THE OLDEST - 1

731 57 6
                                    



"AKSARA BIMANTARA GUNADHYA! MAU TIDUR SAMPAI KAPAN KAMU?! NGGAK DENGAR YA ALARM KAMU DARI TADI BUNYINYA KERAS BANGET NGALAH-NGALAHIN BUNYI SIRINE AMBULANCE!"

Sepasang mata Aksa terbuka dengan gerak lambat tatkala dia mendengar suara teriakkan Brenna, maminya, yang melengking tinggi serupa jeritan Banshee. Sungguh ini bukanlah pertama kalinya sang mami meneriakinya setiap pagi tapi tetap saja suaranya yang nyaring itu selalu lebih sukses membuatnya terbangun lebih cepat daripada bunyi alarmnya.

Dengan mata yang masih setengah tertutup serta rambut yang masih awut-awutan, Aksa duduk di pinggir tempat tidurnya, berusaha untuk mengumpulkan nyawanya yang masih tertinggal di alam mimpi sementara mami masih setiap berdiri di ambang pintu kamarnya dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Tapi Aksa justru malah menunjukkan cengirannya sementara sepasang matanya masih berusaha keras untuk terbuka lebar.

"Sholat subuh nggak tadi kamu?" tanya mami.

"Sholat mi. Tapi abis sholat aku langsung tidur lagi." jawab Aksa serak.

"Alhamdulillah."

Aksa terkekeh pelan. Mami dan aturan ketat soal beribadah tepat waktu memang benar-benar patut diacungi jempol. Aksa mungkin bukanlah orang yang agamis sekali, tapi tentu dia tahu bahwa sholat adalah suatu kewajiban mutlak yang memang harus dikerjakan. Dan meskipun dia sering beberapa kali melewatkan sholat subuh, dia selalu berusaha untuk tidak meninggalkan empat waktu sholatnya yang lain.

"Mandi sana. Mami tunggu buat sarapan bareng di bawah."

"Siap mamiku sayaaaang!"

Mami menghela nafas seraya menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar Aksa yang didonminasi warna hitam dan putih itu.

Sejujurnya Aksa ingin kembali tidur lagi selama 10 sampai 15 menit lagi, tapi mengingat mami telah menyerukan titahnya agar dirinya segera mandi dan bergabung bersamanya dan juga papi serta kedua adik laki-lakinya yang tentu saja pasti sudah rapi dengan pakaian kerja masing-masing, Aksa pun mengurungkan niat terselubungnya itu. Dia tidak ingin mengacaukan hari pertamanya sebagai pimpinan baru perusahaan milik sang papi dengan omelan mami yang super panjang dan nyaring.

Namun sebagai pengganti niatnya untuk tidur lagi, Aksa memilih untuk berbaring sejenak seraya memandangi langit-langit kamarnya dengan sorot mata menerawang jauh.

Entah kenapa Aksa merasa ada yang kurang dari hidup yang sedang dijalaninya ini. Padahal sedari kecil Aksa tak pernah sekalipun kekurangan cinta dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, hubungannya dengan kedua adik laki-lakinya juga bisa dibilang cukup baik meskipun mereka memiliki sifat, karakter serta kepribadian yang sangat bertolak belakang, dia menyelesaikan pendidikannya dengan baik mulai dari SD, SMP, hingga SMA. Aksa juga berhasil masuk ke salah satu universitas terbaik di Indonesia dan sukses melanjutkan S2 nya ke universtas top di Amerika. Dia memiliki banyak pengalaman bekerja yang lumayan banyak sebelum akhirnya dinobatkan sebagai pewaris takhta di perusahaan sang papi, dan dia juga mempunyai banyak teman serta koneksi dimana-mana yang selalu siap sedia menjawab teleponnya dan langsung mengiyakan jika dia ingin berkumpul bersama mereka.

Tapi kenapa dia masih merasa kesepian?

Ada satu hal yang membuatnya tidak bisa puas dan bahagia dengan semua hal yang ia dapatkan dan miliki sekarang ini. Dan meskipun dia telah berulang kali menyangkal, hati dan pikirannya tetap tertuju pada sesosok wanita cantik yang dulu pernah memiliki status sebagai istrinya.

Prasasti Ranupatma.

Bahkan setelah tujuh tahun berlalu, Aksa masih mengingat namanya yang indah serta sosoknya yang begitu cantik memukau itu. Aksa juga masih ingat kenangan-kenangan yang mereka rajut bersama sejak SMA, kuliah hingga menikah. Pernikahan yang hanya bertahan selama kurang dari dua tahun saja dan terpaksa harus kandas karena ego dan komunikasi yang kacau.

THE OLDESTWhere stories live. Discover now