___*1*___

285 34 0
                                    



------__------



Jeno mulai menenteng cariernya dengan muatannya yang lumayan berat, lalu meletakkannya di atas kendaraan. Hari itu, Jeno akan mendaki gunung bersama kedua teman kuliahnya ; jaemin dan haechan.

Ini adalah pendakian ke sekian kalinya bagi jeno. Baginya, mendaki gunung adalah sebuah rutinitas yang perlu dibiasakan. Banyak cerita dan makna yang sering ia ambil di setiap perjalanan dan gunung yang berhasil ia daki.

"Manusia hanya setitik kecil diantara ciptaan-Nya yang sangat megah nan luas ini" begitulah kalimat yang sering ia lontarkan.

"Udah lengkap semua alat-alatnya?" tanya jeno kepada kedua temannya.

"Aman" jawab jaemin. Jaemin, adalah salah satu orang yang kerap bersama bertualang dengan Jeno.

Tak ayal, jika ia banyak mengerti tentang pengetahuan mendaki gunung dan sifat-sifat Jeno yang tak diketahui banyak orang.

"chan?"
Jeno melihat haechan, ia masih berkutat dengan alat- alatnya yang belum selesai ia kemas. Haechan juga salah satu orang yang dekat dengan jeno. Namun, ini adalah pendakian pertamanya bersama Jeno dan jaemin.

"Sebentar lagi beres" jawab haechan sambil menghisap sebatang rokok di jarinya.

Setelah semua siap. Mereka bertiga berangkat dari kos-kosan menuju gunung yang terkenal di semua kalangan pendaki saat itu. Bahkan, sampai sekarang, gunung tersebut masih menjadi primadona bagi seluruh kalangan pegiat alam.

Nama gunung tersebut adalah 'Gunung Merbabu'

Dari kos, mereka kemudian menuju ke sebuah desa yang ada di kaki gunung Merbabu, desa Wanadya.

Rencananya, jeno, jaemin dan haechan akan mendaki ke sana melalui jalur pendakian Wanadya, karena yang terdekat dari jarak mereka sekarang. Saat di tengah perjalanan. Mereka sempatkan cari sarapan terlebih dulu di warung pinggir jalan raya yang mereka lewati.

Tubuh yang lelah, masih bisa mereka tahan, tapi jika perut sudah lapar, harus segera diisi oleh makanan. "Logika tanpa logistik sama dengan anarkis" begitulah kalimat populer di masyarakat.

"Pada mau naik gunung ke mana, Mas?" tanya ibu- ibu pemilik warung tersebut. Kalau tidak salah, namanya Ibu Sarini.

"Merbabu, Bu" jawab jeno sambil tersenyum.

"Kemarin, dua hari yang lalu baru saja ada pendaki yang tersesat, Mas"

"Waktu ditemukan sudah dalam keadaan meninggal" imbuhnya.
Haechan tampak menghentikan suapan makanannya dan diam lumayan lama.

"Apa iya, Bu?" tanya jeno.

"Iya, Mas. Panjenengan semua hati-hati saja. Apa lagi cuaca masih tidak tentu begini. Kadang hujan, kadang panas, susah ditebak. Sudah bawa jas hujan semuanya kan?" tanya Bu Sarini.

"Aman,cuy. Tenang saja. Kita kan sudah nonton youtube kemarin, buat lihat referensi jalur pendakiannya" ucap jaemin seraya menenangkan.
Singkat cerita, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanannya lagi.





-----##------

Saat jalan mulai naik, Jeno yang dari awal boncengan dengan haechan, mendapati haechan melamun di belakangnya. Melalui spion, Jeno memperhatikan haechan yang dari tadi menatap tebing-tebing jurang di sebelah kanannya.

"Lihat apa, chan?" tanya jeno.
Haechan tak menggubris pertanyaannya. Ia terpaku dan melamun.

"chan!" gertak jeno

Lagi-lagi, haechan masih tak merespon gertakan Jeno.

Hingga akhirnya jeno menepikan kendaraannya dan jaemin yang berkendara di belakangnya pun mengikuti.

"Kok berhenti? Ada apa?" tanya haechan tiba-tiba

"Lah! Kamu tak panggil-panggil dari tadi kenapa gak jawab?"

"Ha? Kapan?"

"Kamu lihat apa sih?"

"Eng-enggak kok. Aku gak lihat apa-apa"

Jeno menatap haechan curiga. Wajahnya tampak berbeda seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari Jeno dan jaemin. Jeno dan haechan sedikit berdebat saat itu.
Namun, haechan masih dengan jawabannya. Jeno kembali memacu kendaraannya yang tak lama lagi akan sampai di desa Wanadya.

Selang tiga puluh menit kemudian, akhirnya mereka bertiga sampai di rumah singgah bagi pendaki di desa Wanadya.

(nominhyuck) bertaruh nyawa di alas demit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang