TIGA

12 1 0
                                    

Perpustakaan bukanlah tempatnya. Ia memang cinta dunia baca membaca dan tulis-menulis tapi perpustakaan yang selalu hening dan sepi pengunjung dikarenakan minat baca siswa yang kurang membuatnya tidak nyaman.

Kanao melirik orang disebelahnya yang sedang anteng membaca sebuah autobiografi milik seorang pahlawan─orang yang tiba-tiba mengajaknya kesini.

"Bosen ya?"

Kanao menoleh saat pertanyaan itu mengudara dan tersampaikan pada organ pendengarannya.

Ia memberikan ekspresi tidak enak berupa senyuman yang kikuk. "Gue gak terbiasa sama perpus. Hening banget, meskipun gue suka sih gak berisik gini tapi suasananya beda, Tanjiro."

"Mau ngobrol aja?"

"Emangnya bisa?" Tanya Kanao, sepenuhnya menoleh pada Tanjiro yang sudah seminggu ini selalu hadir di rutinitasnya.

Kanao menghiraukan buku miliknya yang punya sampul indah itu untuk menatap sisi samping kanan wajah Tanjiro karna pemuda itu masih terfokus dengan buku autobiografi itu. Tanjiro memang cocok jika disebut sebagai 'idaman kaum hawa'.

"Sebenernya karna perpus jarang ada pengunjung jadi gue suka ngobrol aja sama Bu Tamayo. Beliau juga ngasih ijin buat bicara dalem perpus kok asal gak teriak-teriak."

Kanao mengangguk mengerti. Ia bukan tipe orang yang bawel, bahkan sebenarnya ia se-jarang itu berbicara dengan orang lain selain kedua kakaknya dan Aoi─temannya. Tetapi kehadiran Tanjiro dan hal-hal yang selalu dibicarakan pemuda itu membuat Kanao tertarik.

"Mau ngobrolin apa sih? Lo kan tau sendiri gue orangnya diem."

Tanjiro refleks menyimpan bukunya dan menoleh pada Kanao dengan mata yang terbelalak. "Enak aja! Seminggu ini lo banyak bicara tuh sama gue."

"Ya karna lo yang mancing!"

"Oh, jadi gitu. Hmm, gue gak tau mau ngomongin apa sama lo hari ini. Mungkin lo aja deh yang cerita."

Kanao mengernyitkan alisnya. "Idup gue tuh rata. Gue gak punya hal menarik. Selain gue yang idup sama dua kakak gue, suka kucing sama burung. Kayaknya udah deh itu aja."

"Lainnya? Lo lagi suka sama apa akhir-akhir ini? Mungkin kita bisa ngobrolin itu?"

Kanao berdehem lama. "Oh! Musik."

Tanjiro menjentikkan jarinya antusias, ia bersorak senang. "Wah kebetulan!" Katanya dengan penuh semangat.

"Gue punya temen, jago banget main alat musiknya. Lo kalo tertarik boleh banget minta ajarin dia pasti temen gue juga bakal seneng dapet murid kayak lo."

Yah, separuh dari siswa-siswi sekolah ini tau bahwa Tanjiro punya sirkel pertemanan kecil yang terdiri dari tiga orang. Dua orang yang merupakan anak IPS─satu doyan tawuran terus satunya lagi disebut-sebut sebagai playboy─lalu ada Tanjiro si anak IPA yang sering sibuk dengan Olimpiade.

"Mungkin. Ntar kalo gue gak sibuk meskipun gue gak pernah sibuk tapi yah. Terus kalo lo juga free kita bisa ketemu lagi tapi sama temen lo itu juga," balas Kanao dengan senyuman tipisnya.

Kanao tidak mengerti. Seharusnya ia tidak se-akrab dan se-terbuka ini pada orang yang notabene nya baru ia kenal dekat beberapa hari. Tanjiro terlalu sulit ditolak dan Kanao punya satu dugaan─pemuda itu baik.

"Oke sip! Gue gak sabar denger lo nyanyi atau mainin alat musik," ucap Tanjiro diikuti cengengesan khas miliknya.

Telinga Kanao memerah. "Y-ya.." Ia membalasnya dengan lirih.

Siapa pun yang mengenal Tanjiro pasti beranggapan bahwa dia orang yang baik─terlalu baik malahan. Dan Kanao adalah salah satu dari orang-orang itu.

Meski harus ia ucapkan sekali lagi, selain baik hati, Tanjiro juga termasuk orang yang bubbly. Dan kehadirannya bisa membuat siapa pun merasa aman dan nyaman.




*










dialogueحيث تعيش القصص. اكتشف الآن