10. Sekelumit Pesan Dari Sang Koordinator

Start from the beginning
                                    

Mendengar itu, kedua mata Naela praktis melebar. Detak jantungnya seakan berhenti berdegup normal. Tiba-tiba gadis itu melenggang pergi melewati Ibu. Sedikit berlari sebab tak sabar ingin memeriksa apa benar yang di bawah sana adalah Mas Ilham.

Saking gugupnya, Naela merasa perjalanan menuju ruang tamu lebih jauh dari biasanya. Langkah kakinya seolah begitu lambat kontras dengan degup jantungnya. Gadis itu bolak-balik berhenti hanya untuk menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan kasar. Perasaan Naela untuk Mas Ilham masih tetap sama. Gadis itu tak pernah berniat menyukai pria lain meski waktu itu ia nyaris terpikat pada Bayu.

Saat Naela sampai di ujung ruang tengah, tiba-tiba dia bersembunyi di balik tembok. Pelan-pelan gadis itu mengintip Mas Ilham yang sedang duduk santai di ruang tamu. Naela pandangi punggung lelaki itu sembari berbunga-bunga. Beragam praduga mulai muncul dibenaknya. Menebak alasan kehadiran Mas Ilham tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Kedua sudut bibir Naela terangkat ketika ia berpikir Mas Ilham juga memiliki rasa yang sama dengannya. Sebab itu Mas Ilham rela datang kerumah hanya untuk menyatakan perasaan yang ia pendam selama ini.

Sekali lagi gadis itu menarik napas dalam-dalam. Sebelah tangannya terangkat lantas mengusap dada berkali-kali. Jika yang ia pikirkan benar adanya, maka Naela tak akan membuat momen berharga ini rusak begitu saja akibat gelisah yang melingkupi jiwanya.

Menit berikutnya gadis itu mulai melangkahkan tungkainya kembali. Hingga raganya benar-benar menapaki ruang paling depan rumah itu. Menyebabkan Mas Ilham spontan menoleh lengkap dengan senyum andalannya.

"Nae," sapa Mas Ilham lebih dulu. Dia bahkan beranjak dari duduknya.

"E eh, Mas Ilham duduk aja!" Gadis itu merespon malu-malu. "Mas Ilham tahu dari mana rumahku?"

Tak langsung menjawab, bola mata Mas Ilham justru mengikuti gerak-gerik Naela yang hendak duduk menjauh darinya.

"Ngapain duduk disitu?" Kontan Naela menoleh. "Disini aja! Jangan jauh-jauh!" Kata Mas Ilham menepuk kursi di sebelahnya.

Semesta, hati Naela benar-benar seakan berada di taman penuh bunga indah. Jiwanya seolah di bawa melayang jauh ke nirwana. Dia sungguh tersipu menerima respon semacam itu dari pria yang menempati tahta tertinggi di hatinya selama ini.

Tak ingin melewatkan kesempatan, Naela betul-betul duduk di samping Mas Ilham. Semerbak parfum lelaki itu terasa memenuhi Indra penciumannya. Membuat Naela betah walau keheningan menghampiri mereka berdua.

"Mas Ilham belum jawab pertanyaanku."

"Pertanyaan yang mana?"

"Mas Ilham tahu darimana rumahku? Aku kan nggak pernah ngajak Mas Ilham kesini."

Yang ditanya terkekeh pelan. "Aku tanya ke Sisil."

Biasanya Naela akan memendam kesal manakala Sisil melakukan sesuatu yang berkaitan dengannya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Namun kali ini gadis itu berterimakasih pada sahabatnya. Meskipun ia tak mempersiapkan diri dengan baik, kehadiran Mas Ilham sungguh membuat keadaan hatinya kian membaik.

"Oh iya, Mas Ilham mau minum apa?"

"Nggak usah repot-repot, Nae."

"Nggak repot kok."

"Kamu mending siap-siap aja."

Naela saja masih kebingungan menerka alasan Mas Ilham datang kerumahnya, tiba-tiba ia diminta agar siap-siap tanpa keterangan yang jelas. Pada akhirnya yang bisa gadis itu lakukan hanya menyuguhkan raut wajah melongo tanpa sepatah kata pun yang keluar.

"Astaga!" Mas Ilham menepuk jidatnya. "Aku lupa nggak ngasih tahu dulu. Aku mau ngajak kamu ke toko sepatu."

Naela besar kepala saat mendengarnya. Ia mengulum bibir demi menyamarkan senyum yang bisa saja membuat Mas Ilham salah paham.

CATATAN PRESMAWhere stories live. Discover now