Lima; The Runner Up Namely Elisa

146 32 1
                                    

Jarum jam di kelas 10 MIPA 1 menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit. Namun yang bernama Elisa Kirana sudah duduk dan membaca buku catatannya.

Jam pertama nantinya akan ada ulangan Bahasa Inggris.

Sebenarnya Elisa bukan siswi terpandai di kelas. Ia adalah runner up tetap di kelas, sementara Kiara adalah pemilik tetap peringkat pertama.

Elisa juga bukan ahli matematika, kimia, maupun fisika, ia merasa bahwa pencapaian yang didapat semata-mata karena ia tekun belajar. Dan diam-diam ia menyadari bahwa kemampuannya ada di bidang Bahasa Inggris.

Ah, sebenarnya ia juga ingat perkataan Justin dua tahun lalu bahwa laki-laki itu menyukai bagaimana Elisa yang sangat percaya diri dengan kemampuan Bahasa Inggrisnya.

Laki-laki itu tidak sadar bahwa hingga hari ini, ucapannya itu menjadi salah satu motivasi Elisa agar fasih berbahasa Inggris.

"El, belajar apa?" tanya Brisa yang baru saja datang.

"Bahasa Inggris," jawab Elisa singkat.

Berbeda dengan Elisa yang tenang, Brisa justru sangat grasak-grusuk meletakkan tasnya dan berjalan keluar kelas. "DUH, EL. BUKU GUE MASIH DIBAWA ANAK KELAS SEBELAH."

Elisa yang mendengarnya hanya tersenyum. Teman sebangkunya itu benar-benar pelupa dan sangat ceroboh. Berbeda sekali dengan dirinya yang sangat teliti dan perfeksionis dalam segala hal.

Elisa kemudian kembali membaca catatannya, memahaminya, dan memastikan tidak ada materi yang belum ia pahami.

"El," sapa seseorang dari samping.

Awalnya Elisa mengira bahwa yang menyapanya adalah Brisa, tetapi yang didapatinya justru Justin Pramoedyo yang tak bosan-bosannya menopang dagu.

"Justin? Dari kapan duduk di sini?"

"Baru aja," jawabnya sambil menunjukkan tas yang masih berada di punggungnya.

Elisa mengangguk-anggukkan kepalanya, ia lantas kembali pada kegiatan sebelumnya.

Justin sendiri tidak heran karena jika mendekati waktu entah ulangan harian, kuis, ujian semester, ujian praktek, dan sebagainya, Elisa akan lebih cuek padanya.

Justin juga tidak berniat mengganggu gadis itu. Ia pun hanya melakukan kegiatan sehari-harinya, yaitu memandangi wajah Elisa.

Serius, Justin suka sekali melihat fitur kucing dari wajah gadis itu. Bahkan melihat Elisa hanya membaca buku pun, Justin seperti melihat sebuah anak kucing yang berusaha membaca buku.

Senyumnya sejenak tercetak tanpa ia sadari. Elisa Kirana itu lucu, no debat, kalau kata Justin.

"Udah belajar?" tanya Elisa memecah hening.

"Enggak," jawabnya dengan cengiran tengil khas Justin Pramoedyo.

"Nanti kalo remed lagi gimana?" tanya Elisa lagi.

"Bagus dong, gue jadi punya alesan buat main ke rumah lo terus bilang ke Tante kalo gue mau belajar bahasa Inggris sama anaknya."

Elisa mengalihkan perhatiannya sebentar pada Justin sembari berujar, "Apa sih?"

Justin tak menanggapinya, ia justru mengalihkan topik obrolan keduanya dengan berkata, "El, lo nanti buka les Bahasa Inggris aja deh."

Mendengarnya, Elisa kembali mengalihkan atensi pada Justin seperti beberapa detik sebelumnya.

"Percaya deh, lo nanti kuliahnya kalo nggak ambil Sastra Inggris ya Pendidikan Bahasa Inggris," tambah Justin.

"Sok tau ah," balas Elisa cuek disusul dengan bunyi bel yang menggema di seluruh penjuru sekolah.

"Good luck, El. Gue yakin nilai lo paling tinggi lagi kali ini," final Justin lalu ia berjalan empat langkah hingga sampai di tempat duduknya.

"Thanks, Justin," lirih Elisa.

Setelahnya bukan guru Bahasa Inggris yang datang, justru Ibu Mona sang wali kelas yang datang dengan dibuntuti seorang siswi di belakangnya.

"Maaf, Bu. Bukan jam Bio—"ucapan Kiara terpotong oleh gestur tangan Bu Mona.

"Iya, tau kok. Saya cuma mau nganterin teman baru kalian," ujarnya sambil menunjuk gadis cantik di sebelahnya.

Bu Mona kembali memberi gestur agar gadis cantik itu memperkenalkan diri.

"Halo, perkenalkan nama saya Jessica Halmaira bisa dipanggil Jessica, saya pindahan dari SMA 1."

Elisa tak menyadari apa yang terjadi setelahnya karena ia benar-benar dibuat terkejut dengan kehadiran siswi cantik bernama Jessica itu.

Ia kemudian mengintip layar ponselnya yang gelap, melihat pantulan dirinya di sana, kemudian membandingkan wajahnya yang menurutnya tak secantik Jessica.

Pasti bakal jadi primadona kayak Winona, batinnya.

You Belong With Me [✓]Where stories live. Discover now