Pemandangan di hutan peri itu sungguh tak biasa, walau sekilas tak beda dengan hutan umumnya, tetapi semua yang ada di sana sungguh berbeda, membuat kagum orang yang melihatnya. Namun, jika beruntung sampai ke tempat ini, karena faktanya, belum pernah satu orang pun yang berhasil memasuki hutan peri, tempat di mana sekelompok peri hutan yang tersisa hidup, jauh dari peradaban manusia. Setidaknya itu yang mereka sangka, walau nyatanya semua telah berubah.

Zhan membuka pintu kayu berwarna putih kusam dengan perlahan. Suara engsel yang telah termakan usia menyambutnya, membuatnya lebih hati-hati mendorong---takut jikalau tiba-tiba pintu itu akan terlepas.

Setelah membersihkan diri, dia menuju peraduannya, sebuah tumpukan jerami dengan dilapisi kain sutera menjadi tempat ternyamannya.

"Aku harus segera tidur! Besok aku harus datang lebih awal dari mereka agar banyak nektar yang kudapat."

Xiao Zhan segera memejamkan matanya. Baru beberapa menit rasanya, tetapi suara para binatang malam yang beraktivitas di malam hari itu telah kembali---menunjukkan jika sebentar lagi waktu subuh.

Dengan tergesa-gesa Zhan memakai bajunya, tidak lupa mengambil kantong kulit di mana biasa tempat dia menaruh hasil kerjanya.

Wushh!! Wush!!

Para peri seusianya terbang melewatinya, sesekali kelompok mereka tertawa mengejek Zhan yang lebih memilih berjalan kaki dibanding mengepakkan sayapnya menuju padang bunga untuk mengambil nektar bunga.

"Hai, kita tunggu Zhan!" Jili salah satu dari kelompok itu memberitahu teman-temannya.

"Untuk apa? Dia bukan kelompok kita lagi, Jili!"

"Tapi Zhao, dia sepertinya akan terlambat jika berjalan kaki."

"Bukan salah kita, jika sayap cacatnya tidak dapat digunakan untuk terbang lagi. Itu kesalahannya sendiri!"

"Tapi ...." Jili ingin mengatakan sesuatu, tetapi temannya telah terbang meninggalkannya. Hanya tersisa satu orang peri yang berwajah cemberut dan selalu marah-marah.

"Acheng! Kita turun dan bantu Zhan, yuk!" Acheng yang diajak bicara hanya memutar bola mata, lalu terbang begitu saja. Jili hanya bisa melihat Zhan dengan tatapan sedih, tetapi yang ditatap malah tersenyum konyol kepadanya sambil melambaikan tangan.

"Maafkan aku Zhan ...."

Akhirnya kelompok itu terbang meninggalkan Zhan yang hanya bisa membuang napasnya kasar.

Matahari belum terbit, langit masih tampak gelap, hanya kunang-kunang yang masih setia menemani langkahnya menerangi jalannya yang penuh semangat.

"Terima kasih kawan, aku pikir, sudah saatnya kalian beristirahat," ucap Zhan lembut, karena dia tahu saat guratan langit mulai cerah, bertanda mentari telah terbangun dari peraduannya, para kunang-kunang harus kembali ke rumah masing-masing.

Seolah mengerti dengan ucapan Zhan, para kunang-kunang itu terbang dengan sebelumnya mengelilinginya.

Setibanya di hamparan luas padang bunga, Zhan hanya bisa mengerutkan dahi. Hampir seluruh bunga yang baru mekar telah habis sarinya diambil oleh para peri lain yang datang lebih dulu. Mereka hanya meninggalkan bunga-bunga dengan kualitas kurang baik di sana.

Mata Zhan membulat saat melihat satu buah bunga segar yang berada di antara rumput tinggi itu tertinggal. Zhan tengah bersiap mengambil tasnya untuk mengumpulkan nektar. Tiba-tiba saja datang dua orang peri lainnya.

"Ini milik kami! Kau cari sana yang lain!"

"Aku yang datang lebih dulu! Jadi bunga ini miliku!" Zhan tidak ingin mengalah.

Mereka sempat beradu argumen hingga tak lama terjadi perkelahian.

"Aku tak takut padamu, Yuen Ge!" Zhan memukul pipi peri lelaki itu hingga jatuh!"

"Kau berani-beraninya memukul wajah tampanku!" Peri lelaki yang terkenal suka berganti pasangan peri wanita itu tampak kesal karena kini wajahnya terluka.

Perkelahian satu lawan satu itu di menangkan oleh Zhan, tetapi tidak berlangsung lama, karena teman Yuen ikut bergabung, keadaan jadi berbalik. Pada akhirnya Zhan hanya bisa pasrah seluruh nektar bunga itu di ambil oleh kelompok Yuen. Juga dirinya babak belur.

Zhan kembali berjalan menyusuri, dengan harapan ada bunga baru lainnya yang tertinggal untuknya.

Beberapa peri telah kembali setelah kantong mereka terisi penuh, sesekali mereka mengejek Zhan, meninggalkan Zhan begitu saja dengan kantong kulitnya yang masih kosong.

"Acheng, apa kita akan membiarkan Zhan?" tanya Jili yang sepertinya khawatir dengan Zhan.

Acheng terlihat acuh tak acuh, tetapi sebenarnya mata berbola ungu itu selalu memperhatikan ke mana Zhan pergi.

Dari atas kedua sahabat itu diam-diam mengikuti Zhan.

Langkah Zhan mulai gontai, pundak itu telah turun, semangatnya telah sirna bersamaan dengan sakit di tubuhnya akibat berkelahi, setelah mengelilingi padang bunga yang begitu luas dan tak mendapatkan satu pun bunga yang bagus, Zhan mulai putus asa. Hingga tiba-tiba dia melihat ke tanah.

"Ah, apa ini? Biji bunga matahari?"

Sepertinya ada yang sengaja menyebarkannya agar Zhan mengikuti jejak yang ditinggalkan, setelah beberapa lama, Zhan mendapati bunga yang besar dan segar di akhir jejak itu.

Mata Zhan membola bahagia dan menoleh ke atas mencari sosok baik hati yang dengan sengaja meninggalkan bunga segar untuknya.

"TERIMA KASIH ACHENG!!!" Tiba-tiba saja Zhan berteriak. Membuat Acheng yang bersembunyi di pohon jengkel.

"Ayok, kita pulang!" ajak Acheng.

Jili hanya tersenyum di balik kipasnya.

Bersambung.

Ready dlm bentuk PDF ya

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Ready dlm bentuk PDF ya.
Informasi pemesanan
ZAYLotus: 087885277443 (WA only)

Ai ajuns la finalul capitolelor publicate.

⏰ Ultima actualizare: Apr 12 ⏰

Adaugă această povestire la Biblioteca ta pentru a primi notificări despre capitolele noi!

Tempting Fairy Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum