[2]

150 21 1
                                    

draco mengernyit jijik.

ruangan bawah tanah ini lembab dan gelap, entah bagaimana gadis itu bisa bertahan dengan baik di tempat semenjijikan ini. penampilannya masih sama dari yang terakhir kali draco lihat di hogwarts, hanya saja tampak lebih lusuh.

"ini, dari mother." draco menyodorkan selimut hijau perak itu dengan wajah angkuh ketika menerima tatapan bingung dari luna. "aku tidak tau kapan kau bisa bebas, tapi.. mudah-mudahan dirimu bisa bertahan."

luna menyunggingkan senyum, "terima kasih." mengambil selimut itu dari tangan draco kemudian.

draco mendesah lelah.

ia ingin meminta maaf tapi.. memangnya ini salahnya? voldemort saja takut dengan dumbledore, dan si tua bangka itu malah menyuruh draco yang hanya bocah tanggung untuk membunuh mantan kepala sekolahnya itu? gila.

draco tidak pernah membunuh orang sebelumnya, tidak satu pun. sialnya voldemort tahu bahwa yang mengacungkan tongkat pada dumbledore adalah snape. itulah sebabnya ia menerima 'hukuman ini' setelah hampir dua menit terkena kutukan cruciatus.

"ada hal lain yang ingin kau bicarakan, draco malfoy?" luna bertanya.

draco hanya duduk diam sedari tadi. keningnya berkerut seakan memikirkan sebuah rencana besar. tidak sadar bahwa istrinya—aneh sekali menyebutnya—memperhatikannya sejak tadi.

"tidak, itu saja." draco bangkit, "tidurlah, lovegood."

luna mengangguk, "sudah malam ternyata."

draco tersentak. gadis ini tidak bisa melihat pagi dan malam, kalau draco jadi dia pasti lelaki itu sudah gila. ia mulai meragu untuk berjalan menjauh meski faktanya ia benci sekali dengan ruangan lembab ini.

"loh?"

lelaki itu meringis, "aku.. ingin duduk disini dulu, tak apa kan?"

"tidak apa-apa. tapi, lantainya lembab."

"tidak masalah, lovegood. cuma lembab." kata draco. benar, cuma lembab. lantai lembab masih tidak ada apa-apanya dibanding hidupnya yang sudah jungkir balik sejak tahun lalu. "selama ini apa kau bisa tidur?"

"hanya kadang-kadang."

kemudian sunyi.

luna merasa tidak sopan jika harus bersikap sok kenal pada orang yang sudah menjadi suaminya ini dan draco merasa ia sudah terlalu banyak bicara, menurutnya gadis itu bisa saja merasa tidak nyaman.

keduanya hanya saling pandang, netra biru pucat bertemu dengan netra kelabu. draco tidak pernah sadar sebelumnya bahwa luna memiliki mata seindah ini.

"matamu cantik." pujinya begitu saja setelah lima menit saling diam.

luna terkekeh—untuk pertama kalinya setelah sekian lama ia terjebak disini—"kau juga, rambutmu juga bagus."

"sama saja kau juga memuji rambutmu sendiri, lovegood." draco mengendus.

luna tertawa lagi.

"sepertinya ini pertama kalinya aku tertawa setelah aku dikurang disini." luna berbicara, nada suaranya santai seakan ini bukanlah apa-apa, "kau tidak kembali ke hogwarts?"

"aku tidak akan kembali lagi ke hogwarts."

"mengapa—"

"APA YANG KAU LAKUKAN DISINI, DRACO? LORD VOLDEMORT MEMANGGIL KITA!" bellatrix meraung menghentikan percakapan lelaki itu dengan istrinya. "cih, gadis kotor!"

draco mendelik marah. ia menoleh pada luna yang hanya mengerjap dan menghela nafas mendengar bellatrix menghinanya. ia membalas tatapan draco dengan sebuah senyum simpul, memberi kode agar lelaki itu mengikuti bibinya yang sudah melenggang keluar.

"orang gila." umpat draco pelan, "aku akan kesini lagi... eum.. kalau mother menyuruhku."

"baiklah, draco malfoy."

"jangan memanggilku dengan nama lengkap. draco saja, aku suamimu kan?" lelaki itu merapikan bajunya yang kusut dan berjalan dengan mengibaskan tongkatnya pada bajunya yang terasa lembab agar kering. "permisi, lovegood."

luna melebarkan netranya. ia tidak menjawab sebab draco sudah menyusul bellatrix dengan langkah tergesa. ia sendirian lagi.

tapi sebuah kalimat sederhana draco beberapa saat lalu membuat bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyum manis yang sayangnya tidak bisa lelaki itu saksikan.

suaminya, katanya.

luna tersenyum lagi.

*

"BAGAIMANA BISA TAK ADA SATU PUN DARI KALIAN YANG BECUS MENJALANKAN PERINTAHKU!?" voldemort berteriak murka, "CRUCIO! CRUCIO!" ia melempar asal kutukan itu pada siapa saja.

"AGRH!"

draco jatuh berlutut.

kepalanya tertunduk dalam, bahunya bergetar hebat. ia bisa melihat kaki ibunya di pojok ruangan mundur selangkah saat kutukan cruciatus menghantamnya. lagi, narcissa tidak bisa melakukan apa-apa.

"draco.."

dengan susah payah, pelahap maut termuda itu berdiri. "ya, tuanku?"

"bagaimana ya jika ku umumkan pada dunia pewaris keluarga malfoy menikahi gadis biasa yang aneh. seharusnya ayahnya menjadi pengikutku! lihat apa yang dia dapat setelah grindewald dikalahkan si tua bangka dumbledore? tidak ada!"

draco tahu masa depannya sudah hancur sejak hari dimana voldemort memberinya tanda sialan di lengannya ini. tapi apa harus dia meleburkan draco? lelaki itu sudah hancur dan sekarang ingin dileburkan juga? voldemort sudah tidak punya hati nurani.

lelaki itu tidak menjawab, ia berlagak tengah susah payah meredakan rasa sakitnya. tidak berlagak sih, toh nyatanya memang sakit. tapi jika ia hanya diam dan tenang, voldemort akan semakin murka.

bisa saja detik ini juga luna menjadi seorang janda.

voldemort tentu tidak akan ragu mengutuknya dengan kutukan yang bersinar kehijauan itu. kutukan kematian adalah kutukan favorit tuannya itu, tentu setelah kutukan cruciatus.

"sanggupkah kau kali ini jika aku mengurungmu di penjara yang dibuat oleh ayahmu sendiri?" voldemort merendahkan suaranya.

draco tercekat, "tuanku.."

voldemort tertawa, "kau sudah tiga kali gagal, draco. beruntung ibumu rela bersujud dihadapanku untuk meringankan hukumanmu. dan dengan baik hati aku mengabulkannya, bukankah kau beruntung?"

dengan nafas yang masih tercekat, lelaki itu mengangguk.

"jelas." voldemort tampak bangga dengan reaksi yang diberikan, "dolohov, kurung dia bersama istri sampahnya itu di penjara bawah tanah!"

narcissa sudah beruraian air mata di sudut pilar dinding ruang makan, para pelahap maut yang tidak terkena kutukan cruciatus hanya bisa diam tertunduk, yang terkena seperti draco masih setia tergeletak di lantai dingin rumahnya.

draco sempat melirik narcissa, sebelum tubuhnya di seret oleh dolohov dengan kasar. seakan pria itu lupa bahwa efek cruciatus pada tubuh draco masih ada.

sekarang yang ada di pikirannya hanya ibunya. bagaimana bisa narcissa tetap waras disana? ia tahu alasan mengapa narcissa tetap bisa berdiri tegak saat ini adalah karena ia masih baik-baik saja.

tapi setelah ini, siapa yang bisa menjamin? toh tidak ada tanda-tanda voldemort akan membebaskan ayahnya dari azkaban, ayahnya tidak lebih penting dibandingkan bellatrix. makhluk yang tidak bisa disebut dengan manusia itu selama ini hanyalah membutuhkan kekuasaan keluarganya, dan setelah dia berhasil mendapatkannya dia berlagak seperti pemilik rumah ini.

merampas semua yang keluarganya miliki.

dolohov mendorong draco memasuki sel yang di kunci dengan mantranya, tadinya semua pelahap maut dapat menembus sel ini sesuka hati. itu sebabnya draco bisa memberikan selimut pada luna tanpa kesusahan, bahkan duduk sekitar tiga langkah dari gadis itu.

pria bengis itu kembali mengayunkan tongkatnya, keningnya berkerut dalam seolah pola sihir yang ia buat memang serumit kelihatannya. setelah selesai, ia tersenyum puas pada draco yang menatapnya tajam.

"selamat bersenang-senang, pengantin baru." ejeknya.

*

Take a Chance with Me (on hold)Where stories live. Discover now