9. The Last

9.8K 532 55
                                    

Hujan yang mengguyur kota itu belum juga menunjukan tanda akan berhenti.
Petir yang menyambar-nyambar memperburuk keadaan yang semakin tegang.

Evelyn berdiri kaku melihat keadaan orang di depannya. Ia menghembuskan nafas. Setidaknya orang yang juga mempunyai dendam pada lelaki ini mempermudah dia untuk membunuhnya.

Namun saat ia akan berbalik meninggalkan lelaki yang sudah kaku di kursi itu, tiba-tiba saja sebuah pisau meluncur ke arahnya. Mengenai lengan kanannya lalu menancap di dinding yang berada di belakang tubuh Evelyn.

Ia meringis, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Siapa yang melempar pisau itu? Di depan begitu gelap, sehingga ia tak tahu apakah ada orang di sana.

Ia menyipitkan matanya tajam. Berharap, dengan begitu ia sedikit jelas melihat ada apa di depannya. Tapi nihil.

Tak lama, ia mendengar derap langkah kaki di depanannya. Jujur, ia sedikit tegang. Orang itu pasti pelaku yang telah melukai lengan kanan Evelyn. Apa yang dia harapkan?

Derap langkah itu terdengar mendekat. Dan...

"Danniel?!"
***

Evelyn P.O.V

Aku masih menatap orang yang berada di depan ku dengan tak percaya.

Danniel mendekat dengan tatapan dinginnya, menatap lekat ke manik mata ku.

Ketika jarak kami semakin tipis, Danniel tersenyum. Seketika hatiku menghangat. Melupakan kejadian yang hampir saja menewaskan ku dengan sekejap.

"Hai Evelyn." sapa Danniel pelan. Aku masih berdiri kaku, menerka apa yang di fikirkan Danniel?

"Dendam mu dengan Ayah ku sudah terbalas kan?" ucap nya lagi.

Ia menggenggam tanganku, mengajak ku untuk duduk.
Danniel duduk di hadapan ku. Ia tetap diam. Seketika ia menghembuskan nafasnya perlahan.

"Biarkan aku mendongeng tentang kehidupanku ya?" katanya seraya tersenyum.

"Kau tau? Hidupku hampir sama seperti mu. Aku yatim piatu, dan diangkat oleh polisi yang berada di belakangmu itu..." aku terus menyimak cerita Danniel.

"Orang tua ku meninggal saat umurku lima tahun. Karena di bunuh, aku melihat peristiwa mengerikan itu. Tanpa tak berperasaan mereka memotong tubuh kedua orang tua ku dengan gergaji yang mereka bawa." aku teringat dengan anak kecil tadi yang aku bunuh kedua orang tuanya. Terbesit rasa bersalah di hatiku. Mungkin lebih baik jika aku membunuhnya juga. Sehingga ia tak akan merasakan takut yang berkepanjngan di kehidupannya.

"Keluarga ku tak memperdulikan keadaanku yang terguncang saat itu, sehingga akhirnya mereka menempatkan ku di panti asuhan..."

"Aku terus tertekan. Tidak ada yang ingin berteman denganku. Mereka selalu menjahiliku sampai aku menangis. Hingga akhirnya, pada suatu malam aku membakar panti dan seluruh orang yang berada di dalamnya. Kebencianku sangat mengerikan ya?" ia terkekeh pelan menceritakan kejadian yang tak pernah aku bayangkan.

"Aku ketakutan karena telah melakukan perbuatan itu. Tapi, seseorang merengkuh pundak ku. Ia berkata akan menjadikanku anaknya. Bertahun-tahun aku hidup bersamanya, aku cukup senang. Hingga suatu ketika, dia memasukanku ke sekolah, dan kejadian itu terualng. Aku selalu di bully, aku tak tahan. Dan hampir saja membuat orang yang membully ku buta..." ia kembali terkekeh pelan.

"Akhirnya aku di pindahkan ke West Hollow. Walaupun aku tidak punya teman, setidaknya mereka tidak menggangguku. Sampai kau datang, dan aku bisa melihat dengan jelas dendam yang besar di kedua mata mu."

Akhirnya aku tahu apa yang ada dibalik kehidupan Danniel. Cukup mencengangkan.

"Awalnya aku ingin menjadikanmu seorang teman, mengingat dulu aku juga seperti mu. Tapi Evelyn.. Lihat ini"

Ia menggulung jaket panjangnya dan memperlihatkan padaku goresan-goreaan di tangannya yang berwarna putih pucat.

Aku terkejut. Karena goresan-goresan itu membentuk kata Evelyn. Aku menatapnya tak percaya. Ia tersenyum.

"Aku begitu mencintaimu, sehingga tanpa sadar melukai diriku." ucapan Danniel bagaikan angin malam yang berhembus menyakitkan.

Lalu pandangannya menjadi gelap. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Pisau?

"Apa yang akan kau lakukan?" tanyaku panik.

Ia mengambil tangan kananku. Menggulung bajuku yang basah, menampakan kulitku yang pucat.

Kemudian ia menggores tanganku. Aku meringis menahan sakit. Aku tidak tahu apa yang ia buat, namun tanganku sekarang sudah berlumuran darah. Danniel menghentikan perbuatannya.

"Aku membentuk kata Danniel di tanganmu." ia menarik ku untuk berdiri. Lalu menyeretku ke sudut ruangan. Jantungku berdegup kencang. Tak menyangka dia sekejam ini.

Ia mendorongku hingga tubuhku terhempas tembok. Aku meringis kesakitan, belum lagi menahan pedih di tanganku. Danniel berjalan mendekatiku. Sungguh, aku ketakutan sekarang. Tubuhku meringkuk gemetar.

Ia mengangkat daguku, sehingga aku menatapnya dengan jelas.

Kemudian ia menggores pipiku dalam. Kurasakan perih yang teramat sangat. "Danniel..." ucapku lirih. Berharap agar ia menghentikan aksi gilanya.

Ia mengusap darah yang ada di pipiku dengan ibu jarinya. Lalu menyesapnya.

"Kau sungguh manis Eve"

Danniel yang berada di depanku sangat asing. Dimana Danniel yang aku kenal? Danniel yang telah menorehkan kebahagiaan di kehidupanku. Danniel yang selalu tersenyum, membuat hatiku merasa hangat. Danniel yang telah.. Membuatku menyukainya.

Aku terisak. Air mataku yang mengalir mengenai luka di pipi sungguh menyakitkan.

Ku rasakan dekapan hangat di tubuhku. Danniel memelukku erat. Mengusap punggungku.

"Maaf. Aku tidak bisa menghapus luka mu. Aku berjanji setelah ini kau tidak akan merasakan kesedihan lagi."

Dan kurasakan sesuatu menancap di perutku terasa seperti dikoyak. Perlahan kesadaranku meluruh. Dan semuanya terasa begitu gelap. Samar, aku masih dapat mendengar suara Danniel.

"Aku mencintaimu Eve. Tunggu aku..."
###

Akhirnya!!!!
Bisa terselesaikan juga!! Ini cerita pertama yang aku bikin sampe ending :3 makasih banget yang udah nge-vote dan udah mau baca cerita ini.. Aku nggak tau ada epilog apa engga, tapi aku usahain kok. Walaupun agak ngaret.
Lopyuall!!

Selasa, 26 mei 2015

Love of PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang