DUA

10 2 0
                                    

Perihal ikon dari siswa rajin di sekolah ini, maka separuh siswa-siswi akan kompak menjawab satu nama.

"Kamado Tanjiro," adalah nama yang selalu dielu-elukan oleh kebanyakan warga sekolah sebagai orang yang sopan dan lembut.

Tanjiro menoleh saat namanya lagi-lagi disebut oleh sang guru. Ia yang sebenarnya sangat-sangat mengantuk itu menyeret kakinya untuk membawa tubuhnya ke depan menuju meja guru.

Duduk disana guru Bahasa Inggris yang langsung Tanjiro sadari adalah kakak dari seorang gadis yang sudah bersarang di pikirannya akhir-akhir ini.

"Iya, Miss?" tanya Tanjiro dengan senyuman tipisnya yang selalu berhasil membuat semua orang tersentuh. Padahal, disaat-saat tertentu Tanjiro memalsukan senyumannya itu.

Kanae Kochou─atau lebih sering di panggil Miss Kanae─memamerkan senyuman manisnya. "Nak, kamu kalau saya jadikan sebagai perwakilan untuk sekolah ini dalam Lomba untuk bidang literasi. Bagaimana?"

Tanjiro bergeming. Banyak komentar di dalam pikirannya dan lisannya memilih untuk bisu. Pemuda itu sudah banyak mewakili sekolah ini dalam bidang akademik dan baginya─ia muak. "Miss, kalau saya─"

"Saya nggak akan memaksa kok. Tetapi kalau memang kamu menolak tawaran dari sekolah, saya berharap kamu punya rekomendasi."

Kedua matanya melebar. Tanjiro rasanya ingin mendengkus malas tapi yang bisa ia lakukan hanya tersenyum kaku dan mengangguk seperti robot. "Baik, Miss."

Pikirannya langsung lari kesana kemari, mencari beberapa kandidat yang sekiranya bisa dipercaya. Dan entah kenapa satu nama membuat Tanjiro makin-makin kepikiran.

Saat pulang sekolah nanti, Tanjiro akan menemuinya dan mungkin─berdialog lagi.




*





Kucing yang menjilat jarinya membuat gadis ini bergidik geli. Ia terkekeh pelan melihat kelakuan kucing liar berbulu oren ini yang selalu ia beri makan, tengah mendusel pada kakinya.

"Udah satu tahun lebih, tapi kamu masih aja betah disini. Nggak mau keluar dari zona nyaman mu kah, Meng?"

Hanya mengeong yang kucing itu lakukan sebagai jawaban atas pertanyaan dari manusia yang telah merawatnya selama ini.

Gadis ini terkekeh lagi.

"Kayaknya beberapa orang juga harus bilang itu ke lo juga gak sih, Kanao?" Suara bariton seseorang membuat sang gadis─Kanao─terperanjat kaget.

Kanao menoleh cepat dan menemukan pemuda dengan tinggi semampai berdiri di hadapannya, memberikan cengiran.

"Hah? Gimana?"

Pemuda itu, ikut duduk di sebelah Kanao, mengelus si Meng dan menoleh pada Kanao lalu lagi-lagi memberikan cengiran lima jarinya itu. "Lo gak mau keluar dari zona nyaman lo kah?"

Mulut Kanao serasa dikunci. Gadis itu mengalihkan pandangan, memilih menatap si Meng dan mengacuhkan kehadiran manusia lain disini. "Gue ngerasa gue gak perlu jawab itu ke lo, Tanjiro."

Tanjiro─si penanya─entah kenapa sekarang diselimuti perasaan bersalah. Apakah ia bergerak terlalu jauh? Mungkin butuh strategi untuk membuat gadis ini mau.

"Maaf ya, Kanao. Gue cuma─"

"Gapapa. Yuk, mau pulang kan? Kita bareng," potong Kanao cepat. Gadis itu bangkit dan merapihkan roknya, tersenyum kecil.

Tanjiro selalu suka dengan seseorang yang menjaga intonasi suaranya bahkan disaat ada yang menyinggungnya. Pemuda itu menahan senyuman 'anehnya' dan segera berdiri untuk kemudian menganggukan ajakan Kanao.

"Kalo lo gak keberatan."

Dijawab dengan kekehan geli dari Kanao, "Mana mungkin gue keberatan jalan sama siswa favorit kayak lo."

Itu sebuah sindiran, mungkin. Tetapi Tanjiro merasa biasa saja dan bahkan sedikit senang saat melihat sorot jahil dari kedua mata Kanao yang memicing menatapnya.

Tanjiro hanya tertawa untuk menanggapi. Dan keduanya berjalan sambil terus berdialog.


*














dialogueजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें