Chapter 4: Sentuhan

Começar do início
                                    

Mau tak mau ia segera bersiap pergi ke sekolah, pasrah jika dirinya nanti dihukum karena tidak sempat mengerjakan tugas. Dan tanpa Anna ketahui, mulai hari itu Jayden memutuskan untuk mengikuti kemanapun Anna pergi, termasuk ke sekolah.

Tujuannya tetap satu, Jayden ingin selalu menjaga Anna karena ia tak mau Anna terluka sedikitpun.

"Tugas kemarin tolong segera dikumpulkan! Bagi yang tidak mengumpulkan, maka tidak akan ibu beri nilai!" Suara guru matematikanya yang ternyata lumayan killer itu menggema di seluruh penjuru kelas

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Tugas kemarin tolong segera dikumpulkan! Bagi yang tidak mengumpulkan, maka tidak akan ibu beri nilai!" Suara guru matematikanya yang ternyata lumayan killer itu menggema di seluruh penjuru kelas.

Semua siswa langsung bergegas mengambil buku mereka dan bergantian mengumpulkan tugasnya ke depan. Anna gugup, ia mulai menggigit bibirnya karena tidak tahu bagaimana cara menyampaikan kepada gurunya jika ia belum mengerjakan tugas.

"Jumlah siswa di kelas ini ada 30, kan? Buku tugas yang terkumpul baru ada 29. Siapa satu anak yang belum mengumpulkan?" Tanya sang guru sembari membenarkan kacamata baca miliknya. Anna yang awalnya ragu-ragu, akhirnya mulai memberanikan diri untuk mengangkat tangan dan berniat berkata jujur.

"Oh? Anna? Anak baru? Kamu belum mengerjakan?"

"Anu, itu, bu, sayaㅡ"

Belum sempat Anna menyelesaikan kalimatnya, buku tulis yang ada di atas mejanya itu entah sejak kapan sudah dalam kondisi terbuka, menampilkan tugas matematikanya yang telah terisi jawaban.

Anna melotot, jelas-jelas dari kemarin siang ia tertidur pulas dan baru bangun keesokan harinya, lalu bagaimana bisa tugasnya itu sudah selesai? Siapa orang baik yang dengan rela mengerjakan tugasnya? Tulisannya jelas bukan tulisan Anna. Apakah Juan? Tidak mungkin! Juan saja enggan masuk ke kamar Anna, apalagi untuk iseng mengerjakan tugas adiknya itu.

Lalu siapa? Tulisan tangan siapa yang terekam dalam buku Anna itu? Pikiran Anna mendadak kosong dan untuk beberapa saat ia masih dalam kondisi bengong, hingga suara gurunya yang mendekat ke arahnya itu memecahkan lamunannya.

"Loh, ini tugasnya sudah kamu selesaikan. Kenapa tidak segera dikumpulkan? Takut jika nilai tugasmu jelek? Ada-ada saja kamu ini." Ucap sang guru sambil mengambil buku tugas milik Anna dan membawanya ke meja guru untuk ditumpuk menjadi satu dengan tugas temannya yang lain.

"Aneh banget! Kayaknya aku mulai gila." Batin Anna sambil memainkan pensil yang sedang ia genggam. Ketika pensil yang ia mainkan itu tak sengaja tergelincir dari tangannya dan hendak terjatuh dari meja, ajaibnya pensil tersebut berhenti tepat di ujung pinggir meja, seakan ada seseorang yang menahannya.

Ups! Hampir saja jatuh.

Benar, Jayden memang mengikuti Anna ke sekolah, dan kini dengan santainya ia duduk di bangku kosong yang berada tepat di samping Anna. Dan semua keanehan yang menghantui Anna adalah ulah Jayden.

Jayden lah yang menahan pensil tersebut agar tidak jatuh, dan Jayden pula yang mengerjakan tugas matematika Anna.

Anna kembali merasa aneh ketika melihat pensilnya itu tiba-tiba saja bisa berhenti tepat di pinggiran meja. Ia mengucek kedua matanya berulangkali, seakan sulit memercayai keanehan-keanehan yang sedang menimpa dirinya.

Dan perilaku tak tenang Anna itu terlihat oleh teman sekelasnya yang duduk di sebelah bangku kosong yang kini telah ditempati oleh Jayden, Tio namanya.

"Lo kenapa dah? Daritadi gelagat lo ribet bener. Dasar cewek aneh!" Ucap Tio dengan nada dingin.

Brakkk!!!

"Argh!" Tatapan seisi kelas langsung mengarah ke bangku paling belakang begitu terdengar suara teriakan beserta dentuman keras seperti kursi yang terjatuh.

Dan benar saja, lelaki bernama Tio itu sudah dalam posisi terjatuh ke belakang bersama kursinya. Bukannya prihatin, teman sekelasnya malah langsung menertawakan Tio karena mengira jika lelaki tersebut terjatuh karena ulahnya sendiri, padahal nyatanya bukan.

Sosok Jayden yang duduk tenang di sebelah Anna itu hanya tersenyum miring sambil menatap tajam ke arah Tio, meskipun Tio kini memang tak bisa melihat sosoknya.

Ternyata keputusanku untuk mengikuti Anna ke sekolah sudah benar, harusnya sejak hari pertama aku sudah melindunginya dari orang-orang jahat seperti ini.

Dingin. Anna tiba-tiba merasakan ada sentuhan dingin yang tengah memegang tangannya saat ini. Semenjak Tio tiba-tiba terjatuh tanpa sebab, Anna yakin ada hal aneh yang sedang terjadi dalam dirinya. Ia langsung mengibaskan tangannya di udara, merasa takut jika ternyata ada sosok gaib yang sedang duduk di sampingnya.

Deru nafas Anna menjadi tak teratur, tiba-tiba saja ingatannya tentang sosok lelaki tampan dalam mimpinya muncul kembali dalam benaknya, entah mengapa ia merasa jika kedatangan sosok tersebut bukanlah hanya sekadar bunga tidur biasa.

Buru-buru ia bangun dari duduknya untuk membantu Tio yang terlihat kesakitan, namun lelaki tersebut malah menolak bantuan dari Anna karena merasa Anna adalah pembawa sial.

"Enyah lo! Gak usah sok-sokan bantu gue segala, dasar cewek aneh! Sial banget gue duduk di sini. Dasar cewek pembawa sial!"

Anna mematung di tempat, membiarkan Tio berjalan keluar kelas setelah izin ke toilet kepada gurunya. Teman sekelasnya yang lain kini turut menatap Anna dengan tatapan sinis mereka, lalu sang guru pun segera menyuruh siswanya untuk fokus kembali dengan pelajaran karena melihat kelasnya menjadi tidak kondusif.

"Anna, cepat duduk kembali ke kursimu. Fokus dengan pelajaran di depan!"

Anna mengangguk dan langsung kembali duduk di bangkunya. Ia menunduk lesu, tersadar jika dirinya tak akan bisa memiliki teman karena reputasinya sudah terlihat buruk seperti ini. Apalagi semua tatapan teman-temannya sudah terlihat dengan jelas apa maknanya, mau tidak mau ia harus menjalani kehidupan sekolahnya seorang diri.

Anna? Harus berapa kali ku bilang jika aku tak suka melihat wajah sedihmu itu, hmm? Maafkan aku, aku berbuat seperti tadi hanya karena ingin melindungimu. Jika kamu tidak memiliki teman, maka aku yang akan menjadi temanmu.

Jayden yang terus menatap Anna dari samping itu terlihat lesu. Ia merasa begitu kasihan dengan Anna, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk mulai menampakkan dirinya secara perlahan di depan Anna agar gadis itu tidak takut padanya.

Nanti malam aku akan memberimu kejutan. Kumohon, jangan takut padaku.

🍂

Unlock the last cast:

Hattala Tio Narendra (Anna's Classmate)

Hattala Tio Narendra (Anna's Classmate)

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
JAYDEN, 18:23Onde histórias criam vida. Descubra agora