02 : Kenyataan

173 136 3
                                    

Dicky bergegas ke parkiran untuk mengambil motornya, lalu pergi dari tempat itu.

"Eh.. eh... Mau kemana kamu?" Tanya pak Surya dengan wajah galaknya.

Dalam helm Dicky memutar bola matanya malas, kenapa dia harus berurusan dengan satpam menjengkelkan ini, sudah tau dia sedang buru-buru juga.

"Pulang pak! Aman udah dapat izin sama guru piket, buruan buka noh gerbang" Jawab Dicky sambil mengegas-ngegas motor supaya satpam itu tidak banyak berranya.

"Anak jaman sekarang gak punya sopan santun" Gumam satpam lalu berjalan membuka gerbang, tentu saja Dicky mendengar ucapan itu dengan jelas.

"Kalau mau dihormati, makanya hormati orang lain dulu pak" Seru Dicky lalu melenggang pergi, gerbang itu juga sudah terbuka setengah.

"Kamu ya ngejawab terus!" Omel pak Surya berseru-seru sangking jengkelnya.

Dicky tidak dapat mendengar ucapan satpam itu jaraknya dengan beliau sedikit jauh. Saat ia berbelok menuju jalan aspal matanya tidak sengaja melihat seorang cewek yang berdiri di pohon besar, sepertinya cewek itu sedang menunggu taksi.

"Em... gue tumpangi aja gak salah 'kan?" Batin Dicky berpikir. "Tapi kalau bareng, emang kita satu rumah sakit?" setelah ia pikir-pikir. "gue kasih tumpangan ajalah, kasihan juga" putusnya lalu sedikit menggas pedal motornya, berhenti tepat di depan cewek itu.

Dicky memberi tumpangan hanya sekedar tanda maafnya atas ketidaksengajaan tadi saat tidak sengaja menabrak cewek itu yang hendak ke perpustakaan.

Izora mengerutkan keningnya melihat motor yang berhenti di depannya, tapi setelah helm itu terlepas dan melihat wajahnya, ia kenal, ternyata itu kakak tingkatnya yang sempat bertemu dua kali hari ini.

"Lo... Mau kerumah sakit kan?" Tanya Dicky to the point.

Izora mengerutkan alisnya. "Kok tau kak?" Ia malah balik bertanya.

Dicky terkekeh mendengar itu. "Tadi lo kan bilang sama guru piket, gue tau lha" Jawabnya.

Izora tersenyum malu, kenapa dia sempat lupa jika saat di meja piket tadi dia meminta izin akan kerumah sakit untuk menemui ayahnya, saat ia memohon pada guru itu 'kan cowok didepannya itu juga ada disana.  Dalam hatinya ia mengerutuki kebodohannya yang sungguh memalukan.

Dicky menaik turunkan alisnya, jawabannya tadi belum di jawab oleh cewek didepannya itu. "Kok melamun, pertanyaan gue tadi belum lo jawab lho" Dicky melambai-lambaikan tangannya di depan wajah cewek itu.

Izora terperanjat kaget, ekspresi kembali normal. "Sorry... Sorry kak, aku mau ke rumah sakit 'Hospitals Group' di jalan jambu No Xll " Jawab Izora sambil mengingat-ingat pesan yang dikirim ibunya 20 menit lalu.

Dicky mengangguk paham, Izora yang melihat anggukan itu malah bingung. "Kakak juga mau mana?" Mertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut cewek itu.

"iya, bareng aja, nunggu taksi kelamaan, lo juga buru-buru kan?" Tawar Dicky.

Mendengar itu Izora diam, ia tampaknya dia masih menimang-nimang tawaran itu. Pasalnya ia belum pernah menaiki motor dengan cowok, tapi kalau ia menolak dan memilih menunggu taksi sepertinya akan lama, ia masih bimbang, keningnya sampai berkerut-kerut berpikir keras.

"Mikirnya kelamaan, ayo buruan?" Paksa Dicky, pikiran Izora tentunya jadi buyar.

"T-tapi ini gak papa kak?" Tanya Izora tidak enak.

Dicky mengeleng kepala, lalu memakai helmnya kembali, menghidupkan motornya.

Izora mendekati motor itu, ia menggaruk-garuk pipinya, bingung. 'aduh ini gimana cara naiknya?' Pikirnya.

D and IWhere stories live. Discover now