Seberapa keras Xiao Zhan memanggil, Wang Yibo tidak merespons. Pria itu terus meringkuk dan merintih penuh kesakitan. Xiao Zhan pun mengulurkan lengannya menyentuh bahu Wang Yibo yang selalu tampak kokoh itu.

Ada yang aneh. Tubuh Wang Yibo sangat panas. Tangan Xiao Zhan beralih pada dahi Wang Yibo yang basah oleh keringat.

Ternyata Wang Yibo tengah demam.

Dia bingung harus melakukan apa. Dia juga tidak pandai merawat orang sakit. Selama 25 tahun hidupnya, dia hanya tahu cara memasak selain bersenang-senang.

Grep!

Wang Yibo menarik tangan Xiao Zhan yang tengah memeriksa tubuhnya.

“Lusi, jangan pergi!”

“Tu-tuan, ini aku. Bangunlah! Di mana kau menyimpan kotak obatmu?” tanya Xiao Zhan sambil berusaha melepas lengannya.

Melihat tangannya dalam genggaman Wang Yibo yang panas, entah mengapa dia merasa jari-jarinya tampak mungil. Xiao Zhan  merona karena berpikir aneh di saat seperti ini.

Xiao Zhan keluar dari kamar Wang Yibo setelah berhasil melepaskan tangannya. Dia mondar-mandir di ruang tengah. Tidak tahu harus melakukan apa.

“Ayolah! Ayolah! Apa yang harus kulakukan? Ish, mengapa pula di sini tidak ada sinyal? Aku tidak masalah selama ini. Tapi di saat genting begini kan butuh sinyal.”

“Ah! Kompres! Iya, aku sering mendengar orang demam dikompres. Aish, andai aku membawa kotak obatku. Ah sudahlah!”

Xiao Zhan berjalan ke dapur. Dia menyalakan kompor dan memasak sedikit air di panci.

Sambil menunggu air panas, dia berjalan ke kamarnya. Mencari kain yang sekiranya bisa dia pakai.

.

.

.


Xiao Zhan mencoba membuat tubuh Wang Yibo telentang. Melihat baju pria itu basah kuyup oleh keringat, Xiao Zhan sendiri yang merasa tidak nyaman.

Wang Yibo sendiri hanya terus terpejam dan meracau. Walau sudah tidak ada lagi tangisan itu, dia masih enggan untuk sadar dan membuka mata. Badannya sangat panas.

Akhirnya, sebelum meletakkan kain hangat di dahi Wang Yibo, Xiao Zhan berusaha membuka kaus oblong yang telah basah itu. Pasti tidak nyaman tidur dengan baju basah penuh keringat.

Setelah bersusah payah membuat Wang Yibo telanjang dada, Xiao Zhan berusaha fokus untuk merawat pria kekar itu. Dia meletakkan kain hangat di dahi Wang Yibo. Lalu akan kembali memberi air hangat saat kain itu kering oleh suhu tubuh Wang Yibo yang sangat panas.

“Lusi, Lusi, jangan pergi!”

Igauan itu masih keluar dari bibir Wang Yibo.

“Tenanglah, aku di sini.”

Entah apa yang membuat Xiao Zhan mengatakan itu. Namun, hatinya merasa lega karena saat itu juga Wang Yibo tidak lagi mengigau.

Melihat Wang Yibo sudah cukup tenang, dia terus mengganti kompresan dengan telaten. Pertama kali dalam hidupnya, Xiao Zhan merawat orang sakit. Dan itu adalah orang yang baru dia kenal dalam seminggu.

Dalam diam, Xiao Zhan memperhatikan Wang Yibo yang tidur dengan damai. Walau napasnya masih terdengar memburu karena demam.

“Apa yang membuatmu begitu menderita? Siapa Lusi? Apakah lukamu sama dengan lukaku, Tuan Wang?” lirih Xiao Zhan.

Luka yang seminggu ini coba dia singkirkan dari pikiran dan hidupnya kini seolah terpampang kembali di depan matanya.

Melihat Wang Yibo yang tampak rapuh seperti tadi seolah memberi Xiao Zhan isyarat tersendiri. Dia yang tidak menangis sedikit pun sejak pengkhianatan dan penghinaan itu terjadi kini tidak mampu menahannya lagi.

Setetes demi setetes air mata keluar menuruni pipi mulusnya. Xiao Zhan memejamkan matanya berharap air mata itu tidak keluar lagi. Meski begitu, hatinya terlalu sakit saat mengingat hal itu kembali.

Xiao Zhan membenamkan wajahnya di kasur samping Wang Yibo terbaring. Bahunya bergetar. Rasa perih itu kembali hadir bagai terkena garam yang ditabur di atas luka basah yang menganga.

Pada akhirnya, di malam hujan yang diiringi petir yang menyambar, dua orang anak adam dengan lukanya masing-masing tidak mampu lagi bertahan.

Wang Yibo yang kembali teringat masa lalu sampai dia demam tinggi. Xiao Zhan yang sudah mencoba baik-baik saja tetapi dadanya terlalu sesak.

Diam-diam, tangan Wang Yibo mengelus kepala Xiao Zhan dalam tidurnya. Membuat pemuda itu merasa tenang dan terbuai dalam perasaan hangat yang menyelinap ke dalam hatinya.

Memejamkan mata, menikmati elusan yang dia kira ilusi yang menyenangkan, Xiao Zhan akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di kasur. Sementara dia sendiri duduk di atas lantai kayu.

Di atas ranjang itu, Wang Yibo yang masih terpejam, tangannya tidak beranjak dari kepala Xiao Zhan. Bibirnya tersenyum seolah dia tengah memimpikan hal yang paling indah dalam hidupnya.

        
   

                                    ***

Siapa, sih, Lusi? Hihi. See you next chapter👋

Yuk kepoin cerita aku yang udah ready pdf nya. Jangan lupa mampir di ceritaku yang lain, ya. Terima kasih telah setia membaca karyaku.

Mr Handsome, I Love YouWhere stories live. Discover now