"Helios."

"Ya?" Helios memiringkan kepalanya sambil menatap Chloe.

"Aku akan membantumu menemukan kekasihmu, aku juga akan membantumu merawan kandunganmu. Jadi kau harus hidup dengan baik bersamaku sampai kekasihmu benar-benar bisa menjagamu, oke?"

"Oke."

Dada Chloe menghangat hanya dengan menatap senyum manis yang menghiasi wajah Helios. Beginikah rasanya memiliki keluarga untuk dijaga?

Helios, aku akan menjagamu.

Suara hatinya tenggelam bersama dengan teja di langit kelabu yang terpangpang di jendela apartemen, bagai badai yang berlalu, teja pun memberi warna di langit gelap itu.

Seperti hidupnya yang semula kelabu menjadi berwarna karena kehadiran Helios, putra bungsu dari keturunan keluarga murni.

----

Matahari sudah lama terbenam, langit malam Tokyo masih terang benderang seperti biasanya. Kios-kios masih ramai menjajakan dagangannya, club-club malam semakin ramai oleh berbagai kalangan.

Ryuu duduk di sofa yang sudah dipesan oleh Keita sebelumnya, malam ini tim mereka mengadakan pertemuan setelah lama tidak saling menyapa.

Sasaki dan Muji datang lebih dulu lalu disusul oleh Ryuu dan Asahi, mereka duduk sambil bercanda gurau dengan saling melempar ejekan satu sama lain.

"Sasaki, bagaimana bisa kau menolak putri kampus? Dia jelas-jelas menyukaimu dan kau mencampakkannya haha." Ryuu menepuk pundak Sasaki sambil tertawa.

"Sudah aku bilang aku tidak tertarik, aku punya proyek lanjutan yang harus ku kerjakan. Tidak ada waktu untuk hubungan seperti itu."

"Ayolah dude, apa kau tidak lelah melakukannya dengan tanganmu sendiri?"

"Hm? Bagaimana dengan dirimu sendiri Tuan Nakamoto? Bukankah kau juga tidak punya pasangan?" Sasaki menimpali.

"Aku? Oh maaf aku lupa memberitahu kalian," Ryuu menarik Asahi yang duduk di sebelahnya ke dalam rangkulannya lalu melanjutkan. "Aku dan Aci-chan sudah berpacaran sejak kita meninggalkan pulau."

"Hah? Kenapa tidak memberi tahu ku?"

"Kami lupa." Asahi menanggapi.

"Muji, kenapa kau tidak terkejut?" Sasaki bertanya kepada Muji.

"Aku sudah tau."

Sasaki hendak mengajukan banyak pertanyaan tapi perhatian dari semua orang disana terfokus pada kedatangan Keita dan seorang gadis di sisinya.

Ryuu jelas tidak menyukai wanita itu sedangkan Asahi terlihat memalingkan pandangannya, menolak kontak mata.

Muji tidak banyak berekspresi tapi Sasaki jelas terlihat menyambut wanita itu, Sasaki selalu menjadi orang yang tidak tahu apa-apa.

"Kalian sudah datang."

"Ya, siapa itu yang kau bawa?" tanyal Sasaki.

"Ini Hanabi, kekasihku."

Keita menarik tangan Hanabi dan mengisyaratkan wanita itu agar duduk di sampingnya. Sasaki dapat melihat jelas wajah penuh permusuhan yang dilontarkan Ryuu.

"Ketua, aku kira ini adalah reuni jadi kenapa kau membawa orang luar? Bagaimana ini? Aku jadi tidak bisa mengenang masa lalu." sindir Ryuu dengan wajah sinisnya.

"Dia bukan orang luar, dia kekasih ku. Lagi pula mengenang masa lalu apa maksudmu?"

"Sesuatu seperti apa yang kita lakukan saat di Palung Mariana haha, oh iya aku bertemu Helios kemarin."

"Helios?" Muji menimpali.

"Oh? Dia datang ke Tokyo? Ada apa?" Sasaki menaruh cangkirnya dan menerobos ke dalam obrolan.

"Dia mencari Keita, bagaimana Keita? Apa kau sudah bertemu dengannya?" Asahi bertanya kepada Keita.

Keita terdiam sejenak, tangan Hanabi yang menggenggam tangannya seketika mengencang membuat Keita menoleh kepada wanita itu. Keita pun kembali menatap teman-temannya lalu menjawab.

"Aku tidak tau siapa dia, sudahlah masa lalu hanyalah masa lalu untuk apa kau mengungkitnya?"

"Oh ya?" Ryuu menaikan nada suara.

"Ryuu, aku tidak tahu kenapa kau sangat membenci Hanabi dan aku juga tidak perduli soal itu, tapi jika kau melontarkan kata-kata yang menyinggung hubunganku dengannya, aku tidak akan segan untuk memukulmu." Keita berkata dengan geram.

Hanabi yang duduk di antara mereka hanya terdiam dengan terlihat seringai di wajahnya.

"Coba saja, aku juga sangat ingin membenturkan kepalamu lagi!" Ryuu menyerah dan kembali mengambil segelas penuh bir dan menelan isinya sampai habis.

Asahi tidak banyak berbicara begitu pula Muji, sedangkan Sasaki masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi.

Keita terdiam sambil mengamati isi gelasnya, merenung dalam pikirannya sambil diam-diam mendengungkan nama Helios dalam benaknya.

Lagi-lagi bagian dalam dadanya terasa tidak nyaman seperti ada sesuatu yang terlupakan tapi ia tidak ingat apa itu, seketika wajah seorang pria cantik yang tiba-tiba menemuinya di hari di mana ia sedang bersama Hanabi pun menyeruak masuk ke dalam pikirannya.

"Aargh-- ssh!" Keita sontak menekan kepalanya yang terasa sakit.

Semua orang di sana terlihat panik kecuali Ryuu yang bahkan tidak bergeming sedikitpun dari posisinya, dengan tatapan mengejek ia berkata.

"Sekali lagi kau melupakannya, hadapilah amnesia sialanmu itu atau aku akan membiarkanmu mati seperti itu bajingan haha."

"Ryuu!" Muji mencoba memperingati Ryuu yang mulai kehilangan kesabarannya lagi.

"Muji! Jika memang dia amnesia harusnya dia mencoba mengingat apa yang dia lupakan bukan malah bertekad membuka lembaran baru dan meninggalkan lembaran lama yang terus menunggu untuk dilanjutkan. Si sialan ini--"

Ryuu belum sempat menyelesaikan ucapannya karena ia tiba-tiba merasakan sebuah pukulan melayang ke wajahnya, ia melihat Keita dengan mata memerah dan ekspresi penuh kemarahan.

"Maki aku semaumu, jika memang memori itu berharga maka tunjukan padaku karena aku sudah sangat bersyukur bisa melupakan apa yang terjadi disana."

"Apa maksudmu?"

"Jika Helios yang kau bicarakan adalah pria kecil dengan kulit putih pucat serta berambut perak dengan manik mata kebiruan, maka aku tidak akan ingin mengingatnya lagi."

"Sialan kau." Ryuu mencoba melepaskan tangannya dari Keita tapi usahanya sia-sia.

"Aku bukan gay, jadi aku tidak peduli dengan hubungan ambigu atau memori sialan yang terus kau ucapkan itu. Aku tidak ingin mengingatnya."

Keita menghempaskan tubuh Ryuu lalu dengan segera ia menarik tangan Hanabi dan pergi dari sana, meninggalkan Ryuu yang masih berusaha melontarkan kata-kata kasar padanya.

Ryuu kehilangan kesabaran, seluruh tubuhnya bergetar. Ia terus membayangkan bagaimana pria kecil dari palung itu datang sendirian ke Tokyo tanpa seorang pun yang menjaganya hanya untuk menemui kekasih yang ia tunggu selama ini. Namun orang itu malah melupakannya hanya karena kecelakaan sialan.

"Ryuu, tenanglah." Asahi menarik Ryuu ke dalam pelukannya.

"Aku marah sekali Aci-chan." Ryuu berkata dengan suara merengek tapi Asahi tahu bahwa itu hanya bentuk kepura-puraan Ryuu untuk menutupi amarahnya.

"Aku tahu."

Sasaki dan Muji yang menyaksikan semua keributan itu hanya bisa terdiam seakan-akan jika mereka mengeluarkan satu patah kata saja bisa membuat Ryuu berbalik memukul mereka.

Tatapan mata Muji bertemu dengan Sasaki, keduanya hanya bisa saling tersenyum canggung sambil menepuk bahu masing-masing.

-------- bersambung

Black Pearl [Open PO]Место, где живут истории. Откройте их для себя