"Aku bukan lagi pengawal Yang Mulia, melainkan pengawalmu, Midoriya. Prioritasku adalah melindungimu. Juga, seperti yang Bakugou-sama katakan tadi, kau juga sama terancamnya."

"Bagaimana jika istana kehilangan putra mahkota? Koshi-san pasti juga sudah memikirkan soal diriku, dia hanya memprioritaskan negara. Kalau kau khawatir, maka mintalah orang lain yang kau percaya untuk menggantikanmu sementara. Aku juga akan membatalkan seluruh jadwal keluarku sampai Yang Mulia dan kau kembali, jadi penggantimu hanya perlu menjagaku di dalam istana." Midoriya menatap pada Kirishima. "Jadi kumohon, pergilah dengan Yang Mulia."

Kirishima diam. Dia masih enggan untuk menerima permintaan Midoriya. Tapi bohong kalau dia tidak cemas mengenai keamanan putra mahkota setelah serangan kemarin.

"Baiklah." Jawab jenderal itu setelah mempertimbangkan. "Aku akan minta orang kepercayaanku untuk menjagamu."

Midoriya menghela napas lega dan tersenyum. "Terima kasih."

.
.
.
.
.

Dua hari kemudian, kereta kuda yang akan membawa Bakugou pergi telah siap. Midoriya datang ke pusat untuk melihat keberangkatannya.

Midoriya membungkuk hormat. "Jaga dirimu, Yang Mulia."

"Kau juga. Aku akan kembali dalam dua tiga minggu ke depan." Bakugou menoleh ke arah Kirishima. "Penggantinya akan segera menjemputmu sebentar lagi. Jangan ragu untuk menegurnya jika dia lengah dalam tugas."

"Baik."

Kereta kuda berangkat setelah Bakugou dan Koshi masuk ke dalamnya. Kirishima dan rombongan prajurit mengikuti kereta dari samping dan belakang dengan menunggang kuda.

.
.
.

Seorang pria berjalan terburu-buru dengan setengah berlari melewati jalanan paving istana.

"Bagaimana bisa aku terlambat datang, Jenderal dan Yang Mulia bisa membunuhku jika tahu." Pikirnya.

Dia adalah bawahan tepercaya yang Kirishima tunjuk untuk menggantikannya selama jenderal itu pergi dengan putra mahkota.

Pagi tadi dia masih ada jadwal melatih para prajurit baru, dan ternyata dia selesai lebih siang dari yang diduga. Dia berjanji akan datang sebelum kereta putra mahkota pergi, tapi dia terlambat.

"Kuharap Nona Midoriya tidak akan marah..." gumamnya.

"Kudengar kau menjadi pengawal pengganti untuk calon permaisuri."

Suara itu membuat sang wakil jenderal mengerem langkah, menoleh melihat pada seseorang yang dia kenal.

"Ah maaf, salam, Wakil Jenderal Giro."

Giro mengangguk. "Ya, ada apa Ren?" Dia mengenal salah seorang prajurit yang tengah dalam masa promosi menjadi seorang wakil jenderal itu. "Aku sedang buru-buru, semoga kau punya sesuatu yang penting untuk dikatakan."

"Tenang saja, aku hendak mengatakan sesuatu yang sangat penting." Ren tersenyum. "Serahkan tugas pengawalanmu padaku."

Giro mengernyit, tertawa. "Kau tahu ini adalah tugas resmi dari Yang Mulia dan Jenderal. Aku tidak bisa menyerahkan tugasku begitu saja, lagipula aku tidak punya niatan. Kenapa? Kau ingin lebih cepat diangkat sebagai wakil?"

"Hm... kurang lebih begitu."

"Haha, kau jujur sekali. Tapi maaf, aku tidak akan memberikan tugasku padamu."

Raut Ren berubah. "Kalau begitu, aku akan mengambilnya secara paksa."

Giro juga berubah serius. Dia tahu apa yang Ren coba lakukan. "Tindakanmu terklarifikasi sebagai ancaman untuk calon permaisuri, aku berhak untuk menghalangimu dengan segala cara."

Fake Bride - BNHA Fanfict (Completed)Where stories live. Discover now