Sembilan

0 0 0
                                    


Happy Reading

Ada-ada saja memang.
Setelah menghabiskan waktu yang cukup memikirkan seorang Ray Mahadevan yang tiba-tiba saja follow akun milik Amy. Di saat yang bersamaan pula, seorang Dewa Pramuja menghubungi Amy. Dalam panggilan yang masih tersambung itu, Dewa meminta Amy menemaninya pergi ke suatu tempat.

Maka dari itulah, Amy pergi dari rumah Stella pagi-pagi agar ia bisa berpenampilan rapi di depan boss-nya itu. Kenapa Amy harus pulang ? Pertama, isi lemari Amy di rumah Stella adalah kaos oblong dan celana training. Tidak ada pakaian yang cocok untuk menemani boss-nya pergi hari ini dan tidak mungkin Amy oerhi memakai kaos oblong.

Kedua, Stella memberikan saran pada adiknya itu agar Dewa menjemput Amy di rumah Stella. Namun, Amy menolaknya. Ia tidak mau Dewa menjemput Amy di rumah Kakaknya.

"Selamat berkencan ya." ucap Stella santai yang mengantar Amy sampai depan teras.

"Kencan apanya ?" tanya Amy sedikit kesal. Kesal yang tertahan.

"Kau dan Dewa." Stella menyeringai. Dia sangat senang menggoda Amy.

"Kak, aku hanya menemaninya. Tidak lebih."

"Terserah kau saja. Ingat ya, kau harus berhati-hati."

Amy terkekeh pelan. "Kak, Pak Dewa adalah orang yang baik. Dia tidak mungkin mencelakai aku."

"Tapi dia juga menyukaimu."

.
.
.

Bisa Amy rasakan tangannya di genggam kuat oleh sebuah tangan kekar di sampingnya ketika mereka berada di sebuah pusat perbelanjaan. Perlahan, kepala Amy menoleh ke arah sampingnya untuk melihat seseorang yang menggenggam tangan kirinya. Dan ternyata dia adalah seorang pemuda tampan dengan balutan jaket jeans dan rambut hitam legam dengan potongan rambut yang rapi.

Mata Amy tak pernah lepas memperhatikan raut wajah pemuda itu yang memiliki mata yang indah. Ditambah dengan senyuman lucu di bibirnya yang menambah kesan imut dalam diri pemuda yang Amy tahu namanya. Dia adalah Dewa. Dewa Pramuja.

Dan pada akhirnya, mereka berdua tiba di sebuah toko jam tangan. Dewa mulai melepaskan genggaman tangannya dari tangan Amy. Dewa mencoba melihat-lihat merk arloji di setiap rak toko itu sedangkan Amy masih sibuk memperhatikan dia yang asyik melihat-lihat jam tangan.

Ini kedua kalinya Dewa meminta Amy menemaninya pergi. Maksudnya, menemani pergi di luar pekerjaan mereka.

Banyak yang berpendapat bahwa Dewa menyukai Amy. Amy menyanggah semua yang dikatakan oleh rekan-rekan di kantornya, teman-teman terdekat termasuk Kakaknya sendiri.

Dewa dan Amy memang saling dekat. Itulah tuntutan pekerjaan mereka berdua. Di luar itu, mereka sibuk dengan kehidupan maing-masing.

"Amy, menurutmu ini bagus atau tidak ?" tanya pemuda itu yang membuat Amy bangun dari lamunannya. Amy tersadar kalau dia terlalu lama melamun.

"Amy, kenapa diam sih ?" suara itu mengundang Amy untuk menoleh ke arah pemuda itu yang ternyata bisa berlaku manja bahkan di tempat umum seperti ini. Amy tersenyum. Pemuda itu sangat lucu. "Aku mau minta pendapatmu." lanjutnya yang terlihat semakin menggemaskan di mata Amy.

Mata Amy beralih ke arah bentuk arloji dengan warna berbeda di kedua tangan Dewa tersebut.

"Bapak lebih cocok pakai arloji yang warnanya hitam. Hitam cocok di kulit Bapak." ucap Amy yang menunjuk sebuah arloji hitam dari tangan kiri Dewa itu.

"Oke, Amy. Saya pilih hitam sesuai pendapatmu. Karena yang terpenting adalah saya terlihat tampan di matamu. Kalau di mata orang lain, saya tidak peduli." Lalu dia tersenyum manis sekali di depan Amy.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE HARDEST THINGWhere stories live. Discover now