Badboy Ganteng Jadi Babu Si Cupu

419 5 2
                                    



Motor supra peninggalan almarhum ayahnya mogok di tengah jalan, dan tengah malam menjelang pagi menambah kesialan Saepudin karena harus mendorong kawan terbaiknya sendirian.

"Ada elo ternyata. Kenapa nih motor butut Lo? Minta dibakar sekalian sama pemiliknya? Hahaha." Dari arah belakang terdengar suara yang sudah tak asing selama di sekolah, bersamaan dengan suara motor sport-nya yang super mahal dan menjadi idaman hampir semua orang. "Enggak kenapa-napa."

Saepudin memasang muka malas, lalu melanjutkan mendorong motor bututnya. Tapi sikap tak acuhnya membuat Devano marah karena merasa diabaikan. "Songong amat lu bocah yatim! Gua sumpahin bentar lagi nyokap lu modar biar jadi piatu! Paket lengkap hahahaha,,," Devano melepas helm keluaran terbaru, yang budget-nya sudah setengah harga mobil.
Dikibasnya rambut semi gondrong dengan perawatan kelas atas tersebut. Berbanding terbalik dengan tampang seorang Saepudin si cupu anak rongsokan. "Gua ga suka elo berani diemin gua! Lo harusnya tunduk ketakutan, dasar anak setaaaan! Sini lu,,," Ia turun dari motor, lalu melepas jaketnya, aura badboy makin menguat dari pesonanya. "Gua bilang berenti dan balik ke hadapan gua! Lu paham kan...."

Rambut gimbal Saepudin yang penuh kutu karena jarang keramas ditarik oleh Devano, itu membuat si cupu sampai jatuh dalam keadaan duduk di aspal. "Elo pake narkoba." Suara bergetar yang amat dalam terdengar dari sosok Saepudin, yang tanpa melakukan perlawanan apapun berhasil membuat Devano terdiam kaku. "Apaan? Elo bi--bilang apaan, nyet! Ga jelas amat,,," Ia mencoba menyembunyikan rasa takutnya, tapi saat babunya mengancam, disitulah nyalinya mulai kalang kabut. "Gua punya bukti dan udah gua kirim file-nya ke temen-temen gua, Lo hajar gua sampe mampus, aib Lo bakar kebongkar, Van."

Saepudin sudah lama ingin membuat perundungnya mati gaya seperti sekarang ini. Tanpa rasa takut, Sapuedin terus melancarkan serangan baliknya. "Gila lu! Jadi elu udah berani ancem gua? Minta di--"  mulutnya yang habis menenggak bir tertutup dalam satu detik, tepat ketika Saepudin membawa-bawa bokapnya. "Anak pejabat pakai narkoba, elo dan bokap lo ketangkep dan seluruh harta lu disita. Gue tau bapak lo korupsi kan? Hahaha." Saepudin bangkit dan berdiri, melepas kacamata minusnya dan memaksa Devano untuk memakainya. "PAKE." suara lantang bak preman membuat Devano kaget bukan main. "Jangan sebar bukti - bukti yang lu punya, Din. Gua ga mau miskin dan masuk sel. Kita temen, Kita bakal temenan, Din."

Devano mencoba merayu, tapi Saepudin hanya mendengus remeh. "Gue bilang pake kacamata minus gue. Lepas jaket kulit Lo." Devano dengan kesal menurut, harga dirinya terpaksa mengalah demi masa depannya. "Gua udah pake. Gua juga udah lepa--" Jari telunjuk kotor Saepudin menempel di bibir mungil Devano, "Kita tukeran penampilan dan peran, Van. Pake jaket dekil gua yang bekas gua pungut dari tumpukan sampah." Saepudin melepas jaketnya yang sudah ditambal lakban hitam hampir di berbagai sisi. Ia menyerahkan itu  dan mengambil jaket kulit sang lawan. "Mau nurut sama gua atau mau hidup di dalem sel sampe tua???"

Devano menarik napas dalam sambil mengepalkan tangannya, "O--Oke. Gua pake." Setelah mengenakan kacamata minus, Devano memakai jaket Kumal milik Saepudin yang selain kotor dan ditambal lakban, juga bau ketek sampai hidung mancungnya kebauan. "Gila bau banget! Tahan, Van, Tahan, lu ga boleh bernasib sama seperti si Mario. Pinter dikit, Van..." Ia mencoba bersabar dari dalam hati.

"Anjay. Keren juga gue. Tapi belom cukup. Sekarang serahin kunci motor, I-Phone, dan dompet lu ke Gua. Ga pake lama sampe lima detik. Satu...." Devano langsung merogoh sakunya dan memberikan apa yang diminta oleh Saepudin. "Kalo elo mau motor, ambil aja, Din. Gapapa, tapi please ya hapus semua bukti gua nyabu. Please, Din."  Saepudin hanya memasang muka datar.

"Jangan bawel! Mendingan lu dorong motor gua sampe ke rumah gua, bye." Saepudin yang terkenal lembek dan cupu ternyata bisa mengendarai moge mahal seperti milik Devano. Ia meninggalkan musuhnya seorang diri dan menunggu kedatangannya di rumah. "Lama amat." Besok masuk siang, itu menguntungkan bagi Devano yang kelelahan mendorong motor butut sampai ke rumah Saepudin sampai memakan waktu 1 jam. "Maaf, Din. Gilaa capek bener. Aaah.."

Devano penuh keringat, lalu bersandar di teras kayu depan rumah Saepudin, yang daripada disebuat hunian nyaman, lebih cocok dikatakan gudangnya barang bekas.

Sepatu, helm, motor, baju, celana, kaos kaki, sempak, dan alat elektronik serta pangan dan sangat pun bahkan tersedia di rumah Saepudin. Jangan ditanya berapa banyak debu dan nyamuk yang berkumpul di sana, sampai Devano engap duluan sebelum disuruh masuk oleh si empunya rumah. "Gue mau Lo ngerasain jadi gue, ini kamarlu mulai sekarang. Mending disini kan daripada tidur di dalem sel? Hahaha." Saepudin menyuruh tegas tanpa menerima penolakan dari Devano untuk menginap di rumahnya selama satu Minggu. Dan bukan itu saja, setiap yang ia katakan harus dituruti atau ancamannya akan ia lakukan.

"Apa ga ada hukuman yang lain, Din? Misal gua bakalan biayain renovasi rumah lu, atau apa asal jangan jadiin gua babu lu, Din. Ayolah...." Lagi-Lagi ditolak, dan Devano terakhir kalinya mengeluh setelah mendengar ancaman teman- teman Udin dari telepon. "Elo udah denger kan? Yang megang bukti lu nyabu tuh banyak, cooy. Bokap nyokap Lo bakalan marah besar da--" belum kelar melanjutkan omongannya, ia sudah puas lebih dulu ketika Devano bertekuk lutut di bawah kakinya untuk yang pertama kali. "Apapun, apapun, Din. Gua janji bakal nurut sama lu, tapi please pegang semua bukti itu jangan sampe bocor. Gua mohon banget." Saepudin memasang senyum licik, lalu mengangkat kaki kanannya sampai sejajar dengan wajah tampan Devano yang tipikal badboy di drama sekolah ala-ala Dilan Universe.

"Oke. Gua pegang janji elo. Sekarang, tolong ya bukain sepatu butut gua." Devano mengangguk dan melakukan tugasnya dengan benar, hidung mancungnya kembang kempis karena mencium bau kaki yang sangat menyengat.

"Jangan cuma sepatu, lepas juga kaos kaki gue yang dua Minggu belom dicuci. Ayo..." Devano kembali melaksanakan perintah Saepudin. "Gila jorok banget nih cupu, masa iya kakinya bau banget, apek, asem, Sumpaaah...." Dirinya sepintar mungkin untuk menyembunyikan ekpresi mualnya dari hadapan Saepudin. "Udah, Din. Udah gua lepasin sepatu sama kaos kaki lu." Perasaannya tidak enak saat jempol berkuku hitam si Saepudin mendekat perlahan-lahan ke arah hidungnya. "Endus dan emut layaknya Lo pake sabu, hahaha. Bau kaki gue bisa buat Lo nge-fly, kok." Devano menahan napas, tapi pertahannya ketahuan lebih dulu oleh Saepudin yang menyumpalkan sepasang kaos kakinya ke mulutnya. "Emmmppp~~ Emmppppp~~~"

"Jangan dimuntahin dasar anak koruptor!! Gue mau Lo cuci kaos kaki gue pake mulut elo. Katanya jantan, disumpel kaos kaki bekas gue pake aja udah mau muntah." Saepudin langsung menempelkan jempolnya di lobang hidung Devano. "Nyet!! Bau banget nyettt!! Gilaaa gua mau muntaaaah...hwooooeee!! Ba--bauuuuu...." Ia berkali-kali tersedak dan ingin muntah. Tapi dirinya terus menerus menahan demi menjaga nama baik keluarganya. "Santai. Relaks aja, Van. Gue bakal yakin Lo  kecanduan sama bau kaki gue. Lu yakin???"

Devano ingin menggeleng, karena sangat amat tidak yakin dirinya bakal ketagihan sama bau kaki dan kaos kaki si cupu gembel bau badan. "Lu harus tahan Van sama bau kaki nih gembel. Emmmm....taa--taahaaan..." Napasnya pengap, setiap oksigen yang dirinya hirup hanya bau kaki. Pun lidahnya yang merasakan asam dan pahit dari kaos kaki yang sudah lama tidak dicuci tersebut.

"Karena gua punya sabu yang bakal gua taroin di sela-sela jari jemari kaki gue, hahaha." Devano langsung kaget, antusias karena sebagai pecandu, ia sama sekali tidak boleh melihat sabu. Ia tak bisa libur mengonsumsi jenis narkoba tersebut walau hanya tiga jam saja. "Emmmppp?? Emmpp--emmpppppp...emmpppppp!!!!" Dengan mulut yang tersumpal kaos kaki, Devano bersemangat untuk mendapatkan sabu tersebut apalagi badannya sangat lelah sehabis mendorong motor dengan jalan kaki selama satu jam. "Emppppp.

Dua Model Yang DiculikDove le storie prendono vita. Scoprilo ora