29 | Antara Hidup dan Mati

1.9K 401 25
                                    

Vote!

.

.

.

"Tapi dia ingin menjadi manusia, semua akan baik-baik saja jika dia kembali memiliki mutiaranya sebelum waktu masa kawinnya terjadi, agar dia tak mati sia-sia,"

Jujur saja kalimat itu diam-diam masih terngiang di kepala Ken, apa lagi melihat Mac begini yang tertidur dalam dekapan, tapi wajah cerahnya yang dulu seolah hilang perlahan meredup.

Ken membelai sayang rahan tegas Mac seraya mengamati lamat kemudian menarik napas. Mac memang sangat lemah sekarang, bahkan dia minum dua gelas sloki ramuan dokter Lisa barusan karena benar-benar kehilangan energi setelah berjalan-jalan membei TV. Meski untung saja ada keksaih Lim yang mau mengantarkan mereka tadi.

Mac meringis disusul desis dalam tidurnya, Ken semakin mengeratkan pelukan. "Kau sakit?" tanyanya pelan dan cemas.

"Uhuk," Mac terbatuk dan detik itu juga beringsut duduk seraya membekap mulutnya dengan tepak tangan.

"Mac," Ken ikut duduk.

"Uhuk!" darah menyembur dari mulut Mac mengalir melalui sela-sela jari.

"Astaga, Mac!" Ken panik.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Mac membungkukkan badannya ke samping ranjang dan darah segar keluar dari mulutnya begitu banyak menyembur berceceran.

"Aku harus bagaimana .... aku harus bagaimana, Mac?" Ken beringsut turun mendekap kepala Mac takut tanpa peduli bekas darah akan menempel ke bajunya. "Ayolah ... aku mohon, bekerjalah, Mutiara! Tuanmu sakit," Ken mulai menangis.

"Uhuk!" Darah menyembur lagi.

"Mac ... aku mohon," pilu Ken. "Aku harus bagaimana?"

_____________________________

Dokter Lisa baru saja selesai menyisir rambut di depan cermin dengan bingkai antik di ruang pribadinya, dia tersnyum menatap pantulan gambar diri kemudian bergumam, "Sudah cantik lagi," Dan menoleh ke arah peti kayu berpernis coklat mengkilap di mana mayat sang Wacther Bli Gung yang kaku dan mengungu.

Berjalan mendekat, membungkuk dan menumpukan tangan ke tepian peti, kemudian membenarkan helaian rambut tebal Bli Gung yang sedikit menutupi matanya yang melotot hampir keluar. "Sakit sekali pasti tadi yah?" tanya dokter Lisa prihatin, jari telunjuk lentik dengan kuku indah terawatnya menyusuri pipi kemudian turun dan berhenti di bekas lubang cecakan di bawah jakun. "Kasian sekali," lanjutnya.

Masih terseyum prihatin, Dokter Lisa mengangkat penutup peti di bawah kakinya dan menutup mayat Bli Gung.

Berjalan lagi ke arah lemari koleksi dan menyorot pistol antik koleksinya lagi. "Bersabarlah sebentar lagi," ucapnya pada si pistol, kemudian ber-smirk.

________________________

"Bertahanlah, Mac ...," panik Ken dengan terus mencoba membuat Mac agar tetap sadar, mereka di dalam taksi sekarang menuju kediaman dokter Lisa.

"Cepat, Bli ...!"

Sang supir hanya mengangguk patuh meski ia bingung kenapa pria manis ini malah membawa orang sakit bukan ke rumah sakit, tapi dia tidak bisa bertanya atau hanya sekedar mengusulkan, karena tampak jelas wajahnya begitu kacau dengan penuh derai air mata.

Hingga tak butuh waktu lama mereka sampai, dengan tertatih Ken memapah Mac masuk ke halaman rumah dokter Lisa.

"Dokter, tolong buka pintunya!!" Ken menekan brutal bell rumah dokter Lisa dengan masih menangis, sedang Mac dalam papahnya semakin lunglai hampir hilang kesadaran.

POLAR WOLFWo Geschichten leben. Entdecke jetzt