Tertarik adalah bagian dari nyaman.

Start from the beginning
                                    

Tentu Nanang tahu Lula, ia sudah sering mendengar cerita tentangnya semingguan ini dari perempuan yang tingginya hanya sedadanya jika berdiri berhadapan begini.

Iyap, Ailenlah yang menghampiri dan kini menyapanya hingga membuat iri Nanang terhadap betapa banyaknya teman Dimas kini menguap berganti bangga sebab ia juga punya teman di kampus ini.

"Ih kaget, kak Nanang kok ada di sini?"

"Hahaha ada seminar Ai, ini udah mau ke audit. Gue tadi sempet mikir bakal ketemu lo enggak ya? Soalnya elo cerita elo kuliah di sini." Jawab Nanang sembari menggaruk pipinya dan memaksa bibirnya menyengir hingga mengundang tawa tertahan dari dua sahabatnya.

"Harusnya kak Nanang kemarin bilang mau ke sini, biar gue siapin karpet merah. Hehehe."

"Jiah, dikata kita ikut met gala kali ya, Jun?" Itu Dimas yang berbisik pada Arjun tapi telinga Nanang masih bisa menangkapnya.

Sejak tadi Nanang hanya memperhatikan Ailen mengoceh tentang banyak hal, tentang kantin dengan makanan super enak, fakultasnya yang dekat dari sini dan tentang ia harus menunggu satu mata kuliah lagi selama tiga jam karena terlalu jauh jika harus pulang.

Bibirnya bergerak lucu, tangannya seolah mengikuti nada suaranya, Ailen seperti menari tapi tetap diam di tempat. Nanang sulit menjabarkannya, yang pasti ia ingin mencubit bibir itu dan berkata 'uh bawel banget cih' dengan cara yang menggemaskan.

Sikutan dari Dimaslah menyadarkan Nanang dari imajinasi sekilasnya.

"Ah, Ai gue sampe lupa ini kenalin dulu Dimas sama Arjun, temen gue."

"Halo kak, gue Ailen."

"Arjun, salam kenal ya Ailen."

Lelaki yang lebih pendek dan berkulit putih mengajaknya berjabatan tangan singkat setelah menyebutkan namanya.

"Evan Dimas, bukan pemain timnas tapi nama gue emang gitu bahkan sebelum Evan dimas jadi atlet terkenal. Lo boleh panggil Evan atau Dimas tapi gue lebih suka dipanggil makan nasi padang sih hahaha."

Garing, tapi tetap saja Ailen tertawa ringan membalas Dimas.

"Ailen ini... siapa btw bro?" Dimas melirik Nanang dengan senyum jahil tapi dengan tatapan mengintrogasinya.

"Apakah pak Nanang pak Nanang yeah! ini mencari gebetan sampe kampus sebelah?" Alisnya naik turun dan jika tidak ada Ailen di sini sudah sejak tadi Nanang ingin menjitak sahabatnya itu.

"Ailen ini temen sepedaan gue kalau sore, satu komplek juga cuma beda blok jadi akrab."

"Iya kak, kita cycle mate kata kak Nanang." Ailen menambahkan dengan riangnya.

Ia tidak tahu mengapa perasaannya begitu bahagia begitu melihat Nanang dari jauh tadi, bahkan kemarin sore mereka baru bertemu hanya saja Ailen merasakan sesuatu yang berbeda saat ada Nanang...

Hatinya penuh dan bibirnya selalu ingin menarik sepotong senyum.

Entahlah akhir-akhir ini ia merasa Nanang banyak membantunya, dimulai dari makanan warteg untuk abangnya, mendengarkan ceritanya tanpa interupsi, membagi makanannya, berbagi playlist bersepeda bersamanya, jangan lupakan candaan Nanang yang selalu berhasil membuatnya tertawa.

Nanang juga berhasil membuatnya lebih percaya diri dengan selalu mengucapkan lemaknya sudah ada di tempat yang pas, ya Ailen anggap itu pujian baik.

"Eh sorry gue ngehalangin kalian ya?"

"Enggak kok, seminarnya belum mulai."

"Seminar nasional teknik sipil ya kak? Gue liat spanduknya gede banget tadi."

Cycle mateWhere stories live. Discover now