Satu

27 1 0
                                    


Happy Reading !

"Meeting hari ini cukup sampai disini. Terima kasih semuanya."

Suasana sedikit ricuh terdengar dari dalam ruangan meeting. Suara geseran kursi dan diskusi-diskusi kecil antar sesama pejabat yang mengikuti meeting juga masih terdengar.

Ada yang memilih langsung meninggalkan ruangan, ada yang masih asyik berbicara dengan kerabat, ada juga yang masih berbincang dengan pimpinan perusahaan di tempat ini.

Ya, dia adalah seorang pria muda dan berprestasi. Wajar jika ia terpilih dalam keputusan para jejeran Komisaris dan petinggi lainnya untuk memimpin perusahaan yang bisa kita sebut Central Asia Exchange. Pria itu bernama Dewa Pramuja.

Meskipun meeting sudah berakhir dan ruangan meeting pun juga terlihat sangat berantakan dengan sampah kotak makan dan minuman gelas plastik yang berserakan di atas meja, Dewa tetap mendengarkan dengan baik setiap kalimat yang terlontar dari salah satu karyawannya yang menjabat sebagai seorang manager.

Entah apa yang mereka bicarakan tidak akan mempengaruhi seorang wanita yang sedari tadi sibuk membereskan setiap buku, kertas dan alat tulisnya yang ia pakai selama mengikuti meeting berlangsung.

"Baik, Pak." ucap Dewa. "Nanti kita bisa bahas masalah ini lagi di lain waktu." lanjutnya.

"Terima kasih banyak, Pak Dewa. Kalau begitu saya permisi."

Begitu bayangan manager itu menghilang dari pintu ruangan, Dewa segera mengangkat kedua tangannya ke atas untuk merengganggkan otot-ototnya yang terasa pegal. Jujur, ia sangat lelah sekali setelah ia keluar kantor bertemu dengan beberapa koleganya disana, meeting di luar dan terakhir adalah meeting di kantornya sendiri.

Jarum jam pada arloji Rolex berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya menunjukan pukul delapan malam.

Ah, pantas saja aku lapar.

Lalu ia segera bangkit berdiri, meninggalkan ruangan meeting menuju ruang kerjanya.

Ia melihat seorang wanita yang masih sibuk membaca email di meja kerjanya yang letaknya memang dekat dengan ruang kerjanya Dewa. Wanita itu sesekali menulis point penting yang ia dapatkan dari email yang dia baca. Sesekali ia juga membetulkan letak kacamatanya. Sangat serius.

Dewa tersenyum, karena wanita yang berprofesi sebagai Sekretarisnya itu tidak menyadari kehadiran Dewa di mejanya.

"Di lanjut besok saja, My." suara Dewa tidak mengalihkan perhatian Amy sedikit pun. "Ini sudah malam. Baiknya sekarang kau pulang saja."

"Iya, Pak. Sebentar lagi selesai." jawab wanita itu yang memiliki nama Amy Shavrinadeya.

Benar saja. Selesai Amy mencatat hal-hal yang menurutnya penting dalam buku agenda, ia segera close tabs dan windows. Lalu ia bersiap-siap untuk pulang. Anehnya, Dewa masih bertengger di meja Amy, memperhatikan sekretarisnya yang memakai kacamata dan rambut yang di gulung.

"Kenapa Bapak masih disini ? Bukankah seharusnya Bapak pulang lebih dulu ?" tanya Amy sambil merapihkan meja kerja.

"Tidak mungkin saya meninggalkanmu sendirian di sini. Memangnya kau berani pulang sendirian di dalam gedung yang gelap ini. ?"

Amy tersenyum. Dia yakin kalau Dewa tidak tahu kalau Amy hampir sering pulang malam sendirian berjalan di dalam gedung yang gelap. Bukannya Amy sok pemberani justru ia tipe orang yang cukup penakut tetapi Amy meyakini dirinya sendiri untuk tetap berhati-hati. Tapi kembali ke arah kalimat Dewa barusan cukup membuat Amy berpikir ulang.

"Buktinya saya baik-baik saja kok, Pak." jawab Amy santai.

"Justru saya yang tidak baik-baik saja."

Amy hanya tersenyum menanggapi boss-nya. Dan mereka pun akhirnya meninggalkan kantor mereka. Amy berjalan di samping Dewa menuju lift yang akan mengantar mereka ke lobby gedung.

Baik Amy dan Dewa tidak mengatakan apapun saat mereka di lift. Dewa sibuk dengan smartphone-nya sedangkan Amy sibuk dengan pikiran yang lelah setelah seharian ini ia menemani Dewa.

Bersambung

THE HARDEST THINGOnde as histórias ganham vida. Descobre agora