Lari, Kelinci! Lari!

13 0 0
                                    

Malam berbintang. Tiada awan, langit-langit bersinar terpancar oleh rasi bintang. Gedung asrama begitu sunyi. Hanya seorang siswa lelaki bernama Seif seorang diri. Ia tak pulang tak seperti anak-anak lainnya karena suatu hal. Tak ada siapapun disana, bahkan Pembina asrama pun pulang kampung.

Ia begitu menikmati terpaan air panas yang dipancarkan oleh shower. Dengan tubuh telanjangnya, ia mengusap rambut kepalanya dalam terpaan uap air. Tak lama, ia keluar dengan sehelai handuk biru yang dibalut di bagian bawah tubuhnya. Ia berlari keluar dari jejeran kamar mandi seraya bersenandung menuju lorong kamar-kamar di kala gelap remang-remang.

Seif membuka pintu bertuliskan 201, pintu kamarnya yang tak terkunci. Ia menutup pintu lalu membuka lemari yang terdapat cermin panjang di balik pintu. Ia begitu asyik menyinyir di cermin. Tak hirau sosok bayangan hitam lewat di depan jendela samping pintu kamar.

"Dug! Dug! Dug!" suara seperti orang berlari di tangga kayu dekat lorong terdengar sampai kamar.

Seif mengalihkan wajah. Pandangannya pun berbalik ke arah jendela samping pintu. "Pak?" ujarnya yang mulai ketakutan.

Ia keluar tanpa busana—hanya sehelai handuk—mencari tahu asal suara. Ia berjalan berdenyit menuju kamar Pembina di ujung lorong dekat tangga. Lorong itu begitu gelap. Penerangan hanyalah rembulan yang menembus jendela-jendela kamar. Ia mengetuk pintu Pembina perlahan memastikan.

"Pak? Bapak di dalam?"

Tak ada jawaban. Hanya hembusan angin. Seif mengintip dari jendela pintu. Kamar pun terlihat gelap dari dalam.

Seorang bertopeng hitam dengan senyuman menyeringai berjubah hitam berjalan mengendap dari tangga yang dibelakangi Seif. Topengnya menyinyir dengan gigi putih layaknya hantu. Ia mendekap Seif yang mengintip dengan sapu tangannya. Seif menerpa, meronta, membuat handuknya terlepas, hingga tak sadarkan diri.

Pria bertopeng itu memangkunya. Ia berjalan menelusuri lorong-lorong gedung asrama yang remang-remang dengan senyuman maut di topengnya. Sampai lah ia di tempat terang—lobi asrama yang sudah di terobos oleh mobil hitam yang diparkir.

Ia membuka bagasi, memasukkan tubuh Seif yang dipangkunya, lalu menutupnya. Kemudian ia memasuki kursi sopir mobil, menyalakannya dengan kunci. Ia pun keluar menuju jalan keluar lobi yang merupakan turunan. Seraya menyetir, pria itu bergetar-getar layaknya kejang, namun itu hanyalah pertanda ia tertawa.

***

CybernaturalWhere stories live. Discover now