"Aku lagi gak bercanda ya.."

Karina menghela napas, sejenak menatap Winter.
"Winter mending pulang sendiri deh."

"Fine!"

Nah loh.
Ngambek.

Winter akhirnya nyerah kemudian menarik diri dari sana. Namun dalam hati ia ingin Karina mengejarnya.

'Kejar dong.' Batinnya berharap.

Melihat itu Karina pun mengusap wajahnya gusar.
"Tunggu disini." Pintah Karina pada Giselle kemudian segera mengejar Winter.

"Hey.. hey.." Pelan Karina seraya meraih lengan Winter.

"Apa?" Ketus Winter yang sebenarnya sedang berusaha keras untuk tidak tersenyum.

Yes!
Sorak Winter dalam hati.

Karina melembut ketika ia melihat ekspresi wajah Winter yang nampak sendu.

"Kamu mau nunggu gak? Sehabis aku antar Giselle nanti aku balik lagi kesini."

"Gak apa-apa sih nanti aku pulang naik ojek aja."

Setelah dipikir-pikir mendingan dia pulang sendiri. Dia merasa tak enak hati kalau Karina harus bolak-balik karena dirinya. Ditambah motor itu punya Giselle.

Ini serius.
Dia merasa gak enak kalau harus merepotkan orang.

"Gak lama kok, rumah Giselle juga dekat darisini."

Winter tak memberikan jawaban. Bukan karena dia merajuk tapi dia sadar kalau dia bakalan merepotkan dua orang sekaligus.

Namun kali ini Karina yang kekeuh,
"Lima menit. Kamu nunggu lima menit aja."

Karina menunjukan angka lima dengan jarinya. Winter sejenak menatap telapak tangan Karina dan tersenyum kecil setelahnya.

"Oke."

Senyum di wajah Winter segera luntur ketika Karina nampak buru-buru kembali ke tempat dimana motor Giselle diparkirkan. Ia benar-benar merasa tidak enak karena sudah terlanjur merepotkan Karina.

"Naik Gi."

Yang disuruh pun langsung menurut.

"Habis antar kamu, aku pinjam motornya bentar ya. Mau antar Winter. Boleh?" Karina pun meminta izin.

"Boleh." Angguk Giselle ikhlas.

Sehabis memutar motor ia langsung tancap gas namun kembali menginjak rem saat berada di depan gerbang untuk mengatakan sesuatu pada Winter.

"Lima menit." Ucapnya sekali lagi sebelum akhirnya beranjak darisana.

Winter melipat bibirnya. Kali ini berusaha keras untuk menahan senyumannya.

Dalam hati ia cukup merasa senang karena biar bagaimana pun Karina masih perhatian padanya.












*













"Rin, Rina. Karina!"

Karina mengerang ia pun mengusap matanya. Saat matanya menatap jam digital yang berada di meja belajarnya, ia menggerutu.

Masih pagi tapi namanya sudah di teriakan.

Karina masih mengantuk. Semalam ia membaca sebuah buku sampai larut sampai membuatnya tertidur diatas meja belajarnya.

Badannya terasa sakit karena ia tidak tidur di kasur. Sambil turun dari tangga ia pun merenggangkan lehernya yang terasa kaku.

Ia bersumpah pada dirinya untuk tidak tidur di meja belajarnya lagi. Karena saat ini pegal yang terasa diseluruh badannya sungguh sangat keterlaluan.

"Ada tamu lagi nunggu di teras." Ucap kakaknya ketika Karina menggapai ruang tamu.

Karina mengangguk seraya mengusap matanya. Ia pun keluar untuk menemui tamu misterius yang menganggunya pagi-pagi begini.

"Selamat pagi."

Karina menghela napas. Capek.
Atas sambutan yang begitu bersemangat dari tamunya itu. Seolah-olah tamunya menyedot semua energi yang tersisa pada dirinya.

Minggu pagi harusnya ia tidur sampai siang. Tapi malah muncul gangguan yang harus membuatnya bangun pagi-pagi begini.

"Ngapain?" Ucap Karina malas sambil duduk disamping tamunya.

"Mau lihat kamu lah."

Karina mendecih.
"Aku atau mbak?"

Tamunya terkekeh,
"Dua-duanya."

"Masih pagi Win, ada apa emang?"

Win.
Winter.

"Mau ngajak olahraga sih sebenarnya. Lari keliling komplek gitu. Mau?"

Karina lagi-lagi menghela napas.
"Aku ngantuk."

"Begadang lagi?"

Karina tak menjawab. Ia hanya menutup matanya karena beneran saat ini dia ngantuk berat.

"Tch. Selalu begitu."

Perkataan itu berhasil menarik perhatian Karina. Ia menatap Winter sambil menaikan keningnya.

"Kenapa?"

"Gak tahu ya. Kamu itu selalu begadang, udah tahu gak baik buat kesehatan."

"Gak begadang sih Win. Aku tidur kok."

"Sejam?"

Karina memperbaiki posisi duduknya. Kali ini menjadi sedikit lebih tegap.

"Khawatir?" Ucap Karina sambil menguap.

Niat dari perkataan itu sebenarnya untuk meringankan suasana. Karena kalau udah seperti ini rasanya begitu canggung buat Karina.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Karena ketika jawaban yang Karina harapkan adalah sebuah candaan dari Winter, yang muncul malah..

"Kalau iya kenapa?"

Oh.
Sebenarnya gak apa-apa sih. Toh teman juga bisa khawatir sama teman sendiri. Namun lain cerita dengan mereka berdua. Karena seingat Karina mereka baru aja putus empat bulan yang lalu. Dan perkataan seperti itu bisa membuat Karina gagal move—ah sudahlah Karina gak mau terlalu memikirkan itu.

Makanya ia mengalihkan topik pembicaraan.

"Tunggu disini. Aku mau ganti baju dulu."

Dengan itu Karina berlalu menuju kamarnya. Rasa kantuknya seketika hilang. Semua karena satu pertanyaan dari Winter yang sekarang memenuhi kepalanya.

Kalau iya kenapa?

Waduh.
Kok deg-degan ya?

Dasar lemah.
Baru gitu aja udah kepikiran.

Bagaimana nanti?

Karena itu untuk selanjutnya..
Kita nantikan saja bagaimana cerita mereka akan berlanjut.

**













Akhirnya bisa publish FF yang memang sudah lama ada di draft.
Chapter 2, soon.

Cover by: justred

Real Thing (JMJ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang