Hal itu seolah mengingatkan Yoona tentang masa-masa kuliah Jisoo.

Saat Jisoo kuliah, putri bungsunya itu memilih tinggal di kost an karena jarak kampusnya lumayan jauh. Jisoo hanya pulang dua minggu sekali ke rumah, itupun tidak pasti karena Jisoo seringkali sibuk dengan tugas kuliahnya.

Oleh sebab itu ia merasa kesepian ketika di rumah, karena selain Jisoo jarang pulang ke rumah, Irene juga sering pulang malam karena pekerjaannya.

Apalagi sekarang, mengingat jarak rumah dengan HYBE Label berkali-kali lipat lebih jauh dibanding kampus Jisoo, sudah pasti Jisoo akan semakin jarang pulang ke rumah.

Padahal baru saja ia merasakan suasana rumah yang kembali hidup semenjak Jisoo lulus kuliah, namun bukannya memilih istirahat sejenak, putri bungsunya itu malah ngotot mencari pekerjaan.

Tanpa sadar dadanya sedikit berdenyut, kala mengingat fakta bahwa waktu telah banyak merubah kehidupannya.

Anak-anaknya kian dewasa, kenyataan tersebut seolah memaksa dirinya untuk sadar bahwa kekhawatirannya yang berlebihan itu secara tak langsung telah mengekang mereka berdua.

Terkadang ia sering menentang bahwa tindakannya itu tidaklah berlebihan, mengingat dirinya adalah orang yang telah melahirkan serta membesarkan mereka berdua, ia rasa sangat wajar jika dirinya merasa sedikit tidak rela membiarkan Jisoo bekerja di tempat yang jauh.

Berbicara tentang Jisoo, Yoona merasa putri bungsunya itu memang jauh lebih nekat ketimbang Irene. Kesimpulannya Irene lebih tidak bisa jauh-jauh dari rumah. Contohnya saja saat kuliah, Irene lebih memilih kampus yang dekat dengan rumah, saat bekerja pun Irene lebih memilih tempat kerja yang jaraknya terhitung cukup dekat dengan rumah, alasannya biar bisa pulang ke rumah setiap hari.

Sangat berbanding terbalik dengan Jisoo yang sedari dulu memang berkeinginan hidup jauh dari rumah untuk mencari pengalaman serta mempelajari dunia luar. Padahal sama-sama anak perempuan.

Sudah ia putuskan, mulai sekarang ia harus selalu mendukung keinginan Jisoo, sebagai ibu seharusnya ia selalu support. Toh jaman sudah mulai canggih, sudah ada fitur panggilan video jika sewaktu-waktu ia merindukan Jisoo.

Lagipula keputusan Jisoo sudah bulat, itupun Jisoo memutuskan fokus berkarir demi menata masa depannya kelak. Ia rasa mulai sekarang dirinya tidak perlu terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang tak seharusnya ia khawatirkan.

Karena terlalu sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri, Yoona sampai tidak sadar dirinya telah berada tepat di depan pintu kamar Jisoo. Ia baru tersadar setelah mendengar pintu tersebut di gedor-gedor dari dalam, itupun diiringi berbagai umpatan.

Rupanya pintu tersebut dikunci dari luar, ia sudah bisa menyimpulkan siapa pelakunya. Tanpa pikir panjang ia pun mengulurkan tangannya ke kunci tersebut

KLEK

"KYAAAAA."

"Astaga!! Adek??"

Sepasang ibu dan anak itu terkaget karena hampir bertabrakan. Itu semua terjadi karena Jisoo yang langsung menerobos keluar setelah pintu terbuka.

Tak lama berselang, Yoona berhasil pulih dari keterkejutannya. Ia menatap putri bungsunya prihatin.

Bagaimana tidak, kondisi Jisoo terlihat sangat menyedihkan. Rambutnya acak-acakan, masker wajah yang dikenakannya sudah tak berbentuk, baju santainya juga terlihat kusut.

"Mana Irene Ma? Sumpah nyari mati si bangsat itu." Jisoo langsung mengoceh penuh emosi, sayangnya hal itu membuat dirinya dihadiahi sentilan dibibir oleh ibunya.

"Lemes banget tuh mulut, siapa yang ngajarin hem?" ujar Yoona terdengar mengintimidasi.

Ia memang paling tidak suka ketika mendengar umpatan, apalagi dari mulut anak gadisnya.

TRAGIC [VSOO]Where stories live. Discover now