Bab 14 - Ajakan Makan Malam

119 17 1
                                    


***

Ketika membuka mata dan terbangun di atas kasur, Agatha menyadari dirinya berada di kamarnya sendiri. Dia terdiam sejenak untuk merenungi semua yang telah berlalu dalam semalam. Agatha masih ingat saat itu dia dikeroyok dua pria yang menempel di dua sisinya. Namun yang terjadi setelahnya, tidak dia ingat. Agatha hanya merasa sangat mengantuk dan kemudian dia tidak merasakan apapun lagi.

Agatha pikir kejadian semalam bagaikan mimpi panjang, karena saking tidak dapat dipercaya semua itu terjadi. Ah, mimpi yang sangat aneh. Dari semua mimpi yang pernah dilaluinya, mengapa harus bermimpi bertemu dengan tiga pria itu yang bahkan Agatha tidak mengenalnya seperti teman?

Memang pesona ketiga pria itu belakangan ini sering terngiang-ngiang di bayangan kepala Agatha. Agatha mengagumi ketampanan mereka. Tapi tidak harus sampai terbawa mimpi, bukan? Agatha menghela napas. Agatha percaya, semua itu hanyalah bunga tidur yang bisa dikatakan manis.

Kemudian gadis itu menyingkap selimut, dan kedua kakinya melangkah turun dari kasur. Agatha berjalan ke luar kamar untuk menuju dapur. Tiba-tiba gadis itu berhenti ketika di depan dapur. Pandangannya terpaku bengong menatap plastik putih yang ada di meja pantry.

Di sini, Agatha merasa ganjil. Seketika memori otaknya merespon cepat, membuka lembaran kejadian semalam. Agatha ingat, semalam dia pergi ke minimarket, lalu tiba-tiba dikerja serigala dan tak sengaja menjatuhkan plastik belanjaannya di jalan. Namun, dia tidak ingat bagaimana dirinya bisa kembali mengambil barang belanjaan dan berjalan pulang.

Apakah kepalanya sempat terbentur sesuatu di jalan?

Di tengah kebingungannya, suara getar khas ponsel di atas meja, menyentak Agatha. Satu hal lain yang lebih mengejutkannya. Yakni, benda elektronik itu masih tergeletak di meja pantry! Seharusnya, jika Agatha benar telah pulang ke rumah sendirian, maka dia akan mengambil ponselnya ke kamar. Karena bagaimanapun, Agatha mengenal dirinya tipe orang yang tidak pernah lepas dari ponsel selama di dalam rumah.

Akhirnya, dengan perasaan gamang, Agatha meraih benda itu. Karena melihat ponselnya masih tergeletak di tempat yang sama, malahan tidak bergeser sedikit pun, membuat Agatha sampai berpikir bahwa nyawanya belum terkumpul sepenuhnya di dalam tubuh.

Dia menemukan pesan masuk di layar sentuh. Berasal dari nomor asing yang tidak disimpan di kontaknya. Kemudian Agatha membuka pesan itu dan membacanya.

[Apa tubuhmu baik-baik saja? Makanlah yang banyak, jangan lupakan juga minum susu untuk menambah energimu. Pertimbangkan lagi tentang semalam. Kami harap kau segera menjadi Luna kami. Simpan nomorku, Lean.]

Deg!

Agatha tidak bisa percaya, tapi setelah membaca pesan ini, dia memang harus percaya dengan semua itu!

Dia berjalan mundur dan tampak linglung. Lalu terduduk di kursi bar dengan perasaan campur aduk.

"Sungguh tidak mau kuakui bahwa semalam itu betulan terjadi!" Memikirkannya, membuat Agatha membutuhkan segelas air. Tangannya mengambil botol mineral di meja itu dengan tergesa-gesa. Kemudian dia menuangkannya ke gelas kaca dan meminumnya dengan singkat.

Malam tadi, mereka tidak banyak melakukan hal di luar batas seingat Agatha. Kalaupun mereka melakukan sesuatu yang menentang hukum, sudah pasti seluruh tubuhnya akan terasa sakit. Namun sekarang, Agatha merasa sehat seperti biasa dan baik-baik saja, kecuali rasa syok meladanya akibat semua hal yang tak pernah terbayangkan justru dialami dalam kenyataan.

Sekarang, bagaimana pun, dia memercayai keberadaan werewolf sepenuhnya.

"Baiklah, makhluk itu ternyata betulan ada dan hidup di antara manusia," monolog Agatha.

Ting!

Satu pesan masuk lagi.

Agatha membukanya. Kali ini dari nomor berbeda.

[Kami menunggu jawabanmu secepatnya. Lebih cepat lebih baik. Kami juga dapat menjamin kehidupanmu di masa depan. Jadi, apa yang kau tunggu? Dari Calix.]

Agatha tidak menyanggah fakta itu. Bahwa mereka kaya raya, jika dia menikah dengan mereka bahkan salah satunya saja, Agatha dapat membayangkan kehidupan yang makmur tanpa perlu khawatir biaya hidup yang kian mahal.

Belum lagu dengan kondisi keluarganya yang tidak terlalu kaya. Bisa berkuliah di kota saja sudah termasuk keberuntungan karena mendapat beasiswa, termasuk dapat tinggal di rumah sederhana ini yang seharusnya ditempati beberapa mahasiswi lain, akan tetapi satu persatu dari mereka sudah lulus. Sehingga tinggallah Agatha sendirian menghuni rumah ini.

Tawaran ketiga pria itu sangat menggoda. Terutama karena harta yang mereka miliki sudah dapat terlihat hanya dari profesi yang dikerjakan. Agatha tahu bahwa harta bisa menjamin kehidupan manusia selama hidup di dunia yang sulit ini. Namun, haruskah dia menerima lamaran mereka untuk menjadi Luna?

Lalu, apakah ada konsekuensi bagi Agatha setelah menjadi Luna para werewolf?

Ting!

Pesan masuk beruntun. Agatha melihat nomor Niall mengirim pesan.

[Jangan terlalu lama berpikir. Kau lah satu-satunya penyelamat kami. Datang dan temui kami dalam tiga hari. Jika lebih dari itu, kami akan menjemput paksa dirimu.]

"Apa-apaan! Mereka akan memaksaku!" Suaranya meninggi. Agatha mendengus kasar. Tidak habis pikir pada tiga pria itu.

"Ini gila~!"

***

Agatha berangkat ke kampus. Belajar sampai jenuh di dalam kelas. Bertemu dengan teman-teman. Membaca buku-buku tebal sampai mengantuk. Hingga kelas benar-benar berakhir siang hari, barulah dia segera beranjak keluar ruang kelas.

Seharian yang sangat sibuk membuatnya merasa bosan, dan merasa kusut, karena begitu banyak tugas yang wajib diselesaikan. Agatha menghela napas panjang. Hingga tatapannya terhenti pada siluet yang berjalan ke arahnya di koridor.

"Hey, Yo! Agatha!" seru Aria menyapanya dengan riang. Kemudian Aria memeluknya sejenak yang dibalas Agatha dengan hangat.
 
"Setelah beberapa hari tidak hadir di kelas, sekarang kau sudah muncul, huh? Apakah ada kabar baik?" tanya Agatha.

"Ya! Semalam ayahku sudah boleh pulang!" jawab Aria dengan senang.

"Wah! Syukurlah! Aku senang mendengarnya!"

"Aku mengundangmu makan malam ke rumah kami untuk merayakan ayah pulang. Apa kau ada waktu?" kata Aria.

"Benarkah? Tentu tidak ada! Aku akan datang ke rumahmu!"

"Aku baru bertemu denganmu siang hari, kemana saja sebelumnya?" ujar Agatha lagi.

"Ya, aku juga baru selesai kelas pagi di kelas Mr. Hover. Kau tahu, ada hal yang harus aku urus di kelasnya demi nilai."

"Ah, aku mengerti. Semester lalu kau mengabaikan kelas beliau, jadi kau menggantinya di tahun ini. Itu artinya kau jadi absen banyak di kelas kita, dong?" simpul Agatha.

"Ya apa boleh buat."

"Oh Aria, kita harus lulus bareng tahun ini!"

Aria meringis. "Aku tidak bisa berjanji, tapi aku sedang berusaha memperbaiki kekurangan nilaiku di masa lalu."

"Aku senang dengan teman yang berusaha keras dalam belajarnya. Apa sekarang kau bebas?" tanya Agatha lagi. Dia ingin mengajaknya jalan-jalan.

Namun melihat bagaimana ekspresi murung Aria, seakan menjawab pertanyaan Agatha. "Sayangnya aku ada kelas lain sampai sore. Kita akan bertemu nanti malam di rumah, ya!" ucap Aria menunjukkan senyum lebarnya dengan ceria.

"Baiklah, aku akan datang untuk makan malam," pungkas Agatha.

Kemudian mereka berpisah jalan. Agatha masih mempunyai banyak waktu sampai acara makan malam di rumah Aria.

Waktu senggang ini, harus diisi dengan melakukan apa, ya? Mengerjakan tugas? Seketika Agatha jadi malas saat mengingatnya.

***

Secret Obsession Of Three Werewolf [Reverse Harem]Where stories live. Discover now