7

476 38 2
                                    

seperti biasa, setelah selesai dengan segala yang berhubungan dengan kontrol dovin, yosha pasti selalu menyempatkan diri untuk tetap dikamar dovin beberapa menit, membiarkan dovin bertanya atau mengobrol tentang apapun padanya

"capek kemaren?" tanya yosha dibalas gelengan pelan dari dovin

"nggak juga, capek dikit tapi lebih banyak senengnya" jawab dovin tersenyum kecil

"kemarin aku sama kak lora nonton abang sama kakak tampil, trus ketemu hiro juga, dia kenalin temen-temennya ke aku. ngeliat banyak orang seumuran aku bisa bebas sekolah, main, punya banyak temen tuh bikin aku iri, kepikiran nanti aku bisa gak ya dapet temen banyak? kalau aja aku gak punya penyakit ini, kira-kira aku punya banyak temen gak ya? atau nanti udah sembuh, bisa gak ya dapet temen banyak? atau aku emang gak akan sempat rasain punya temen?"

yosha menghela nafasnya berat, tersenyum kaku sambil mengusap rambut dovin yang saat ini sedang bersandar ke dinding kasurnya, sedangkan yosha duduk di kursi yang ada disamping kasur dovin

"kan ada kak yosha, ada bang haikal, kak jenar, terus temennya abang sama kakak kayak kak lora, kak janu, terus hiro, bahkan bunda sama ayah, semuanya bisa jadi teman buat kamu" jawab yosha berusaha membujuk dovin

"tapi bukan itu poinnya" ucap dovin pelan, namun cukup terdengar untuk yosha.

yosha sendiri tau maksud dovin, yang dia tanyakan sebenarnya adalah 'apakah dia akan bisa merasakan memiliki banyak teman seumurannya dengan keadaannya seperti ini, apakah dia akan sembuh lalu bisa merasakan semua itu, atau malah sebaliknya?'

namun yosha jelas tidak bisa menjawab hal itu. sisi buruknya, semua orang tau bagaimana keadaan dovin saat ini, singkatnya dia benar sudah di ujung, tidak ada jalan lain selain transplantasi jantung. sisi baiknya jelas, tidak ada yang tau takdir tuhan, apa yang akan terjadi kedepannya tidak ada yang tau. yosha tidak bisa menjawab pertanyaan dovin sembarangan, dovin sendiri jelas tau dan sadar bagaimana keadaan tubuhnya, yosha tidak mau menjawab apapun yang bisa saja membuat pikiran dovin semakin bercabang.

yosha tidak pernah bosan ataupun muak mendengar dovin yang selalu bertanya apa yang akan terjadi kedepannya, apa yang akan terjadi padanya, atau dovin yang mengeluh lelah, capek, bosan dengan semuanya, tidak bisa melakukan ini itu, tidak bisa makan ini itu, tiap hari selalu minum obat, tiap hari selalu takut akan masa depan, selalu. yosha tidak akan pernah bosan ataupun muak dengan semua itu, dia siap mendengar apapun dari dovin, keluhnya, sedihnya, capeknya, juga menenangkannya saat menangis.

hanya saja, yosha selalu bingung harus menanggapinya bagaimana. dia kenal jelas, dovin itu tidak pernah lepas dari pikiran buruknya, dia tidak mau jawabannya atas semua keluh kesah dovin malah semakin membuat keadaannya memburuk, dia tidak mau dovin semakin berfikir yang tidak-tidak nantinya.

"percaya takdir tuhan yang paling baik, ya?" usapan lembut lagi-lagi yosha berikan pada dovin.

dovin hanya diam, mengangguk pelan meski otaknya terus memutar kemungkinan-kemungkinan buruk.

"kakak pamit, ya? kamu istirahat aja" ucap yosha sambil beranjak dari posisinya

"sehat-sehat ya dovin, jangan capek dulu, banyak yang sayang kamu" sambungnya lagi dengan senyum lembutnya, dibalas anggukan pelan dari dovin

"makasih, kak"

yosha melambai kemudian keluar dari kamar dovin, meninggalkannya dengan perasaan yang ntah kenapa tiba-tiba terasa sepi.

dia menatap kesekeliling kamarnya, melihat semua barang-barang yang dia miliki, melihat semua foto-foto yang terpajang disana, mengingat semua yang pernah terjadi disini.

aneh, dia merasa kosong saat ini, perasaannya semakin kacau, takut.

dovin.

apa dia masih bisa berharap bahwa semua ini adalah mimpi?

For You - Doyoung TreasureWhere stories live. Discover now