limabelas; janji

Začít od začátku
                                    

Kendati ingin menghampiri Gita untuk bertanya kembali, namun ia justru menemukan istrinya sudah terlelap di atas ranjang. Sekali lagi, Hardan hanya mampu tersenyum dan menghela napas kasar sebelum menuju sofa untuk menenangkan pikiran.

“Papi sabar banget kan nak? Kalau bukan demi kamu, papi pasti bisa marah-marah tau sama mami, udahan dong nguji papinya, papi capek tau,” gerutu Hardan seraya memakan makaroni dengan gusar.

“Kamu kalau mau keluar sekarang keluar aja, nanti papi beliin buku cerita yang banyak deh, papi jan—”

“HARDAN!!”

Baru saja Hardan akan meneguk cola nya, ia kembali mendengar suara teriakan dari dalam kamar. Tidak perlu bertanya siapa, sudah pasti Gita yang berteriak dari dalam sana.

“Kenapa? Kenapa sayang?” tanyanya panik.

“Perut aku sakit banget!”

“Oke ... oke tenang, tarik napas, buang ... tarik lagi, buang,”

“Har sakit!”

“Oke kita ke rumah sakit sekarang, ayo sini aku bantuin, pelan-pelan,”

Dengan penuh perjuangan, Hardan membawa Gita masuk ke dalam mobil. Setelah berhasil ia segera menyalakan mesin dan melaju meninggalkan rumahnya. Bertepatan dengan itu, ponselnya berdering berulang kali. Ia ingin mengabaikan, tetapi sebuah kontak nama yang tertera disana membuatnya tidak bisa acuh, meskipun ya, ia masih dilanda kepanikan karena Gita tidak berhenti mengeluh kesakitan.

“Iya halo, apa sih?”

“Har lo ke rumah gue sekarang, tolong,”

“Nggak bisa,”

“Kok nggak bisa sih?”

“Ya gue lagi dijalan, udah ya panik nih!”

“Har gue panik,”

“Ini gue juga lagi panik! Udah ya gue tutup, gue mau ke rumah sakit,”

“Har—”

Hardan memutus panggilan secara sepihak, kemudian membelokkan mobilnya masuk ke sebuah rumah sakit. Beruntung di depan ia sudah disambut dengan dua orang perawat yang membawa sebuah kursi roda. Gita duduk disana, kemudian mereka mendorongnya sedikit kencang menuju unit gawat darurat.

“Tolong istri saya dokter,” ucap Hardan yang baru saja ditahan oleh seorang dokter di depan pintu masuk UGD.

“Bapak tunggu disini, saya masuk dulu kedalam ya,”

“Iya dokter,”

Tinggalah dia seorang diri disana, memanjatkan doa pada Sang Mahakuasa untuk senantiasa diberikan kelancaran dan keselamatan untuk kedua manusia tercintanya, yang sedang berjuang di dalam sana.

○○○

Cantika berlarian dari koridor menuju ruang tunggu bersama dengan seorang laki-laki yang sangat asing bagi Hardan. Namun bukan itu yang menjadi fokusnya sekarang, melainkan sang adik yang datang dengan bercucuran air mata. Dengan sigap Hardan bangkit dari posisi duduknya kemudian merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk memeluk sang adik yang dengan senang hati segera membalas tanpa pikir panjang.

“Kamu kenapa nangis?” tanya Hardan yang membuat Cantika melepas pelukan kemudian memukul lengannya tanpa ampun.

“Aduh ... Aduh! Kok dipukul sih?” Hardan meringis kesakitan ketika merasakan lengannya terasa panas.

“Masih tanya kenapa lagi, aku nangis karena khawatir sama keadaan mbak Gita, gimana sih?” sulut Cantika kesal.

Hardan meringis kemudian mengusap tengkuknya sekilas lalu menatap dingin kepada lelaki yang tadi datang bersama adiknya. Seketika lelaki tadi menelan ludahnya dengan susah payah sebelum dengan ragu-ragu menjulurkan tangannya, menunggu Hardan menyambutnya.

RUMORKde žijí příběhy. Začni objevovat