11°

90 20 11
                                    

Hai, jangan lupa vote dan komen yaa🥺
1 komen saja udah berharga dan menghibur banget buat aku, apalagi komen banyakk biar aku semangat nulisnyaa😭

_____________________________________

Pagi itu diawali dengan mata pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang selalu diajarkan professor baru setiap tahunnya, dan tahun ini Mad Eye. Dengar-dengar si Mata Gila itu mantan auror yang suka menjebloskan orang ke Azkaban. Karena rumor itu, dua sahabat yang sedang berjalan di koridor tampak sama sekali tak semangat mengikuti pelajaran.

"Really, guru yang mengajar PTIH tahun ini berbeda 180 derajat dibanding tahun lalu. Aku lebih baik diajar oleh werewolf daripada si Mata Gila itu." Oceh Pansy sembari merapikan poninya itu.

"Ya, werewolf memang lebih baik saat tidak ada bulan purnama. Sebaiknya kita berjalan lebih cepat atau kita tidak akan kebagian tempat enak." jawab Charity sedikit berlari meninggalkan Pansy.

"Tunggu aku! Dasar Yaxley!"

Sesampainya di kelas, Charity dan Pansy memilih bangku paling belakang, menghindari jika tiba-tiba ditunjuk oleh Professor Mad eye. Ya, sebenarnya semua murid mengincar bangku paling belakang sih. Beruntungnya, mereka berdua datang lebih awal pagi itu.

Tak lama setelah itu, para murid mulai berdatangan tak terkecuali Draco bersama antek-anteknya Vincent Crabbe dan Gregory Goyle. Di belakang mereka Blaise Zabini dan Theodore Nott juga tampak bergabung.

"Kau tambah cantik saat rambutmu diikat, Yaxley." kata Theodore Nott sembari duduk tepat di depan Charity. Gadis itu yang sedang sibuk membaca buku PTIH tahun ke-4 tiba-tiba merasa terpanggil dan mendongak ke sumber suara.

"Umm ya, thanks." jawab gadis bermarga Yaxley itu dengan raut wajah bingung. Jarang sekali yang memujinya cantik secara terang-terangan seperti ini, dan itu membuat hati gadis itu senang. Ya, walaupun yang mengatakan hal itu bukanlah pujaan hatinya.

"Well, kenapa kau masih terus memandangku?" Tanya Charity pada Theodore yang tak berniat mengalihkan pandangannya.

"Tidak apa-apa, aku hanya mengagumi ciptaan Tuhan." Jawabnya yang lebih mirip seperti playboy kelas kakap itu.

"Aduh Theo, siapa lagi yang akan kau goda siang ini?" Tanya Pansy dengan wajah tak habis pikir dengan kelakuan teman se-asramanya itu.

"Tidak ada, Charity gadis paling cantik di kelas ini," jawab Theo sembari tersenyum jail.

"Ya, terserah." Charity tampak bodoamat dan melanjutkan bacaannya.

Mereka bertiga tak sadar, jika seseorang yang duduk tak jauh dari mereka tengah menatap dengan sinis. Siapa lagi kalau bukan Draco Malfoy. Raut wajahnya seakan tak suka saat Theodore menyebut Charity cantik secara terang-terangan. Entah apa yang ada di pikirannya, Draco memang mengakui kalau gadis itu tampak lebih cantik dengan rambut yang dikuncir kuda. Terlihat lebih dewasa dan lebih mempesona. Lagi-lagi Draco menggeleng-gelengkan kepalanya saat menyadari apa yang ia katakan dalam hatinya.

Tak lama setelah itu, Professor Alastor Moody atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mad Eye datang dengan kaki pincangnya sembari membawa botol kecil di tangan kirinya.

Ia menjelaskan tentang mantra-mantra kutukan tak termaafkan dan sesekali menuliskannya di papan tulis. Jujur saja, anak tahun ke-4 terdengar lebih senyap dibandingkan saat kelas Ramuan Prof. Snape.

"Weasley!" panggil Mad Eye tiba-tiba pada laki-laki berambut merah yang duduk di depan itu, Ron Weasley.

Pelajaran berlangsung selama kurang lebih 2 jam dengan suasana yang sedikit mencekam. Tiga kutukan tak termaafkan diluncurkan begitu saja oleh Mad Eye pada seekor laba-laba tak berdosa. Si Mata Gila itu sama sekali tak merasa bersalah kala melakukannya sembari menyeruput cairan yang ada di botol kecilnya.

"Aku sedikit bertanya-tanya cairan apa yang diminum Prof. Moody," ujar Charity pada kedua temannya sembari melentangkan tubuhnya di kasur.

"Aku sih tidak peduli itu apa, yang jelas bukan jus labu," jawab Pansy sama-sama meletakkan tubuhnya di kasur empuk miliknya.

"Apa itu semacam ramuan?" Charity masih bersiteguh pada hal yang ia pikirkan saat itu.

"Kalaupun iya itu ramuan, kupikir dia memang memiliki penyakit dalam tubuhnya," kali ini Daphne yang angkat bicara.

"Tapi dia tak tampak sakit. I mean, Dumbledore tidak mungkin mempekerjakan guru penyakitan," sanggah Charity sembari menatap langit-langit kamarnya.

"What if, itu sebuah ramuan bukan untuk penyakit? Dia meminumnya setiap jam." sambungnya.

"Wait!" Charity beranjak dari tempat tidurnya seakan menyadari sesuatu. Pansy dan Daphne yang memperhatikannya pun hanya saling pandang, tak tahu maksud dari gadis itu.

Charity mengambil buku ramuannya dan menunjukkan pada kedua temannya tentang sebuah ramuan yang hanya bertahan selama 1 jam.

"Ya, Polyjuice. Bukankah ini masuk akal? Dia sering menjulurkan lidahnya tanpa alasan, I just feel he's not real Prof. Moody." kata Charity serius. Pansy dan Daphne terdiam, hanyut pada pikirannya masing-masing setelah mendengar pernyataan  Charity yang sedikit masuk akal.

'Tok...tok' suara ketukan pintu membuyarkan lamunan ketiganya.

"Ya, masuk." kata Pansy asal.

Seorang gadis bersurai ikal berdiri di ambang pintu seakan mencari seseorang di dalam kamar tersebut. Daphne yang menyadari akan kehadiran gadis itu seakan mengubah ekspresinya menjadi tidak suka.

"Kak Daphne, ada surat untukmu dari Dad," katanya lembut. Daphne segera menghampiri gadis itu dan mengambil surat yang ia maksud. Setelah itu, gadis itu pergi begitu saja. Bahkan, Daphne juga tak mengatakan sepatah kata pun.

"Siapa tadi?" tanya Pansy pada Daphne yang berjalan ke arah ranjangnya.

"Astoria Greengrass." jawabnya malas.

"Your sister?" tanya Charity tak tahu apa-apa.

"Aku bingung harus menyebutnya apa. I'll say, she's not my biological sister." perjelas Daphne sembari membuka suratnya.

"Maksudmu?"

"Aku tidak tahu darimana datangnya. Ibuku tak pernah melahirkannya. I think my Dad has an accident with another women." Semuanya terdiam. Tak ada yang berani menanyakannya lagi.

"a muggle." finalnya.

"I'm sorry Daph, aku benar-benar tak tahu." kata Charity yang diangguki setuju oleh Pansy.

"It's okay. Bukankah itu sudah jelas. Aku berambut pirang dan dia berambut hitam. Lagi pula aku juga tidak menyukainya sama sekali." Kata Daphne santai.

"Dan untukmu Charity, kukira kau harus lebih hati-hati. Karena aku mendengar rumor bahwa Astor menyukai Draco. Anak itu tak pernah main-main dalam mencapai tujuannya." Kata-kata Daphne itu sukses membuat Charity membeku. Ada sedikit rasa takut di dalam dirinya. Ya, walaupun ia tak tahu apakah Draco menyukai Astoria juga ataupun tidak. Lagi pula, Charity tak pernah dianggap sebagai apapun dalam hidup Draco. Tapi rasanya tetap. Takut kehilangan.

_______________________________________

tahun ke-4 kalo di ff itu yang ditunggu-tunggu pesta yule ball 🤩🤩

𝟭𝟬.𝟬𝟬𝟬 𝙝𝙤𝙪𝙧𝙨 | 𝓓.𝓜Where stories live. Discover now