"Sayang, maafin aku. Aku kelepasan, aku cuma mau kamu istirahat. Ini demi kebaikan kamu dan si kembar juga," Raga yang menyadari perubahan di wajah Jiwa bergegas mendekat dan kembali memeluk Jiwa. Sedikit tips dari Ronald membuat Raga memahami bahwa ibu hamil memiliki perasaan yang jauh lebih sensitif.

"Dimaafin gak?" Raga memiringkan wajahnya agar sejajar dengan wajah Jiwa.

"Peluk dulu sepuluh menit baru aku maafin," ucap Jiwa.

"Lima menit boleh gak? Setelah pulang kantor boleh peluk sepuasnya, aku ada meeting urgent hari ini jadi harus berangkat segera," jawab Raga.

Belum sampai lima menit Jiwa sudah melepaskan pelukannya dan membiarkan Raga pergi karena ia tahu pasti jalanan di pagi hari sering tidak bersahabat. Ia tidak mau egois membuat suaminya kerepotan hanya karena hormonnya yang naik turun.

"Belum lima menit loh?" ucap Raga.

"Engep aku pelukan lama-lama, udah kamu berangkat sana. Jangan lupa hubungin Pak Ojan buat beresin kamar atas ya," sahut Jiwa sambil menemani Raga ke pintu depan karena supirnya sudah menunggu.

Raga tiba di kantor tepat waktu tidak lupa ia meminta Pak Ojan untuk datang membantu membereskan kamar untuk asisten rumah tangga yang akan membantu Jiwa nantinya. Satu jam kemudian Pak Ojan datang ke rumah Jiwa dan Raga. Pak Ojan tidak datang sendirian, Clara, Ibunya Raga juga datang karena ingin melihat kondisi Jiwa sesuai dengan pesan Raga ditelefon tadi.

Betapa terkejutnya Clara begitu membuka pintu dan mendapati Jiwa tergeletak di lantai. Wajah menantunya itu sudah pucat, Clara segera memerintahkan Pak Ojan mempersiapkan mobil dan membawa mereka ke Rumah Sakit. Di perjalanan Clara menelepon Raga yang sedang meeting awalnya Raga menolak panggilan dari Mamanya sampai satu pesan masuk ke handphonenya.

Jiwa pingsan. Kalau kamu baca pesan Mama langsung ke rumah sakit First Medical Center.

Tanpa menunggu meeting berakhir Raga memohon izin meninggalkan rapat tersebut dan meminta asistennya untuk mengurusnya. Saat ini hanya Jiwa dan bayi di dalam kandungan istrinya yang menjadi prioritas. Rapat proyek senilai jutaan dollar pun tidak lagi Raga pikirkan.

Tidak butuh waktu lama bagi Raga untuk sampai ke rumah sakit. Kecepatan penuh mobil yang ia kendarai sendiri membuatnya tiba tiga puluh menit setelah Jiwa tiba di rumah sakit.

"Ma, gimana Jiwa ma? Gimana istri aku?" begitu tiba Raga langsung menghujani Clara pertanyaan.

"Lagi diperiksa dokter Ga. Kamu tenang dulu ya," ucap Clara sambil meminta Raga duduk.

Di depan ruang pemeriksaan ada Ronald, Clara, Jia dan Warren yang langsung datang ke rumah sakit begitu mendapat berita tentang Jiwa.

"Udah tiga puluh menit  tapi kenapa belum ada hasil sih Ma, lama banget. Pindah rumah sakit aja kalau di sini lama," Raga yang kalut tidak bisa mengendalikan pikirannya.

"Ga, kamu tenang dulu. Butuh waktu untuk dokter periksa semuanya," Ronald datang mendekati Raga untuk menenangkan putranya.

Bagaimana bisa tenang, sudah hampir satu jam Jiwa diperiksa tapi dokter masih belum memberikan penjelasan apapun. Kakinya tidak bisa diam, Raga mondar mandir berjalan tanpa berhenti. Sesekali menengok ke ruangan pemeriksaan Jiwa.

"Bayinya harus segera dikeluarkan, saya butuh persetujuan keluarga untuk melakukan operasi," dokter yang keluar dari ruang observasi segera menemui keluarga Jiwa yang sejak tadi menunggu di depan ruangan. "Ada pendarahan di otak ibunya, sementara kita selamatkan dulu bayi dalam kandungannya dan kami akan buat ibunya "koma" untuk menghindari dampak yang lebih parah dari pendarahannya," jelas sang dokter.

UnconditionallyOnde histórias criam vida. Descubra agora