Tertarik adalah bagian dari nyaman.

658 192 16
                                    


Sempat cuti perkuliahan satu semester akibat masalah kesehatan membuat pemuda itu hanya berinteraksi dengan orang yang itu-itu saja dan ada satu, dua masalah yang membuat Nanang malas berteman diluar Arjun, Juna serta Dimas hingga ia yang introvert makin introvert saja.

Namun akhir-akhir ini kemampuan berinteraksi Nanang perlahan membaik, entah itu sebab ia selalu meladeni betapa bawelnya Dimas membicarakan club bola ini dan itu, menemani Juna ngegym, atau membantu kegiatan amal Arjun tiap akhir minggu, yang pasti ia lebih punya banyak bahan obrolan dan juga kegiatan.

Nah mengikuti seminar yang diadakan auditorium kampus lain yang masih satu kota dengannya adalah  bentuk kemampuan interaksinya yang sudah tidak sepayah dulu.

Berteman dengan Ailen juga salah satu contoh Nanang berhasil keluar dari kekangan kepalanya sendiri 'aku tidak akan pernah bisa punya teman lagi' toh meski prolognya harus dimulai dengan ia yang nyusruk masuk ke sawah, ia dan Ailen berhasil jadi cycle mate.

"Pak Nanang pak Nanang yeah, Pak Nanang pak Nanang!" Dimas menyapanya riang dengan intro lagu Radja, band terkenal di awal 2000-an sembari memetik gitar 'halusinasi' di tangannya.

"Pak Dadang ga sih anjir?" Arjun menimpalinya.

Pemuda itu sebenarnya tidak ingin ikut seminar ini, namun sebab Juna berhalangan jadilah ia ikut saja, toh lumayan menambah ilmu dan dapat nasi kotak.

"Pak dadang pak dadang yeah! gitu. Lagu benci bilang cinta, dulu waktu SD gue nonton di inbox sama Dahsyat."

"Pak Dadang mah bapaknya Nanang!"

Sumpah nama Papanya Nanang itu Christ Danu Dharmawan, memang Dimas saja yang doyan merusak nama aesthetic seseorang.

"Inikan gue nyapa Nanangnya bukan bapaknya. Iya enggak pak Nanang pak Nanang yeah?!" Dimas merangkulnya akrab dan Nanang membalas merangkul Arjun di sebelahnya, berjalan beriringan seperti 3 bears.

"Berisik lu, kampus orang ini!" Tegurannya hanya dibalas hihihi oleh Dimas.

Lalu Nanang kemudian takjub sebab ada beberapa mahasiswa kampus ini  kenal dengan sahabatnya itu, terbukti mereka menyapa Evan Dimas dengan akrab, katanya sih teman-teman futsal dan nongkrongnya di warkop bu Imah.

Nanang can't relate.

Lihatlah mungkin Evan Dimas tidak memiliki rupa bak model majalah seperti Juna, tidak punya otak super pintar seperti Arjun, tapi ia punya kemampuan komunikasi yang baik, humoris, Dimas juga manis tidak hanya senyumnya tapi juga semua kalimat yang keluar dari mulutnya, Dimas pintar memuji, Dimas bisa membaca situasi, wajar bila temannya banyak sebab Dimas sendiri suka wara wiri.

"Kayaknya elo mau dilempar dimanapun bakal ada teman deh, Dim. Mau ke antartika gue yakin elo bakal bikin circle sama pingguin, ke laut selatan gue yakin elo bakal jadi bestie sama nyai Blorong." Celetuk Arjun.

"Tapi kalau lo nanti ada gebetan jangan sefriendly itu anjir Dim, entar dia enggak bisa bedain elo mau jadiin dia temen atau jadiin dia pacar?!"

"Lah pasti bisalah ngebedainnya, kan kalau mau gue jadiin gebetan langsung gue cipok. Kagak ada PDKT-PDKT, kita langsung ciuman aja biar enggak ribet." Jawaban itu membuat Arjun dan Nanang kompak melayangkan tamparan pelan ke kepala belakang Dimas hingga ia sedikit meringis namun tetap menyengir bangga akan jawabannya.

"Kak Nanang?" Sapaan itu terdengar ragu, baru ketika Nanang berbalik suara ragu itu menjadi lebih tegas.

"Tuhkan kak Nanang! Kak tadi gue lihat dari jauh loh kayak kenal? Gue sampe lari-lari ke sini ninggalin temen gue Lula, ada di sana dia tuh yang dadah-dadah," Cerocosan gadis yang menghampiri mereka membuat dua teman Nanang terdiam sebentar mencerna situasi, sementara Nanang sendiri mengikuti gerakan sang gadis untuk melambai pada sahabatnya.

Cycle mateWhere stories live. Discover now