Mendengarnya, tak ayal membuat pipi Salvio merona. "A–ah oke. Nanti aku ke kantormu. Ada request mau dimasakin apa?"

Saga menggeleng, "masak aja apa yang kamu mau masak. Aku pasti akan memakannya."

Sudah. Salvio sudah tak tahan lagi mendengar kalimat manis dari bibir Saga. "O–oke.. kamu mau berangkat sekarang? Sudah hampir jam tujuh nanti kamu akan terlambat." Dan yang dilakukan Salvio selanjutnya adalah mengalihkan topik pembicaraan.

Saga hanya tersenyum melihatnya. Dirinya lalu berdiri dan menyimpan ponselnya di saku celana. Saga berjalan ke pintu dengan Salvio mengikutinya. Sebelum keluar, Saga membalikkan badannya dan kini berhadapan langsung dengan Salvio. Tangannya terangkat dan mengelus puncak kepala Salvio lembut.

"Aku berangkat, Vio."

Lagi, tidak ada kecupan di dahi seperti pasangan pada umumnya. Adanya hanya elusan di kepala Salvio dan juga anggukan kepala Salvio sebagai respon.

"Iya, hati-hati Aga." Salvio tersenyum hingga membuat matanya menjadi satu garis lengkung yang terlihat cantik.

Saga mengangguk. "Kamu nanti juga hati-hati. Kabari aku kalau sudah mau berangkat."

"Iya."

Seperti itulah rutinitas pagi Saga dan Salvio. Baru dua minggu usia hubungan mereka. Dari dua orang asing lalu menjadi satu dalam ikatan hubungan yang terbentuk dengan tiba-tiba pasti membutuhkan waktu untuk penyesuaian.

Dan tugas kita hanyalah mengikuti proses pendekatan mereka, tanpa bisa mencampuri ataupun mengaturnya.

《¤》


Jam tangan Salvio menunjukkan pukul dua belas kurang sepuluh menit. Salvio menghembuskan nafas lalu keluar dari taksi. Salvio lega karena dia tidak terlambat membawakan makan siang Saga. Dua minggu ini Salvio sudah datang ke kantor Saga kurang lebih tiga kali, membuat satpam dan resepsionis kantor sudah mengetahui bahwa dirinya adalah suami dari bos mereka. Salvio jadi tak perlu repot lagi memperkenalkan diri dan menunggu untuk masuk ruang kerja suaminya.

Salvio tersenyum saat mendapat sapaan sopan dari Riki.

"Hai Iki... apa Saga ada di dalam?"

Salvio tidak memanggil Aga karena dia masih merasa malu jika itu di tempat umum.

Riki mengangguk. "Iya Sa, tapi Tuan Saga sedang menerima tamu."

"Ah oke gue tunggu di sini aja."

"Tuan Saga tadi berpesan kalo lo datang langsung masuk aja gak apa-apa. Lagipula tamu Tuan Saga bukan klien melainkan sahabat Tuan Saga jadi lo gak perlu nunggu di luar Salvio."

Salvio terdiam. Dia bingung harus bagaimana. Walaupun Saga sendiri yang meminta dia untuk langsung masuk, tapi itu bukannya tidak sopan?

Riki yang melihat keraguan Salvio, diam-diam mengirim pesan ke Saga. Riki tau Salvio pasti sungkan untuk menerobos masuk ke ruangan Saga walaupun Saga adalah suaminya sendiri. Dan satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah Saga sendiri yang membuka pintu dan mempersilahkan suaminya masuk ke dalam ruangannya.

Seperti saat ini.

"Ayo masuk. Aku sudah tidak ada pekerjaan penting di dalam." Saga lalu menggandeng tangan Salvio dan menarik yang lebih kecil untuk ikut masuk ke dalam ruangan.

Dapat Salvio lihat seseorang dengan postur tubuh hampir sama dengan Saga tengah duduk santai di sofa. Kacamata bertengger di hidung mancung orang itu, membuat kesan tegasnya terlihat dominan.

"Eh ada suaminya Saga. Hai Salvio, lo ingat sama gue? Gue sahabatnya suami lo dan gue juga dateng ke nikahan kalian berdua." Berbeda dengan apa yang dilihat Salvio sebelumnya, kini orang itu tersenyum lebar dengan tangan terangkat menyapa Salvio. Tampak bersahabat membuat rasa takut Salvio sedikit berkurang.

TROUBLE? TROUBLES?! [END]Where stories live. Discover now