✰ • 04

66 12 31
                                    

Tidak terasa, sudah dua minggu seorang Pualam Abhipraya mengisi hari-harinya. Hal itu juga sekaligus mengingatkan Aria tentang waktunya yang semakin menipis.

Kondisi tubuh Aria bisa terbilang cukup normal. Orang-orang pasti melihatnya sebagai wanita sehat, padahal sebaliknya, Aria adalah cewek penyakitan yang hampir mati.

Kanker otak yang ia derita memang menyebabkan kepalanya sakit luar biasa, seluruh tubuh Aria terasa retak, hancur menanggalkan tulang-tulangnya ketika sakitnya menyerang.

Ia akan mulai kehilangan keseimbangan tubuhnya, merasakan mual yang begitu hebat serta terkadang tangan serta kakinya tidak mampu bergerak lagi. Hanya ketika sakitnya kambuh Aria terlihat begitu tidak berdaya, di luar itu, Aria terlihat baik-baik saja.

Ini adalah hari keempat di minggu ketiganya bersama Alam. Tepat pada hari ini, pernikahan Sheila dan Rendy digelar.

Aria sudah siap lima belas menit yang lalu dengan dress casual menyentuh lutut. Ia berdiri di depan gerbang, menunggu Alam keluar.

Tidak butuh waktu lama, Alam muncul dari balik pintu gerbang rumahnya. Lagi-lagi, Aria terpesona pada bagaimana tampilan Alam.

Cowok itu mengenakan kemeja berwarna krem yang lengannya sengaja dilipat sebagian dipadu celana kain berwarna hitam yang ukurannya begitu pas di kaki Alam.

Sangat rapi dan tampan. Aria suka sekali!

"That dress looks perfect on you." Alam memberikan senyumannya.

"Begitu pun lo, cocok pake setelan rapi. Ganteng, gue suka."

Sadar akan kalimatnya yang kedengaran ambigu, Aria buru-buru meralat.

"Eh, m-maksudnya gue suka look lo hari ini."

Alam hanya tergelak lalu bergerak menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. "Let's go."

Begitu Aria masuk, mobil perlahan menjauh meninggalkan area perumahannya. Tidak ada yang memulai percakapan selama di perjalanan hingga mobil terparkir sempurna di pelataran sebuah gedung mewah yang langsung menghadap ke pantai.

Aria masih diam menatap bangunan tinggi tersebut dengan perasaan campur aduk. Aria memang sudah mengikhlaskan Rendy untuk Sheila, namun untuk melihat mereka berdua tertawa bahagia di atas pelaminan bersama sedangkan dirinya menderita setiap hari, Aria rasa hidup ini sungguh tidak adil.

Tidak, Aria tidak seharusnya bersedih. Sheila akan menertawakannya lagi nanti.

"Ngelamunin apa?"

Aria tersentak oleh pertanyaan Alam. Cowok itu sudah berdiri di sampingnya. Aria cuma memberikan gelengan tidak berarti.

"Yuk masuk." Alam menyodorkan lengannya untuk Aria peluk.

Begitu saja, Aria menautkan lengan mereka dan berjalan masuk. Walau dirinya masih diliputi ketegangan, setidaknya tautan lengan mereka memberikan Aria sedikit energi untuk mulai menampilkan senyum palsunya terhadap beberapa orang yang ia kenal sepanjang melewati jalan menuju altar.

Di sana sudah berdiri sepasang manusia yang menjadi pusat perhatian malam ini. Aria dan Alam mendekati mereka.

"Selamat atas pernikahan kalian." Aria memberikan senyum terbaiknya.

"Thanks." Rendy menatapnya. "Aku nggak nyangka kamu bakal dateng."

Entahlah, Aria sampai harus mengeratkan genggaman tangannya di lengan Alam demi menjaga keseimbangan tubuhnya. Karena pancaran mata penuh bahagia bercampur haru yang ia lihat di mata Rendy begitu mengusiknya.

"Aku yang ngundang mereka secara langsung, Babe." Sheila bergelayut manja di lengan Rendy, seakan memperlihatkan keintiman keduanya. Cewek itu tersenyum sinis pada Aria.

Shades of Blue ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora