Jeno meneguk salivanya kasar sebelum melanjutkan bicaranya.
"Grid girl tadi.. dan perempuan yang menciummu tadi.. mereka siapa?" Tanya Jeno. Meski ia sudah mengetahui siapa sosok wanita yang mencium Jaemin tadi karena mendengar obrolan Mark dan Haechan, tapi entah kenapa rasanya ia ingin mendengarnya langsung dari Jaemin.
Jaemin mendaratkan kecupan singkat di tengkuk Jeno membuat sosok yang berada di pelukannya itu menyikut Jaemin pelan. "Jaemin, jawab aku dan berhenti menciumi leherku!"
Jaemin mengangguk disertai kekehan kecil dibibirnya, ia berhenti mengecupi leher Jeno dan menggantinya dengan menyusupkan tangannya ke dalam baju Jeno—mengusap perut berotot Jeno dari dalam pakaiannya.
"Grid girl tadi namanya Kang Seulgi, dia kakak sepupuku. Saat pertama bertemu, kami sempat saling canggung karena sama-sama terkejut dengan keberadaan satu sama lain, namun lama-kelamaan kami jadi akrab karena selalu bertemu di setiap sirkuit tempatku balapan," tutur Jaemin.
"Sedangkan Giselle.." Jaemin menggantung ucapannya, ia juga menarik tangannya dari baju Jeno lalu menutupnya kembali.
"Giselle itu mantan tunanganku dulu," imbuhnya. Jeno bangun dari posisi awalnya, ia menoleh ke arah Jaemin yang masih tiduran di sampingnya, pemuda Lee itu menatap Jaemin dengan tatapan serius.
"Kau suka wanita?"
Jaemin mengerenyitkan dahinya dengan tawa kecil yang keluar dari bibir tipis itu, ia ikut merubah posisinya menjadi duduk disampingnya Jeno. Ia menatap sosok pacarnya itu, "menurutmu bagaimana?"
Jeno tampak bergeming sebentar sebelum kemudian menggeleng pelan membuat pemuda di sampingnya melempar senyum tergelak. Jaemin beralih merebahkan dirinya lagi, namun kali ini ia menggunakan paha Jeno sebagai bantalannya.
"Kalau aku suka wanita, aku tidak mungkin membobol seorang dominan sepertimu, Jen."
Tuhkan! Jaemin mulutnya tidak pernah di ayak!
Jeno mendengus sebal, ia menepis tangan Jaemin yang mengusap rahangnya. Ia menatap sebal Jaemin, "jangan bawa-bawa soal itu lagi, Jaemin!"
Jaemin terkekeh, "oke-oke. Ada lagi yang mau kau tanyakan?"
"Kalau kau tidak menyukai wanita, kenapa kau bisa bertunangan dengan Giselle?" Jaemin diam sejenak. Ia mengulum senyum tipis dibibirnya, "karena orang tuaku dan orang tua Giselle itu berteman. Mereka menjodohkanku dan aku tidak mungkin menolaknya, jadi dengan terpaksa aku menyutujuinya."
"Tapi untungnya, baru berselang beberapa hari setelah kami bertunangan aku sudah mendapat cara untuk memutuskan hubungan pertunangan itu," sambung Jaemin yang membuat Jeno pura-pura bingung. "How?"
Jaemin menyeringai, "karena aku melihatnya di club malam dengan pria lain. Aku memotret dan bahkan merekam dirinya saat perempuan itu tengah bercumbu mesra dengan pria lain, lalu setelah aku rasa semuanya sudah cukup meyakinkan, aku langsung pergi dengan membawa bukti itu dan memperlihatkannya pada orang tuaku dan orang tuanya. Dan boom! Kau tau apa yang orang tuaku lakukan pada Giselle malam itu?"
"Mereka marah?" Jaemin menggelengkan kepalanya, "mereka memaafkan Giselle. Namun, mereka mengajukan permintaan untuk membatalkan pertunangannya dan akhirnya di setujui."
Jeno memincingkan matanya, "mereka sama sekali tidak marah?"
"Ayah dan bunda mana punya emosional untuk marah," celetuknya. Ia beralih memeluk pinggang Jeno lalu menyelusup wajahnya ke perut rata Jeno.
Jeno hanya ber'oh' sebagai jawaban. Ia jadi berfikir, sebelum dirinya, apa Jaemin memiliki 'mantan' yang lain?
"Jen," panggil Jaemin. Jeno merunduk, seraya melihat wajah Jaemin yang berada di pahanya, "ada apa?"
Jaemin menatap pacarnya itu dengan serius, "kau bilang mau hubungan ini menjadi sebuah hubungan backstreet, tapi tadi kau malah keceplosan membeberkan fakta bahwa kita pacaran di depan teman-temanmu. Apa kau tidak masalah soal itu?"
Jeno sudah menebaknya. Jaemin pasti akan bertanya soal ini. Ia menatap lurus ke depan dengan hembusan napas lelah di mulutnya.
"Ya mau bagaimana lagi, kalaupun aku masalah dengan itu, memangnya apa yang kan berubah?"
"Lagipula Mark dan Jisung sekarang sudah mengetahuinya dan mereka tidak mungkin berpura-pura seolah mereka tidak mengetahuinya," imbuhnya yang terdengar pasrah. Jeno kembali menatap Jaemin yang berada dibawahnya, "kau sendiri bagaimana? Haechan dan Renjun sekarang sudah mengetahui hubungan kita, apa kau tidak masalah?"
Jaemin mengangguk. "Aku sih malah senang kalau mereka mengetahui hubungan kita, jadi aku sudah bebas untuk berduaan denganmu."
"Dan sekarang, masalahnya hanya sisa satu," sambung Jaemin dengan senyum jahil dibibirnya.
Alis Jeno bertaut bingung, "masalah apa lagi?" Tanyanya bingung. Jaemin bangun dari posisi awalnya, ia beralih duduk dengan menatap Jeno dengan sorot mata fokusnya.
"Masalah untuk bagaimana caranya memberitahu mereka tentang siapa yang pihak atas dan pihak bawahnya disini."
"NA JAEMIN!"
Jaemin tertawa puas lalu buru-buru turun dari kasurnya, ia mulai berlari menjauh dari sana dengan Jeno yang turut berlari mengejarnya.
Jaemin berlari mengelilingi area kamarnya demi menghindari kejaran pacarnya itu, "NA JAEMIN JANGAN BERANI-BERANINYA KAU MEMBEBERKAN TENTANG ITU PADA SIAPAPUN!"
"AKU TIDAK JANJI!"
Keduanya terus berlarian, sampai Jaemin kembali naik ke atas kasur lalu mengambil sebuah bantal dan menggunakannya sebagai tameng untuknya.
Jeno menyusul Jaemin, ia naik ke kasur juga dan berakhir keduanya melakukan perang bantal di atas kasur king size milik Jaemin.
Malam ini, kasur Jaemin kembali berdecit. Namun, kali ini bukan suara decitan yang di gabung dengan suara desahan yang terdengar di kamar itu, melainkan suara decitan yang di temani dengan suara gelak tawa riang dari dua orang diatasnya.
Jaemin mengulas senyum, kalau saja ia bisa menghentikan waktu maka dirinya ingin menghentikan waktu selama moment ini berlangsung.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kann udaa di bilangg, lanjutannya maniss :3 Btw, kalian lebih suka yang manis atau panas?