Bab 1. About Us

123 22 8
                                    

Matahari mulai meninggi. Ayam berkokok nyaring sedari tadi. Bumi terus berotasi. Hari pun telah berganti hari. Hanya satu yang tak berganti, posisi tidur dari para bidadari yang masih terlelap hingga siang hari.

"Anak-anak mana?" tanya sosok yang baru muncul dari luar dengan setelan olahraganya yang basah keringat.

"Belum bangun, Om."

Kaizer melirik jam di tangannya. Ada desahan terdengar.

"Orange juice, no sugar with less ice."

Sosok yang ia ajak bicara mengulurkan segelas jus jeruk segar dengan gelas berembun.

"Mereka itu perempuan apa bukan? Bisa- bisanya jam sebelas belum bangun?"

"Biar saya bangunkan," ucap gadis berjilbab tadi sembari terkikik.

"Mmm... Brunch-nya sudah tersedia di meja."

"Danke."

"Bitte."

Suara langkah kaki terdengar memecah hening, menyusuri tangga. Derit pintu menyusul setelahnya.

"Guten Morgen!!"

Suara gorden dibuka terdengar. Cahaya dari luar masuk, membangunkan si kembar tiga dan saudari mereka yang lain.

"Udah subuh?" tanya salah satunya.

"Hampir dzuhur. Dua puluh lima menit lagi. Om Kai sudah nunggu di bawah. Kalian bertiga kalau tidak cepat mandi bisa-bisa nanti di-"

"Bening! Binar! Bintang! Berlian!" Suara menggelegar terdengar dari ambang pintu.

"Tuh, bapak kalian marah."

Empat orang itu segera berlarian dan mengambil handuk. Mereka lupa jika pemilik rumah yang asli telah kembali. Ya, pria bernama Kaizer itu kembali ke Indonesia.

"Kenapa mereka tidak berubah padahal sudah gadis semua. Laki-laki mana yang mau meminang mereka kalau kelakuan mereka seperti itu?"

"Ya itu hasil karya Om sendiri, kenapa Om selalu memanjakan mereka? Padahal Abi Tjandra dan Umi kan sebenarnya mendidik mereka penuh kedisiplinan. Om yang terlalu memanjakan mereka. Sekarang, ya beginilah adanya."

Kaizer mendengkus.

"Ratu, tolong jemput Ken dan Rea. Waktunya mereka pulang."

Ratu mengangguk. Ia adalah sahabat baik dari Bening dan si kembar tiga sejak kecil. Mereka hidup bertetangga kala itu. Kakak Ratu, Raja, merupakan rekan Bumantara, kakak si kembar tiga. Sama-sama menjadi anggota kepolisian meski di divisi berbeda.

"Kuncinya." Kaizer mengulurkan sebuah kunci motor.

"Jalan kaki saja, si kembar biasanya lebih senang lewat jalan setapak dari pada jalan utama."

"Jangan ajari anakku mencuri murbey di kebun tetangga lagi!"

Ratu hanya terkikik sembari menuruni tangga. "Tidak janji ya, Daddy."

Kaizer menatap punggung Ratu yang perlahan menghilang. Binar yang sudah selesai mandi kebetulan keluar dari kamar saat mendapati lelaki yang biasa ia panggil Daddy itu tersenyum sendiri.

"Dad?"

Kaizer menoleh. "Cepat ajak kakakmu turun. Daddy tunggu di ruang makan!"

Mendadak Kaizer kembali bermode bengis.

"Ish, Daddy. Males ih galak-galak gitu."

Kaizer menoyor kepala Binar. "Siapa suruh kalian buat Daddy marah pagi-pagi, hm? Gadis macam apa jam segini baru bangun?"

"Dad! Kami tuh semalem nonton bareng. Mumpung libur dua hari. Lagian tadi juga udah subuhan terus baru tidur lagi." Bintang menyela.

Kini keempatnya sudah selesai semua. Mereka sudah siap diceramahi Kaizer.

"Bening, kamu yang paling tua. Kenapa kamu juga malah ikut-ikut mereka?"

"Maaf, Dad. Capek banget ngantuk. Wajar dong kalau leha-leha di hari libur."

Kaizer menyugar rambutnya. "Leha-leha? Kalian perempuan. Lihat, harusnya kalian seperti Ratu. Dia subuh-subuh sudah masak, berberes rumah, memandikan dan menyuapi Ken juga Rea, mengantarkan anak-anak Om les. Dia bisa memanage waktu dengan baik, kenapa kalian tidak?"

Keempat putri Tjandra itu saling lirik. Memang, mereka selalu saja dibandingkan dengan Ratu yang entah mengapa memang rajin sejak kecil.

"Daddy! Daddy! I'm home!"

Si kecil Ken dan kakaknya Rea berlari dari pintu utama. Kaizer memeluk dua buah hatinya. Pria tiga puluh enam tahun itu menggendong bocah berumur lima dan tujuh tahun tersebut bersamaan.

"Les apa hari ini, hm?"

"Miss Dewi ajarin kami tentang Sains in Quran," kisah Rea.

Adiknya mengangguk-angguk saja. Ia memang tak secerewet kakaknya karena sempat mengalami gangguan bicara. Ken dan Rea kehilangan ibu mereka sejak masih kecil.

Ken bahkan harus terapi wicara saat berusia dua puluh enam bulan. Ia baru bisa mulai berbicara di usia tiga setengah tahun setelah Ratu mendedikasikan diri sebagai pengasuh paruh waktunya.

"Ayo makan." Ratu mengajak semua anggota di sana untuk turun ke lantai bawah.

Bening dan tiga adiknya melangkah gontai.

"Daddy tuh lama-lama ngeselin ya. Apa-apa Ratu, apa-apa Ratu," bisik Bintang.

Keempat orang di sana diam-diam mengamati kedekatan Ratu dengan dua anak Kaizer yang lain.

Ra, kamu tahu kan aturan persahabatan kita? Jangan sampai kamu melanggar aturan itu... batin Binar.

✨✨✨✨✨✨✨✨

Assalamualaikum

Cerita baru mungkin akan tayang everyday hehe

Ada Bumantara, Angkasa, Bening, Binar, Bintang, Berlian... Anak-anak Tjandra...

Oh iya... Kaizer ini adik tiri mamanya Safura... Seayah beda ibu... Sedang dengan Umi Dianty, Kaizer ini seibu beda ayah...

Umi Dianty punya dua adik, Rianty dan Kaizer..

Umurnya terpaut lumayan ya...






Our StoriesWhere stories live. Discover now