Jerome mengamati pacarnya yang sedang memalingkan wajahnya. Dia tahu kalau saat ini Raline tengah menyembunyikan gurat kecewa di wajahnya.

"Maaf." hanya itu yang bisa dia katakan.

"Maaf buat apa? Nggak ada yang salah kok."

"Aku tau kamu udah mulai nggak sabar nunggu kapan aku bisa jujur sama perasaan aku ke kamu."

Raline menghela nafas. "Jer, kalau boleh jujur aku emang mulai nggak sabar nunggu kamu bisa mencintai aku juga. Kadang aku juga mulai berlagak seakan-akan kita udah saling mencintai, walau kenyataannya di bulan keenam kita pacaran perasaan aku masih bertepuk sebelah tangan."

"Ralineㅡ" ucapan Jerome terhenti.

"But.. it's okay. Mungkin aku mulai berubah jadi orang serakah. Maaf ya kalau sikap ku ada yang bikin kamu nggak nyaman."

Keadaan menjadi canggung dan di antara mereka hanya ada kebungkaman yang merajalela.

Raline merutuk sikap nya yang terlalu terburu-buru. Seharusnya dia sadar kalau Jerome bukan cowok yang mudah untuk jatuh cinta. Apalagi dia hadir saat cowok itu tengah berjuang keluar dari rasa sakit hatinya.

Memang ya, jadi orang serakah itu kadang suka lupa sadar diri.

"A-aku ke dalem dulu ya. Mau ngambil selimut." ucapnya dengan gugup. Sepertinya dia harus pergi sementara waktu untuk menenangkan kecanggungan ini.

Raline beranjak dari duduknya, dia baru akan melangkahkan kaki nya namun tangan nya di tarik membuat tubuhnya limbung dan jatuh. Kedua mata nya langsung melotot saat menyadari bagaimana posisi nya saat ini.

Dia duduk di pangkuan Jerome.

"J-Jerome, kenapaㅡ" ucapan Raline terhenti saat Jerome mendekatkan wajahnya membuat nafasnya mendadak tercekat.

"Kenapa kamu selalu salah paham? Kan aku belum bilang apa-apa." 

"Di lihat dari reaksi kamu juga udah ketebak. Kayaknya aku yang terlalu nggak sabar mau ngenalin kamu ke keluarga aku. Kamu pasti nggak mau ketemu keluarga aku dulu kan?" ucap Raline di selingi senyum paksa.

Jerome menghela nafasnya. "Aku bukan nggak mau, tapi aku kaget pas denger kamu ngomong kayak tadi."

"Jadi kamu mau ketemu sama keluarga aku?" tanya Raline.

Jerome mengangguk. "Iya. Tapi nggak sekarang, Raline. Aku nggak mau ketemu sama keluarga kamu di saat aku masih belum kasih kepastian sama kamu. Nanti setelah kita sama-sama saling mencintai dengan tulus, aku bakal ketemu sama keluarga kamu. Bisa sabar sedikit lagi kan?"

Raline tersenyum tipis lalu mengangguk. "Ya. Aku harus sabar."

Cewek itu memalingkan wajahnya dan berusaha tidak terjadi apa-apa. Dia kembali beranjak dari pangkuan Jerome, namun gerakan nya itu terhenti karena Jerome tidak membiarkan nya untuk pergi.

"Ada apa lagi? Aku mau ke dalem, ngambil selimut."

"Kamu dingin?" Jerome malah balik bertanya.

Raline mengangguk. "Iya, sedikit."

Bukan nya melepaskan genggaman nya, Jerome malah semakin menarik tubuh pacarnya mendekat ke arahnya. Cowok itu merangkul tubuh Raline ke dalam dekapan nya.

"Kalau begini udah nggak begitu dingin kan?" ucap Jerome dengan suaranya yang berat.

Wajah Raline sudah di pastikan sudah merona merah sekarang. Nafasnya juga tercekat karena jarak wajah mereka yang lumayan dekat.

"Masih dingin, Rell?" tanya Jerome saat pacarnya tidak merespon.

Raline menggeleng gugup. Dia langsung memalingkan wajahnya yang sudah merah merona.

[2] HATI dan WAKTUWhere stories live. Discover now