6. Igo

1 0 0
                                    

Sunny yang semula berpura-pura tidak berinteraksi denganku, langsung mendekat sembari menatap penuh selidik.

“Dia tau aku bisa liat dia.” Aku memberi tahu Sunny dengan malas. Meladeni dia di saat energi tak penuh itu berat. Rasanya badan ini lelah sekali. Untuk melangkah saja, aku setengah menggeret kaki.

“Tadi pagi, kan, udah aku kasih tau. Bisa-bisanya ketahuan.”

Sunny tak juga berhenti berbicara, meski tidak mendapat respons berarti dariku. Sesekali dia menengok ke belakang. Tanpa ikut menengok pun, aku tahu apa yang dia lihat.

“Dia ngikutin dari pagi tadi.”

“Pasti karena kamu nggak sadar dia hantu, kan?”

Aku mengangguk lemah. Siap pasrah mendengar omelan Sunny gara-gara tak menyimak informasi yang dia berikan tadi pagi.

“Kan, udah aku bilang ....” Sunny merepet, mengulang kembali yang dia infokan pagi tadi.

Kecelakaan tunggal yang melibatkan seorang laki-laki itu terjadi pukul 01.23. Korban tak sadarkan diri dan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Selang tiga jam kemudian, muncullah hantu berambut perak itu yang seperti kebingungan. Beberapa hantu di sana berusaha mendekati, tetapi hantu itu terus menolak. Dia tetap tak percaya bahwa sekarang dia adalah hantu. Bahkan sekelas Mas Gen—genderuwo penunggu pohon beringin tua dekat perempatan—tak diacuhkan olehnya.

Oleh sebab itulah Sunny memberi informasi detail kepadaku tadi pagi. Agar aku tidak diikuti oleh hantu yang sepertinya lupa ingatan itu.

“Ini dia bakal ngikutin kamu terus, gitu?”

“Nggak tau.” Aku segera menutupi telinga dengan tangan begitu menyadari ada Anna—anak pemilik rumah depan—yang sedang berdiri di dekat pagar rumahnya. Berharap dengan demikian dia mengira aku tengah menelepon menggunakan headset bluetooth. “Iya, Bu. Beneran nggak tau.”

Aku mengangguk sembari menyunggingkan senyum. Bukan hanya pada gadis yang di bawah matanya terdapat bekas lebam itu, tetapi pada arwah ibunya juga yang berdiri di sebelahnya dengan ekspresi sedih.

Arwah sang ibu merespons dengan mengangguk. Namun, Anna tetap bergeming. Tatapannya kosong.

Gadis malang, batinku setelah menghirup udara sebanyak mungkin untuk melegakan dada yang terasa sesak. Anak perempuan yang setahun lalu ditinggal meninggal oleh sang ibu, kini tengah mengandung di luar nikah. Menurut info dari Sunny, sang ayah begitu murka hingga memukulinya beberapa hari lalu. Apalagi saat Anna tak mau memberi tahu siapa yang menghamilinya.

Aku menggeleng-geleng. Mencoba menghilangkan pikiran tentang urusan orang lain. Sudah cukup aku dipusingkan oleh satu hantu lagi yang mengikutiku. Jangan ditambah lagi dengan mengurusi urusan orang.

“Kasian Anna. Cita-citanya masuk universitas favorit harus kandas, padahal dia udah diterima.”

Ah, Sunny! Aku menatap hantu itu tak suka, lalu segera mempercepat langkah. Kebutuhanku yang sangat mendesak saat itu hanyalah kasur. Tak ada yang lain. Bahkan aku tidak mau peduli pada hantu berambut perak yang terus mengikuti dengan ekspresi datarnya.

Baru saja tanganku hendak menyentuh hendel pintu, seseorang sudah menariknya dari dalam. Kemudian, tak sampai hitungan ketiga, Mia sudah menubrukku dan menarik tangan ini mengikutinya ke arah belakangku. Aku yang terkejut hanya bisa pasrah saat menabrak hantu berambut perak.

“Youtubers idola gue akhirnya ngajak kolab, Ray!” pekik Mia girang, tangannya masih memegang tanganku.

Aku hanya tersenyum kaku. Otakku tak mampu memberi perintah lebih untuk bereaksi. Bukan hanya kaget dengan tingkah absurd Mia, tetapi juga dengan apa yang baru saja kurasakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 31, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Icy Ghost Where stories live. Discover now