12.2 The Bus

4 2 1
                                    

Aku berusaha mengalihkan pandangan. Aku memutar bola mata dan melihat objek lain. Jendela, sepatuku, tas ranselku, dan kemudian pandanganku berhenti pada wajah Vieta yang tampak pucat.

“Josh … Lihat itu …” Vieta menarik bajuku dan menunjuk ke satu arah.

Deg!

Ternyata bapak-bapak tadi sedang memperhatikan kami. Matanya merah dan terbuka lebar. Sepertinya ia habis minum-minum dan mabuk. Aku menengok ke arah belakang, dan ternyata dua penumpang lainnya juga sedang melihat ke arahku. Seorang ibu-ibu berambut hitam dengan uban dan seorang anak kecil di sebelahnya menatapku dengan intens. Mengapa mereka memperhatikanku seserius itu? Memangnya ada yang salah?

Semenit kemudian, aku bisa merasakan bapak sopir yang menginjak pedal rem. Saat aku berdiri dan melihat keluar jendela, ternyata aku sudah sampai di halte tujuanku.

“Vieta, mengapa tidak turun? Kamu bilang tadi serarah.”

“Sebenarnya aku turun di halte selanjutnya.”

Aku melihat keadaan di dalam bus. “Kamu turun saja halte ini. Aku merasa ada yang aneh sedari tadi di sini.”

Sedetik kemudian Vieta langsung berdiri dan menurut dengan kata-kataku. Jantungku berdegup kencang karena Vieta tiba-tiba merangkulkan tangannya ke lenganku. Aku mencoba untuk membayar ongkos dengan kartu elektronik, tapi sepertinya mesin ini rusak. Pintu bus dibukakan bapak sopir.

“Sebentar, sepertinya mesin ini ru—”

“Hati-hati. Ada lubang. Ada parit. Perhatikan langkahmu.” Bapak-bapak tadi tiba-tiba berbicara dengan suara seraknya.

Daripada berlama-lama, aku langsung melompat dari bus karena aku merasa auranya sudah sangat tidak enak. Tidak peduli jika aku belum membayar. Kemudian, bus itu pun kembali berjalan, dan aku mengelus dada sambil menghembuskan napas lega.

***

“Bu, memangnya ada, ya, bus bernomor 13A?” Aku bertanya kepada Ibu tentang kejadian kemarin. Ibu datang dari dapur sambil membawakan sarapan.

“Bukannya bus itu sudah berhenti beroperasi sejak tiga tahun yang lalu, ya?”

Tunggu, apa?

“Maksudnya, Bu?”

“Awalnya, halte tujuan bus nomor 13 adalah di perempatan arah kanan dan kiri. Tapi daripada bolak-balik, maka dikeluarkanlah bus bernomor 13A. Tapi saat perbaikan jalan, bus itu masuk ke lubang yang sedang di bor dan terjatuh ke parit. Semua penumpangnya tewas di tempat. Ibu sampai merinding saat mendengar beritanya.”

Jadi … kemarin itu … Bulu kudukku meremang detik itu juga. Aku tidak jadi menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulut.

“Memangnya kenapa kamu bertanya tentang itu, Nak?”

The Untold Secretober (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang