata Axcel kembali ke semula.  

Axcel melepaskan kemejanya dan memakaikannya pada Aruna lalu menggandeng tangan yang bergetar itu keluar dari kamar Felix yang sudah sangat berantakan, meninggalkan si pemilik rumah yang masih terkejut dan lemas kehabisan napas, namun Axcel tak peduli, ia tak takut jika nanti Felix menyadari keanehan pada dirinya dan melakukan sesuatu kepadanya, fokusnya hanya menyelamatkan Aruna.

Motor melaju dengan kecepatan tinggi, tanda si pengendara masih termakan emosi. Aruna di belakangnya hanya mendekap erat pria penyelamatnya. Tidak ada obrolan, namun mereka bedua tahu akan ada banyak pembahasan di kemudian hari. Saat ini mereka hanya ingin menjauh dari tempat itu, secepat mungkin.

Aruna tiba-tiba menyadari ada garis siluet hitam di tubuh Axcel yang tampak samar karena semakin menghilang. Seperti pola menjalar akar pohon, awalnya ia mengira itu tato tapi karena akhirnya perlahan memudar ia menyadari bahwa itu bukan seperti yang ia pikirkan. 

"Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan Axcel ….


oOo

Sementara di kamar yang berantakan tadi Felix mencoba bangkit dengan amarah memuncak. 

"Sialan!" makinya sembari terbatuk karena napasnya belum stabil. Ia mengelus lehernya dengan binar mata penuh dendam. Seringai muncul kemudian saat menyadari siapa lawannya.

"Axcel Devantara, oke ini semakin menarik."

Tbc

IfaDita terima kasih sudah berjuang bersama sampai hari ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


IfaDita terima kasih sudah berjuang bersama sampai hari ini. Tetep saling menyemangati yes.

Oke, chapter 31 akhirnya bisa up. Semoga kalian ga bosen dengan cerita ini dan masih setia ngawal sampe hari ke 50.

Jangan lupa Vomentnya yah. 😘😘

I Did [VMin]Where stories live. Discover now