BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR

Mulai dari awal
                                    

"Gue paham gimana perasaan lo sekarang, Rell. Nggak ada yang lebih menyakitkan daripada di tinggal pergi sama orang tercinta. Tapi lo sadar nggak sih kalau kehidupan lo masih harus tetap berjalan walaupun udah nggak ada Jerome lagi di sisi lo. Kehidupan lo dan diri lo sendiri jauh lebih penting dari apapun. Lo boleh sakit hati dan nggak mood buat melakukan apa-apa lagi. Tapi lo harus meyakinkan diri kalau lo mampu tanpa Jerome. Se-cinta apapun sama Jerome, lo berhak hidup bahagia walau bukan sama dia."

Raline menatap lurus ke depan dengan mata berlinang air mata. Kata-kata Judith berhasil masuk ke telinga nya, tapi dia tidak mudah untuk mencerna nya. Pikiran nya masih melalang buana menebak alasan kenapa Jerome bisa se-tega ini kepada nya.

"Sekarang mungkin lo butuh waktu buat menenangkan diri. Tapi gue harap lo bisa bangkit dan melupakan rasa sakit hati ini. Cheer up, gue yakin lo mampu melewati semuanya. Lo nggak sendirian, Rell. Banyak orang yang bakal stay di sisi lo."

"Lo pernah di sakitin kak Theo berapa kali, mbak? Yang paling parah apa? Lo pernah ada pikiran buat benci kak Theo sampai ngelihat muka nya aja pengen muntah. Lo pernah ngerasain itu nggak, mbak?"

Lidah Judith kelu. Dia ragu setelah mendengar ucapan Raline barusan. Tidak ada jawaban yang pasti untuk menjawab pertanyaan Raline tadi, dan Judith pun takut salah bicara dan malah membuat Raline makin terpuruk.

"Rell, bukan itu yang gue maksudㅡ"

"Sekarang gue kayak mati rasa karena yang gue rasain cuma rasa sakit, sedih, dan benci yang berbaur menjadi satu di dalam hati gue. Kekecewaan gue kayaknya udah mampu buat mengalahkan rasa cinta gue ke Jerome. Makanya gue tanya, lo pernah ada di fase se-menyakitkan ini karena cinta nggak? Karena gue lagi nggak bisa dengerin omong kosong."

"Rell, lo harus tegar. Jangan kalah sama rasa sakit lo. Sekarang lo boleh sedih, tapi setelah ini lo harus bisa lebih baik lagi. Lupain rasa sakit itu dan jadilah Raline yang gue kenal dulu, jauh sebelum lo kenal sama Jerome. Gue nggak mau lihat lo terpuruk kayak gini, Rell." Judith sudah tidak mampu menahan air mata untuk tidak keluar dari pelupuk mata nya.

Tanpa sadar dia juga bisa merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh Raline.

"Gue masih bertanya-tanya kenapa Jerome bisa se-tega ini sama gue. Apa gue pernah punya salah yang bikin dia dendam sama gue? Atau selama ini dia cuma pura-pura cinta ke gue biar gue bisa dia taklukan gitu aja. Terus kalau dia udah berhasil bikin gue takluk, dia bakal ninggalin gue kayak sekarang. Apa ini semua emang rencana Jerome dari dulu ya, mbak? Apa gue se-bego itu sampai nggak sadar sama semuanya."

Judith menggenggam tangan Raline untuk memberikan ketenangan untuk cewek itu.

"Jangan mikir gitu, Rell. Kita semua nggak ada yang tau apa alasan Jerome mutusin hubungan kalian. Lo harus tenang dulu biar bisa menghadapi semuanya dengan kepala dingin."

Raline menggeleng pelan. "Nggak bisa, mbak. Gue terlanjur kecewa sama Jerome. Padahal selama ini gue udah berharap banyak sama perubahan dia. Bahkan dia juga udah janji mau bahagia sama gue, tapi nyata nya kenapa dia tiba-tiba ngecewain gue gini."

Judith sangat memahami perasaan dan keadaan Raline sekarang. Dan dia juga tidak akan memaksa Raline untuk memaafkan Jerome. Bahkan dia pun berpikir Jerome tidak layak untuk di maafkan.

"Lupain tentang Jerome dulu. Sekarang yang terpenting adalah diri lo sendiri. Lo nggak perlu khawatir karena masih banyak yang sayang sama lo, Rell. Cowok bisa di cari lagi nanti, inti nya lo harus melupakan rasa sakit lo dulu ya."

Raline hanya diam saja tidak menanggapi ucapan Judith. Rasa nya masih sangat mustahil untuk melupakan Jerome dan rasa sakit yang di torehkan lelaki itu kepada nya.

[2] HATI dan WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang