PHP Part 18

22K 992 22
                                    

"Jadi bener Dim, laki-laki ini suami kamu?" pertanyaan Dylan membuat Dimi mematung ditempatnya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa pada Dylan saat ini, karena selama ini dia memang tidak penah jujur kepada Dylan tentang hubungannya dengan Miko. Walaupun tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa Dylan harus tahu statusnya saat ini, tapi rasanya tetap ada yang mengganjal mengingat Dylan adalah teman yang dia hormati.

Dimi hanya mengangguk singkat dan menunduk menolak memandangi salah satu dari mereka.
Dylan mendesah frustasi, bagaimana bisa ini semua seperti kebetulan. Dia, Dimi, Miko dan Atsuya berada di dalam satu lingkaran yang tidak menyenangkan.

"Dy, sebenernya ada apa sih. Kok kalian jadi pada diam begini?" hanya Suya yang mampu bersuara dalam keadaan absurd ini. Karena sesungguhnya dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka bertiga.

Dylan menggeleng, apa yang perlu dijelaskan? Bahkan dia dan Dimi tidak lebih dari rekan kerja yang menyimpan perasaan tentunya. "Nggak ada apa-apa" sahutnya singkat.

Melihat ada kesempatan untuk bisa pergi dari situasi yang menyebalkan ini Miko kembali menarik tangan Dimi, walaupun tidak sekuat tadi, tapi cukup membuat Dimi mengikutinya. 

Kali ini Dimi hanya pasrah, dia sudah semakin tidak memiliki tenaga untuk melawan. Biarlah kali ini Miko membawanya pergi, berlama-lama dekat dengan wanita itu membuatnya merasa sangat tidak nyaman. 

"Su, aku pergi duluan" pamit Miko pada Suya yang sudah berdiri di sisi Dylan dengan manis. Suya hanya tersenyum dan mengangguk, sejujurnya dia senang ditinggal berdua dengan Dylan saja.

---

Mereka berdua terjebak di kemacetan kota Jakarta, jarak antara kantor Dimi dan apartemen yang tidak seberapa jauh kini terasa seperti jarak antara Jakarta dan Bandung. 
Keadaan ini semakin menyiksa bagi Dimi karena lelaki disebelahnya masih juga tidak membuka suara. Lalu dia tidak juga punya keberanian memulai apapun.
Dimi hanya melihat keluar jendela dimana rintik-rintik air hujan mulai membasahi kaca mobil, hujan adalah fenomena alam yang sangat tidak disukainya saat ini, bukan kenapa, hanya saja suasana didalam mobil ini sudah sangat dingin, apa jadinya jika makin membeku karena kehadiran hujan.

"Bisa jelaskan kenapa kamu menghindariku?" tanya Miko tanpa mengalihkan tatapan dari jalanan didepannya. Suara Miko berhasil menyetak Dimi dari khayalannya. 

Akhirnya gunung es itu mencair juga, batinnya.
"Trus kenapa ada wanita itu bareng kamu? Bisa jelaskan juga?"balasnya tidak mau kalah. Oke Dimi, ini saatnya menumpahkan apa yang kamu rasakan seminggu belakangan. Jangan hanya lelaki itu yang bisa seenaknya bersikap.

Tiba-tiba mobil yang dikendarainya berbelok arah dan bukan menuju jalanan ke apartement, Miko bahkan tidak bersusah-susah untuk mengemudi dengan baik. Beberapa kali dia bahkan hampir menabrak mobil lain yang menghalangi jalanan.
Seketika Dimi terserang panik, dia belum mau mati apalagi harus mati bersama lelaki ini.

"Miko, apa-apan sih? Bawa mobil yang bener!!!" teriaknya panik, Dimi bahkan mengenggam erat sheatbelt yang terpasang kencang ditubuhnya.

Tanpa ada niat menghiraukan ucapan Dimi, Miko memacu mobilnya dengan kecepatan maksimal. Yang ada dipikirannya saat ini hanya satu. Dia mau wanita disisinya ini tidak terus menerus mempermainkan perasaannya. 
Dimi tidak tahu, sebenarnya hari ini Miko berada dalammood yang baik. Tentu saja itu sebelum dia memulai dengan menjawab telepon dengan jawaban ketus, berusaha kabur saat Miko menjemputnya, bahkan dia berlindung dibalik tubuh lelaki lain.
Seketika egonya sebagai laki-laki terluka. Apa segitu tidak berharganya dia didepan wanita yang diam-diam membuatnya merasakan hal yang telah lama dia lupakan.

Entahlah, saat ini dia hanya ingin memacu kendaraannya secepat mungkin, dia ingin sejenak melarikan diri dari semua rasa yang belakangan membuatnya tidak dapat merasakan tidur dengan tenang.

Pernikahan Hitam PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang