-Part 3-

845 152 24
                                    

Sudah hampir 2 jam Chaeyoung fokus mendengar penjelasan guru matematika didepan namun tetap saja semua penjelasan itu seakan tidak ingin masuk kedalam fikirannya.

Ck, kenapa si matematika itu sulit? Kenapa juga matematika harus wujud?

"Baiklah anak anak, kelas sudah berakhir. Kalian bisa keluar" ujar sang guru yang mampu membuatkan Chaeyoung bernafas lega.

"Chae, ayo kekantin" ujar Yeri, sahabat yang memang cukup mengenali Chaeyoung.

"Ayo Yer" Chaeyoung langsung menggandeng Yeri menuju kekantin lalu mereka menghampiri Lisa yang sudah duduk dibangku bersama Jihyo.

"Lama banget si kalian" omel Jihyo.

"Salahin tuh guru. Panjang banget penjelasannya" keluh Yeri.

"Matematika?" Tebak Jihyo.

"Iya lah" sahut Yeri.

Lisa mengelus kepala kembarannya "Pusing?"

Chaeyoung mempoutkan bibirnya dan mengangguk "Matematika itu sulit Li" adunya.

"Tidak apa apa, nanti kita belajar bersama" ujar Lisa menyemangati Chaeyoung.

"Kalian sudah pesan makan?" Tanya Yeri.

"Sudah kok" sahut Lisa.

"Chae, lo mau makan apa? Biar gue pesankan" ujar Yeri.

"Seperti punya lo saja deh" sahut Chaeyoung menyerahkan beberapa lembar uang kepada Yeri.

"Okay" Yeri bangkit lalu berganjak untuk memesan makanan.

Bersamaan dengan itu, makanan yang dipesan oleh Jihyo sama Lisa tiba namun mereka tidak langsung memakannya gara gara mereka ingin makan bersama Chaeyoung dan Yeri.

"Apa tidak apa apa nanti malam kamu ditinggalkan sendirian?" Tanya Lisa.

Chaeyoung meletakkan kepalanya dipundak Lisa "Tidak apa apa Lis" sahutnya.

"Maaf ya, aku tidak bisa membantu kamu dari emosi Appa" jujur saja Lisa merasa bersalah. Chaeyoung itu adalah kembarannya jadi rasa sakit dihati yang dirasakan oleh Chaeyoung itu juga pasti akan dirasakan olehnya namun dia tidak bisa melakukan apa apa untuk membantu Chaeyoung.

Selama ini juga mereka memang hanya akan bermanja disekolah agar tidak ketahuan oleh Dowon. Dimansion pula mereka terpaksa berpura pura cuek agar tidak menerima amukan dari sang Appa.

*

Berkas berkas yang ada didepannya itu ditatap dengan nanar. Matanya sudah capek dan harus segera diistirahatkan namun pekerjaannya itu masih banyak membuatkan dirinya terpaksa bertahan.

Ceklekk

Raut wajahnya sontak berubah ketika melihat sosok yang memasuki ruangan kerjanya.

"Sayang" Suho, tunangan Jisoo itu memasuki ruangan itu dengan membawa bungkusan makanan yang dibelinya.

"Babe? Kamu kenapa kesini?" Tanya Jisoo.

Suho meletakkan bungkusan makanan itu diatas meja lalu berganjak menghampiri Jisoo "Aku tahu kamu bakalan sibuk sehingga tidak ada waktu untuk makan siang makanya aku membawakan makan siang untuk kamu. Kita makan berdua disini ya"

"Tapi pekerjaan aku masih banyak Babe" ujar Jisoo mempoutkan bibirnya.

Suho terkekeh kecil "Biar aku bantu" dia mengambil kursi dan berganjak duduk disamping Jisoo. Dengan fokusnya dia membantu Jisoo menyelesaikan pekerjaan Jisoo yang terlalu banyak itu.

Jisoo pula tersenyum dengan terus menatap side profile Suho. Hah, cowoknya itu memang sosok yang cukup pengertian. Jisoo bersyukur karena kedua orang tuanya menerima kehadiran Suho. Itu juga gara gara orang tua Suho memang menjadi teman kepada Dowon.

Dengan tunangannya itu lah Jisoo bisa menunjukkan sikap manjanya. Dia seakan bisa menjadi dirinya sendiri ketika bersama Suho. Selama ini Suho lah yang menjadi sandarannya disaat dirinya benar benar rapuh.

"Sudah selesai"

"Eh" Jisoo tersadar dari lamunannya. Sepertinya dia sudah lama melamun sehingga dia tidak sadar kalau Suho sudah menyelesaikan semuanya.

"Aku tahu aku ganteng makanya kamu tatap aku mulu hurm" goda Suho mencubit pipi Jisoo dengan gemas.

"Apaan si" ujar Jisoo malu malu.

Suho terkekeh kecil "Ayo makan" dia menggandeng Jisoo menuju kesofa lalu mereka mula menikmati makan siang mereka bersama.

Disisi lain, terlihatlah Jennie yang hanya melamun ditaman kampusnya. Kelasnya sudah berakhir 30 menit yang lalu namun dia tidak ada niatan untuk pulang. Fikiran masih dipenuhi oleh obrolannya dengan Chaeyoung tadi pagi.

"Memangnya orang bodoh itu tidak berhak bahagia?"

"Orang bodoh juga berhak bahagia,  namun kita berbeda Chae. Tidak ada kata bebas didalam hidup kita. Kita dituntut untuk menjadi yang terbaik. Hanya itu keinginan Appa"

"Tapi sampai kapan kita harus mengikuti keinginan Appa? Kenapa kita tidak berhak melakukan apa yang kita suka?"

"E-Eonnie tidak ada jawaban untuk itu"

"Mungkin kita bakalan menjadi boneka Appa sampai kita mati"

Mati.

Satu kata yang mampu membuatkan firasat Jennie buruk. Kenapa adeknya itu mengatakan kata kata itu? Apa adeknya memang sudah benar benar capek sehingga kata kata itu terlintas difikirannya.

"Ah itu tidak mungkin. Chaeyoung pasti tidak mungkin melakukan hal itu. Chaeyoung anak yang kuat" gumamnya berusaha menyangkal perasaan aneh dihatinya.

Tapi, sekuat apa pun sosok itu, sisi rapuhnya tetap saja ada bukan? Bagaimana jika sisi rapuh itu sudah memenuhi kehidupan adeknya? Apa adeknya akan menyerah?

Lamunan Jennie buyar ketika satu susu kotak menghalangi pemandangannya. Dia mendongak menatap sosok yang memberikannya susu kotak itu "Kai" gumamnya pelan lalu mengambil susu kotak itu.

"Mikirin apa hurm?" Kai berganjak duduk disamping Jennie.

"Semuanya. Aku memikirkan kehidupan aku, kehidupan saudara aku dan masa depan untuk kami ber4" ujar Jennie  meletakkan kepalanya dipundak sang pacar.

Kai tersenyum tipis "Aku tahu kamu kuat. Kalau saudara kamu rapuh, kamu harus menjadi sosok penyemangat mereka. Dan aku, aku akan menjadi penyemangat kamu"

Jennie ikut tersenyum. Pacarnya benar. Dia harus menjadi kuat untuk ke3 saudaranya itu.











TENANG SEMUANYA. CERITA INI FOKUS UTAMANYA ADALAH TENTANG PERSAUDARAAN. JADI KALIAN JANGAN KHAWATIR SAMA ALUR PACARAN. ALUR PACARAN ITU HANYA UNTUK PELENGKAPNYA. TIDAK BANYAK KOK😘



Tekan
   👇

Senja ✅Where stories live. Discover now