Bab 10 - Tamu Tak Terduga

Start from the beginning
                                    

"Karena aku mau menghabiskan lebih banyak waktu dengan kamu, si kembar, dan calon bayi kita..." jawabnya sembari mengusap lembut perutku.

"Jadi, nanti malam kamu pulang?" tanyaku masih tak percaya dengan rencananya.

"Iya. Kenapa? Kamu terlihat tidak suka." Jawabnya sembari mengamatiku.

Sungguh, bukannya aku tidak suka, aku hanya khawatir. Bagaimana jika Liana marah? Bagaimana jika keluarga besar mereka marah?

"Ada yang kamu pikirkan?" tanyanya sembari mengusap lembut pipiku.

Banyak. Dan kebanyakan adalah rasa takut jika semua ini tidak akan berakhir baik-baik saja untukku dan juga untuk anak-anakku.

"Kamu pasti khawatir sama pekerjaanku. Tenang saja, semuanya sudah kuatur, oke? Keputusanku ini nggak merubah apapun," lalu dia meraih tubuhku hingga masuk ke dalam pelukannya. "Aku benar-benar ingin selalu berada di sisimu, Senja..."

Ya, aku juga... tapi salahkah jika aku memiliki rasa takut ini? Salahkah jika aku khawatir dengan apa yang akan terjadi kedepannya?

****

Mas Sam berangkat ke kantor, setelahnya, aku mengantar Bima dan Bisma untuk sekolah. Seperti biasa, aku akan menunggu di sekolah, meski sebenarnya, Bima dan Bisma sudah bisa ditinggal, namun aku memilih menunggu mereka.

Pikiranku kembali berkelana, rasa-rasanya, aku masih belum bisa menerima kenyataan jika Mas Sam akan lebih sering pulang. Jika aku belum tahu tentang statusnya, mungkin aku tidak akan sekhawatir ini. Mungkin aku malah akan senang. Namun kini, aku tahu bahwa dia memiliki istri. Bukankah seharusnya dia lebih banyak bersama dengan istrinya?

Bagimana jika nanti Liana tidak terima dan perempuan itu mendatangiku lagi? Kuhela napas panjang. Entahlah, aku tak bisa melupakan hal itu. Aku tak bisa melupakan ketakutan itu. Rasa-rasanya, aku tak bisa menghilangkan rasa khawatir ini.

Tak terasa, waktu berlalu cepat. Bima dan Bisma keluar dari kelas mereka, lalu berlari menghambur memelukku. Kuajak mereka meninggalkan sekolah, tak lupa mampir ke toko es krim langganan mereka dan membelikan keduanya es krim kesukaan mereka.

Setelah itu, aku mengajak keduanya berbelanja. Mas Sam berkata bahwa malam ini dia akan pulang, jaadi aku memutuskan untuk berbelanja kebutuhan memasan karena malam ini aku akan memasak makanan kesukaannya.

Sebenarnya, aku tidak tahu apa makanan kesukaannya. Maksudku, setelah aku tahu siapa dia sebenarnya, aku merasa bahwa aku tak tahu apapun. Dia pernah berkata bahwa rendang buatanku adalah yang terenak. Aku sempat mengira bahwa makanan kesukaannya adalah rendang. Namun kini, aku sangsi.

Apa yang dia katakan padaku dan bagaimana sikapnya di hadapanku itu semua hanya sandiwara. Jadi, sejak saat itu aku sadar bahwa aku tidak tahu apapun tentang dia. Meski begitu, malam ini aku akan tetap memasak rendang.

Berbelanja dengan dua orang balita memang sedikit merepotkan. Namun aku senang, karena Bima dan Bisma tidak senakal bocah seusianya. Keduanya bahkan membantuku mengambilkan barang belanjaan, bahkan sesekali memohon untuk dibelikan mainan yang mereka inginkan, atau mungkin permen kesukaan mereka.

"Ibu belikan ini, tapi nggak boleh dihabiskan sekaligus ya... nanti giginya rusak kalau kebanyakan makan permen," ucapku sembari memasukkan setoples permen pada keranjang belanjaaan kami.

Bima dan Bisma bersorak gembira, bahkan keduanya segera memelukku hingga membuatku tersenyum senang melihat tingkah mereka.

"Benar-benar keluarga yang bahagia..." kudengar ucapan seseorang di belakangku diiringi dengan suara tepukan tangannya. Suara yang cukup kuingat, karena suara itu sejak seminggu yang lalu seolah-olah menghantuiku.

Suara Liana...

Kubalikkan tubuhku dan mendapati Liana berdiri di sana dengan sorang perempuan paruh baya di sebelahnya. Mataku membulat seketika. Itu adalah ibu Mas Sam. Aku mengetahuinya melalui internet, ketika kucari tahu semua tentang pria bernama Samudera Pamungkas, maka semua informasi tentang keluarganya juga tercatat di sana.

Apa yang dilakukan Liana di sini? Apa yang dia inginkan dengan membawa ibu Mas Sam?

Dengan spontan aku mundur sembari membawa kedua putraku mundur. Aku ntidak suka dengan situasi seperti ini. Karena jelas aku tahu bahwa situasinya akan sangat rumit dan akan berakhir buruk untukku.

"Liana?' dengan spontan aku menyebut namanya.

"Ya, aku, kupikir kamu lupa denganku hingga memutuskan mengajak suamiku berlibur ke Bali denganmu." Ucapnya dengan nada yang dibuat santai. "Tak hanya itu, rupanya kamu belum puas, ya? Sampai-sampai menahan dia di sisimu dan memutuskan untuk tidak pulang hari ini?" lanjutnya lagi sembari menunjukkan pesan yang dikirimkan Mas Sam padanya yang berisi bahwa pria itu mengatakan jika dirinya tidak bisa pulang.

Kekhawatiranku akhirnya terbukti. "Aku nggak bermaksud..."

Aku tak bisa melanjutkan kalimatku ketika kulihat perempuan paruh baaya itu tiba-tiba saja mendekatiku. Dia lalu berlutut di hadapan anak-anakku dan bertanya, "Hei, siapa nama kalian?" aku tertegun melihatnya.

Bima dan Bisma menatap ke arahku, dan aku masih tak dapat bereaksi apapun.

"Bima, dan ini adikku, Bisma." Bima yang menjawab.

Perempuan paruh baya itu tersenyum senang, lalu dia menatap ke arah Liana dan berkata "Mereka begitu mirip dengan Samudera..." ucapnya pada Liana dengan penuh haru.

"Ya, Ma... mereka memang putra Sam, dan kelak akan menjadi putraku," ucap Liana dengan sungguh-sungguh sembari menatapku dengan tatapan mata tajamnya.

Apa maksudnya? Apa ini berarti bahwa dia akan menyingkirkanku dari anak-anakku? Bagaimana bisa dia melakukan hal itu padaku?

-TBC-

SECOND WIFE (Senja & Samudera)Where stories live. Discover now