Netra biru itu menatap lekat pada selembar kalender di tangan kirinya, lalu berpindah melihat kalender pada telepon genggamnya di tangan kanan. Sedetik kemudian, Isagi menghela napasnya kencang. Surai biru ikut menjadi berantakan, menggambarkan isi kepalanya saat ini.
Isagi sangat tahu resiko memiliki dua alpha sekaligus. Selain dirinya yang memang sudah kalah kasta, Isagi juga mau tak mau harus berlaku adil pada keduanya. Namun, jika begini caranya ia bisa saja gila. Kedua alphanya akan rut bersamaan, seketika pening menghantam kepalanya.
Sejujurnya, si iris blueberry itu sudah pernah nyaris menghadapi waktu krisis seperti ini. Sekitar setahun yang lalu, jadwal rut milik Rin dan Nagi hanya berselang satu minggu. Rin yang rut pertama, dengan lama nyaris tiga hari tanpa henti. Belum sempat pulih, Nagi datang padanya meminta dilayani pula. Saat itu saja Isagi sudah kewalahan, bagaimana dengan sekarang? Ia harus melayani kedua alphanya sekaligus, gila.
Isagi menenggelamkan kepalanya dalam - dalam, mempersiapkan raga dan jiwanya untuk diserahkan. Setidaknya untuk urusan ranjang.
Tiba - tiba pintu kamar besar itu dibuka dengan kasar, pupil milik si netra blueberry itu menangkap kedua alphanya, memberikan tatapan lapar akan dirinya, lengkap dengan aroma feromon yang seketika memenuhi ruangan. Isagi menatap Nagi, yang sang empu balas dengan kedipan pelan meski napasnya tetap memburu, tak ingin kalah berburu omega kecilnya dari alpha lain di sampingnya. Sementara Rin, alpha itu menatapnya begitu tajam, tetapi napasnya pelan. Sangat berkebalikan.
"Come here, alpha."
Isagi mau tak mau harus melakukannya. Ia menepuk ranjang yang kini sedang didudukinya, mempersilakan sisi kanan dan kirinya terisi secara bersamaan, meski ternyata sisi kirinya sudah terasa lebih berat duluan.
Telinga si surai blueberry itu mendengar bunyi pintu yang dikunci pelan di tengah - tengah ciuman tergesa dari lelaki dengan iris kehijauan. Nagi justru duduk di atas kursi yang berhadapan tepat dengan ranjang yang kini sedang berisi Isagi dan Rin di atasnya. Tangan milik si iris biru itu bergerak tak tenang, ia tidak menemukan alphanya yang lain, hingga akhirnya Isagi memilih tuk membuka matanya dan bersitatap dengan kedua netra abu kecoklatan yang menatapnya kosong.
Sadar afeksi milik surai blueberry itu tak hanya tertuju padanya, Rin memegang kencang rahang milik omeganya selagi berkata, "Isagi, lihat sini."
Mutlak, mau tak mau Isagi kembali mencurahkan segala fokusnya pada alpha yang sedikit lebih muda darinya ini. Rin tampak tak ingin membagi omega yang kini sedang ia cicipi lehernya, mengguarkan feromon dengan wangi musk, tak membiarkan barang satu titik pun badan Isagi tak tertutupi feromonnya, kepalang egois. Kecup-kecup yang semula jatuh di sepanjang leher jenjang itu perlahan turun, tepat setelah pakaian atas milik Isagi terlempar entah ke mana. Kepala yang berhiaskan surai kehijauan mulai hilang di balik punggung sempit omeganya. Dua tiga tanda merah keunguan ia tinggalkan tanpa hambatan, diiringi lengguh saat kedua tangannya menari pelan di atas perut dan pinggang ramping yang akan ia cengkram semalaman.
Bibir tipis itu naik, kali ini memilih tuk bertemu dengan ranum merah yang semula sedang digigiti pemiliknya. Ciuman itu panas dan semakin panas saat omega kecil dipangkuannya ini menjulurkan lidahnya menantang. Saling membelit, memiringkan kepala mereka sendiri demi meraih titik terdalam yang keduanya bisa. Suara kecipak basah hasil ciuman keduanya terdengar memenuhi kamar. Walau sempat lupa bagaimana caranya bernapas, jemari lentik Isagi yang tenggelam di antara helaian rambut halus alphanya meremas pelan, netra biru itu sudah berair. Pembukaan pergulatan panas itu ditutup dengan kedua lidah mereka yang saling menjilat, membentuk benang tipis dari saliva keduanya.
Wajah omega itu merah, dadanya naik turun karena pemilknya tengah berusaha mencari napas untuk megisi paru-parunya, mata dengan iris biru itu menatap alphanya dengan sayu. Rin tersenyum puas, menangkap siluetnya pada dinding kamar akibat cahaya rambulan yang memaksa masuk dari celah-celah tirai yang menutupi jendela kaca kamar mereka, Isagi benar-benar membuat rambutnya berantakan.
Bibir itu turun lagi, mengecup dada kanan milik omega yang kini sedang sibuk melengguh pelan. Cium, jilat, gigit, dan isap Isagi rasakan pada dada kanannya. Sementara dada kirinya sedang sibuk menerima jari-jari milik alphanya. Saat puting kanannya tengah diisap, puting kirinya akan dicubit. Saat lidah hangat milik Rin sibuk memutari puting kanannya, puting kirinya juga diputari oleh telunjuk alphanya. Sesekali lidah itu naik-turun di atas putingnya, sesekali pula Isagi rasakan gigitan pelan di sana, sang empu hanya sibuk melengguh selagi tubuhnya mulai lemas dan bertumpu sepenuhnya pada tubuh besar sang alpha. Tak sadar, celana pendeknya sudah dilepaskan, lengguh dan desah manis keluar dari bibir milik si surai biru, memenuhi ruangan itu, memenuhi telinga kedua alpha yang kini sedang berada di ruangan yang sama.
"Isagi ...." Rin memanggil nama omeganya dengan suara rendah.
"Y-yes, alpha?" Napas Isagi memburu, ingin segera saja untuk mencapai intinya, ingin segera dihabisi saat ini juga, ingin segera merasakan perutnya tergelitik ribuan kupu-kupu saat lelaki yang kini sedang menjilati dadanya menemukan titik manisnya di dalam sana.
"What you were thinking, honey? You got so wet, down there." Rin berbisik, lalu lagi-lagi menggigit pelan telinga milik pasangannya.
"Hngghh ... i want you." / "Beg. Say please."
Alpha dan sifat dominannya yang tak ingin luntur. Isagi mau tak mau memohon tuk segera langsung saja pada intinya. Isak kecil berada di tengah lengguh manjanya, sedikit terburu-buru saat kedua jari alpha itu membuka kancing celananya, Isagi sibuk membuka resleting celana milik si surai hijau. Ranum itu seketika terasa begitu kering, Isagi menjilat pelan bibirnya, menatap lapar pada kejantanan yang kini berada di genggamannya. Ia tak sadar mengguarkan feromonnya, membuat kedua alpha itu menggerang, tak ingin berbagi wangi mawar milik omega ini pada siapa pun.
Silk(?) milik Isagi merembes keluar dari celana dalamnya, meninggalkan jejak basah di sana. Wangi feromon lagi-lagi mengisi ruangan dengan tak sabaran. Paha mulus itu terlihat menggoda karena tampak berkilau akibat lelehan silk si netra blueberry. Dengan mudah, Rin membalik tubuh ramping itu agar memunggunginya, menyuguhkan wajah omega manis itu pada alpha yang masih duduk dengan tenang meski kejantanannya sudah terlihat sangat tegang. Si surai hijau itu mengecup sebentar bibir ranum omeganya, meminta sang empu tuk memanggil namanya di tengah teriakan desahnya nanti.
Rin merapatkan kedua paha lelaki yang masih dipangkunya.
