Hampa yang tiba-tiba

Începe de la început
                                    

"Tapi mereka datang enggak cuma dengan khawatir tapi juga dengan kecewa, gue enggak mau lagi ngeliat mata mereka yang kayak gitu."

Ailen mengusak wajahnya kasar, ia melirik jam dinding di ruang tengah rumahnya, pukul lima tepat terpapang nyata, jam dimana seharusnya ia sudah ada di dekat pos kamling belakang minimarket untuk bersepeda.

Gadis itu mengigit bibirnya ragu, melirik sepedanya yang terparkir di depan dan jam dinding berdetak seolah benda mati itu andil dalam pacu jantung juga ragunya.

Tapi pada akhirnya Ailen melangkah mengambil helm dan memasang apple watchnya di pergelangan tangan.

"Mau kemana dek?"

"Sepedaan!"

"Sama 'dia' tah?"

Teriakan Aidan tidak dipedulikannya lagi, satu yang pasti saat Ailen sudah melajukan sepedanya... ia sangat ingin memeluk Nanang.

***

Hampa itu ternyata bentuknya berbeda-beda, tapi tetap saja ujungnya kekosongan.

Hampa itu juga tiba-tiba menyerang Arjuna saat kemarin Ailen tidak datang di regular rute sepeda mereka, Arjuna tahu hari itu jadwal latihan Ailen tapi biasanya meskipun ada latihan saat malam gadis itu selalu sempat untuk berolahraga dengannya terlebih dahulu.

Terasa ada yang hilang, padahal dari awal Arjuna memang bersiap untuk ditinggalkan, ia tidak pernah mengharapkan seseorang untuk tinggal, tapi kenapa tetap hampa? Padahal hanya sehari.

Sehari Ailen tidak bersepeda dengannya, sehari gadis itu tidak membalas seluruh pesannya, dan sehari ia tidak mendengar tawa dan suaranya.

Semalam Arjuna tidak dapat terpejam, ia sudah ketergantungan dengan telepon sebelum tidur mereka. Padahal jika mau ditarik pelajaran, harusnya Arjuna terlalu paham jika tidak ada ketergantungan yang baik, semuanya mendatangkan keburukan.

"Udah lewat 10 menit, ya udah deh gue jalan sendiri lagi." Putus Arjuna sebelum akhirnya senyum lebarnya merekah dan tangannya melambai akrab begitu melihat sepeda yang familiar melaju ke arahnya.

"Aiiiiiiii!!!" Arjuna berteriak antusias dan dibalas senyuman kecil dari Ailen yang menghentikan sepeda persis di dekatnya.

"Udah dari tadi kak?"

"Belum, baru berapa menit. Yuk langsung aja, keburu kesorean!"

Ajakan Arjuna berbuah cekalan di pergelangan tangannya.

"Kak, mau coba rute baru enggak?"

"Hem? Rute baru?"

Tawaran Ailen membuat alisnya bertaut bingung.

"Iya, jadi dulu pas awal sepedaan gue tuh nemu satu rute yang tembus ke pantai tapi enggak pernah lewat sana lagi soalnya ngelewatin lapangan takraw di perkampungan warga gitu terus gue dicat calling jadi takut sama males lewat sana padahal pantainnya bagus banget."

Arjuna terdiam sejenak lalu mengangguk semangat.

"Yuk lewat sana aja, tenang udah ada gue cycle mate lo, walaupun ya gue kurus begini tapi gue tetep cowok dan gue bakal lindungin elo Ai. Yuk, elo duluan kasi liat jalannya, gue kawal."

Laki-laki di belakangnya sebaik itu, sepeduli itu dan Ailen sudah tahu titik didih sebelum hangatnya, salahkah Ai jika ingin meminta sedikit hangat itu untuk dirinya juga?

Ia menyadari di titik ini, ia membutuhkan Nanang menghilangkan kosong itu, menghilangkan hampanya.

***

Cycle mateUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum